Jakarta. Banyak permasalahan yang terjadi di negara ini, karena adanya keterlambatan dalam pengambilan keputusan. “Selama tidak melanggar peraturan, keputusan harus diambil secara cepat. Birokrasi bukan hanya pemilihan, tetapi bagaimana keberanian pemerintah kasih perintah,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menerima Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di Kantor Wakil Presiden, Kamis Sore, 6 November 2014.

Selain itu, Wapres menambahkan bahwa lambannya pengambilan keputusan, dapat menimbulkan korupsi. “Pengusaha berani suap, karena ingin cepat melakukan usaha, mereka mau membeli waktu,” jelas Wapres.

Dalam pertemuan tersebut Ketua ASN Sofian Effendi yang datang bersama anggotanya menjelaskan bahwa KASN merupakan perintah UU No.5 tentang Aparatur Sipil Negara. Dahulu, kata Sofian, Undang-undang ini bernama UU Pokok Kepegawaian. Namun, terdapat perbedaan pemahaman, karena yang akan diatur bukan pegawainya melainkan aparatur negaranya, atau yang disebut public service.

UU ASN ini dianggap sangat penting, karena kita ingin mengatur jabatan-jabatan yang dinamakan Aparatur Sipil Negara yang menjadi salah satu prasyarat untuk mencapai cita-cita pemerintahan Indonesia hebat. “Pertumbuhan ekonomi yang mencapai ekonomi 8 – 9 persen, sehingga kita dapat keluar dari middle income trap ,” jelas Sofian.

Untuk keluar dari middle income trap , dikatakan Sofian, berdasarkan pengalaman-pengalaman negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, China dan India, ada dua hal yang harus dibenahi, yaitu pendidikan tinggi dan birokrasi. KASN dibentuk untuk membenahi birokrasi di Indonesia. “Mempersiapkan birokrasi yang profesional, yang bersih dari korupsi, berbudaya dengan organisasi, dan dinamis, yang menyesuaikan dengan perubahan,” ujar Sofian.

Menurut Sofian, Reformasi Birokrasi (RB) intinya ada dua, yang pertama memperbaiki kinerja birokrasi untuk proses usaha, sehingga proses pengeluaran izin dapat dilakukan dengan cepat dan biaya yang murah. Lebih jauh ia mencontohkan, di Indonesia, ada beberapa daerah yang telah melakukan hal ini, yaitu Bantaeng, wilayah di Sulawesi Selatan yang terkenal sebagai ikon reformasi birokrasi.

Di Surabaya proses izin usaha menggunakan IT, sehingga lamanya waktu yang dibutuhkan hanya 14 hari, di luar dari standar nasional, 124 hari. Sementara di Sidorajo izin usaha juga 14 hari dengan biaya yang turun sampai sepertiga. “Investasi ke Sidorajo lebih dari 1 trilyun dalam 1 tahun. Jadi perubahan yang dilakukan dalam birokrasi bisa meningkatkan investasi,” kata Sofian.

Yang kedua, lanjut Sofian, inti dari RB adalah meningkatkan mutu. Yaitu dengan merekrut the right man in the right place , berdasarkan merit-based, Tugas KASN adalah mengawasi proses perekrutan jabatan-jabatan tinggi seperti Eselon I dan II sesuai dengan merit-based, job description -nya jelas, sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi aparatur. “Kalau ada yang merasa tidak fair, bisa naik banding, ada arbitrasenya,” ungkap Sofyan.

Wapres Jusuf Kalla menyambut gembira pembentukan KASN ini karena sejalan dengan wacana moratorium PNS selama 5 tahun yang menjadi kebijakan pemerintahan saat ini. Wapres mengakui reformasi birokrasi bukanlah hal yang mudah, dan tentu saja tidak dapat memberikan kepuasan bagi semua PNS. Namun, hal tersebut dilakukan untuk kebaikan.

Untuk mendukung KASN ini, Wapres menyarankan beberapa hal yang harus diupayakan. Pertama, sistem perekrutan perlu diperbaiki lagi, misalnya Eselon I dipilih berdasarkan Tim Penilai Akhir (TPA). Yang kedua, pejabat yang dipilih harus berani mengambil keputusan sehingga proses birokrasi dapat dipotong.

Upaya lainnya adalah mengefektifkan yang sudah ada, dengan cara moratorium pegawai. Wapres memberikan contoh, misalnya Ditjen Pajak memerlukan 3000 pegawai, dapat mengambil dari BPKP, kemudian dilakukan tes kompetensi. Selanjutnya, tidak membuat kantor ataupun gedung baru. “Kalau dibuat kantor baru, biasanya meja dan kursinya ditambah, pegawainya juga ditambah,” tandas Wapres.

Hadir dalam pertemuan itu, anggota KASN Irham Dilmy, Waluyo, I Made Suwandi, Nuraida Mokhsen, dan Prijono Tjiptoherijanto. (Siti Khodijah)

***