Jakarta, wapresri.go.id – Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Jika tidak segera diatasi akan memengaruhi kinerja pembangunan Indonesia baik yang menyangkut pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan.

“Kita bicara dan memutuskan untuk pembicaraan masa depan bangsa karena masa depan itu tergantung kelahiran bayi kemudian kesehatannya. Kita tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil karena itu ini perlu diperbaiki,” demikian penuturan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla kepada awak media setelah menggelar Rapat Pleno lanjutan untuk menangani masalah anak kerdil (stunting) di kantornya Jl. Merdeka Utara Jakarta, Rabu,9/8.

Wapres selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dalam pengantarnya mengatakan lebih mudah penyebutan anak kerdil dari pada penyebutan stunting.

“Hari ini kita melanjutkan rapat kita sebagaimana sebelumnya, berkumpul lagi untuk membicarakan tentang stunting, setelah saya membaca kamus, stunting itu kerdil tapi tidak semua kerdil itu stunting, kerdil karena kekurangan gizi,”ujarnya.

Lebih jauh Wapres mengingatkan rencana rapat sebelumnya untuk membuat rancangan kampanye 4 sehat 5 sempurna yang disesuaikan kondisi saat ini.

“Yang pertama kemaren, Rapat sebelumnya berbicara perlunya ada kampanye atau dengan cara memberikan pengetahuan dasar ke masyarakat, apa itu gizi yang seimbang tetapi memenuhi sarat-sarat, yang mudah difahami masyaraka dengan jelas. “kita teringat di tahun 45 ternyata kampanye 4 sehat lima sempurna itu meresap sampai sekarang,” tuturnya.

Dalam rapat ini Wakil Presiden menerima laporan mengenai perumusan kampanye gizi seimbang dan laporan dari para Menteri tentang program/kegiatan untuk penanganan anak kerdil (stunting) di 100 kabupaten/kota prioritas.

Rapat lanjutan ini bertujuan untuk menetapkan 5 pilar penguatan upaya penanganan stunting.

Seperti diketahui sekitar 37% atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting (Riskesdas 2013, Kemenkes). Anak-anak dengan masalah stunting ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan lintas kelompok pendapatan.

Indonesia sendiri berada pada kelompok negara-negara dengan kondisi stunting terburuk dengan kasus stunting pada balita dan anemia pada perempuan dewasa (WRA/Women of Reproductive Age) bersama 47 negara lainnya termasuk, Angola, Burkina Faso, Ghana, Haiti, Malawi, Nepal dan Timor-Leste.

Pengalaman dan bukti internasional menunjukkan bahwa masalah anak kerdil (stunting) dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan produktivitas pasar kerja, dengan potensi kehilangan 11% GDP (Gross Domestic Product), serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Masalah stunting juga memperburuk kesenjangan karena mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan dengan demikian menciptakan kemiskinan antar-generasi.

Penanganan anak kerdil (stunting) memerlukan antar sektor dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Masyarakat Umum, dan lainnya. Presiden dan Wakil Presiden berkomitmen untuk memimpin langsung upaya penanganan stunting agar penurunan prevalensi stunting dapat dipercepat dan dapat terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam rapat pleno ini, para Menteri dan Pimpinan Lembaga diminta untuk melapor secara berkala kepada Presiden dan Wakil Presiden mengenai kemajuan pelaksanaan dan capaian penguatan upaya penanganan anak kerdil (stunting).

Untuk tahun 2017 dan 2018, penguatan upaya penanganan anak kerdil (stunting) difokuskan pada 100 Kabupaten/Kota prioritas dengan masalah stunting tertinggi (daftar 100 Kabupaten/Kota Prioritas terlampir). Wakil Presiden memberikan instruksi agar Buku “100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting)” dijadikan rujukan bagi para Menteri, Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati/Walikota, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengalokasikan sumber daya bagi upaya pengurangan prevalensi stunting.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ditunjuk sebagai Koordinator Penguatan Upaya

Hadir dalam rapat pleno tersebut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Puan Maharani, Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal Eko Putra Sandjojo, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro,Wakil Menteri Keuangan, Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty, Dewan Penasehat Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia Fasli Jalal, dan Tim Leader Sekretariat SDGs Nina Sardjunani serta para pejabat perwakilan kementerian lembaga terkait.

Hadir mendampingi Wapres dalam acara Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin, Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi Tim Ahli Wakil Presiden Muhammad Iksan. (KIP-Setwapres)