Jakarta–wapresri.go.id. Untuk mengejar ketertinggalannya, suatu negara perlu new horizon (wawasan baru). Dengan berkembangnya wawasan/ilmu, negara dapat melihat tantangan yang dihadapi dan solusi yang harus dikerjakan. Adanya “Bridges” yang diadakan oleh The International Peace Foundation (IPF), menurut Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla akan membuka wawasan baru bagi mahasiswa dan dosen dalam hal keilmuan dan teknologi khususnya, karena rangkaian “Bridges” ini akan menghadirkan para pembicara yang telah mendapatkan penghargaan Nobel baik dalam hal perdamaian, fisika, kimia dan kesehatan.

“Kita (Indonesia) membutuhkan semacam dialog Timur – Barat. Dengan rangkaian Bridge Dialogue ini diharapkan akan bermanfaat. Dan yang sangat penting bagi para rektor yang menjadi tempat diadakannya rangkaian dialog ini dapat mempersiapkan konferensi, diskusi atau seminar tentang hal-hal teknologi dan keilmuan, khususnya bagaimana menghadapi dunia yang akan datang disampingkan harapan juga kita dihadapkan oleh masalah-masalah,” jelas Wapres di hadapan peserta dialog Launch For The 6th ASEAN Event Series “Bridges – Dialogue Towards A Culture Of Peace”, di Lobby Lounge Bimasena Club, Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Seperti yang sering disampaikan dalam berbagai kesempatan, Wapres kembali mengingatkan agar masyarakat Indonesia selalu bersyukur, ketika banyak negara-negara di dunia terkena masalah ekonomi, politik dan keamanan, Indonesia memiliki kondisi yang stabil.

“Indonesia berada di tengah-tengah kondisi yang jauh lebih aman dan stabil dibandingkan banyak negara lain. Ekonomi kita meskipun tumbuh tidak terlalu cepat seperti India, Jepang dan lainnya, namun tidak juga lambat seperti negara-negara di Afrika atau beberapa negara Asia lainnya,” ungkap apres.

Wapres berharap rangkaian Bridge Dialogue dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan, khususnya dalam hal perdamaian, keilmuan dan teknologi.

Sebelumnya dalam sambutannya, Founding Chairman of IPF Uwe Morawetz menjelaskan, rangkaian acara ASEAN “Bridges-Dialogue Towards a Culture of Peace” ke – 6 di Indonesia ini akan dilaksanakan pada Januari – Maret 2017, dengan menampilkan para pembicara peraih penghargaan Nobel.

“Dengan tema “Membangun Budaya Perdamaian dan Pembangunan di Dunia Global”, “Bridges” – sebutan rangkaian acara tersebut – akan menjembatani perspektif Indonesia dan luar negeri, dengan berbagai isu yang akan diangkat, seperrti isu dalam bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, budaya serta media, dan akan menyoroti secara khusus berbagai tantangan mengenai globalisasi dan reginalisme, serta dampaknya terhadap pembangunan dan kerja sama internasional,” papar Uwe.

Bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di beberapa kota di Indonesia, seperti Universitas Airlangga, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Binsu School of Simprug, Universitas Katolik Atma Jaya Indonesia dan lainnya, “Bridges” bertujuan memfasilitasi dan memperkuat dialog dan komunikasi di antara masyarakat Asia Tenggara dengan berbagai macam ragam budaya dan agama, dan pemahaman atas kepercayaan mereka. Rangkaian acara tersebut juga bertujuan membangun hubungan antara universitas-universitas di Asia Tenggara melalui para pemenang Nobel untuk membangun hubungan jangka panjang dengan kemungkinan hasil berupa program penelitian bersama dan kolaborasi dalam bentuk ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendidikan sebagai dasar pembangunan dan perdamaian, kebebasan, dan keamanan di wilayah dengan keterlibatan aktif dari para generasi muda sebagai kunci ASEAN di masa yang akan datang.

Acara yang diawali dengan jamuan makan siang untuk para tamu undangan ini, dilanjutkan dengan dialog khususnya bagi para media partner. Salah satu pertanyaan wartawan Reuters mengenai tantangan ekonomi terbesar yang sedang dihadapi oleh pemerintah Indonesia saat ini serta kebijakan perpanjangan tax amnesty. Wapres Jusuf Kalla mengingatkan bahwa saat ini tidak hanya Indonesia yang sedang menghadapi situasi pelemahan ekonomi, seperti China, Amerika dan Eropa, meskipun Indonesia memiliki tantangan ekonomi yang jauh lebih kurang dibandingkan negara-negara besar.

“Tapi sebagaimana dunia ini global, tidak ada satu masalah yang tidak berdampak kepada negara lain. Karena pelemahan ekonomi dunia, harga komoditi turun, maka tantangannya yang harus kita ubah adalah meningkatkan produktivitas dan juga mengurangi masalah-masalah di dalam negeri, seperti masalah hukum, korupsi, masalah pemerintah yang perlu dilakukan perbaikan-perbaikan,” ujar Wapres.

Wapres berharap dengan adanya tax amnesty yang dilaksanakan hingga Maret 2017, akan memberikan bonus kepada pembayar pajak yang lebih cepat dan tepat.

Selanjutnya Wapres Jusuf Kalla juga menanggapi pertanyaan terkait konsep perdamaian yang akan ditawarkan oleh Wapres kedepannya. Menurut Wapres, perdamaian itu akhir suatu daripada suatu konflik, hingga cara perdamaian itu tergantung pada konflik yang dihadapi. Konflik di Aceh dan di Ambon Indonesia akan berbeda dengan konflik di Filipina dan negara ASEAN lainnya, apalagi di Timur Tengah.

“Apapun konfliknya itu akan bisa diselesaikan dengan dialog bukan perang. Karena dalam dialog pasti ada yang satu yang memberi dan menerima, dan pasti ada harmoninya. Ada yang mundur dan maju hingga akhirnya diterima dan menguntungkan kedua belah pihak. Memang pada prakteknya tidak sesederhana itu, tapi hanya ada satu cara untuk menyelesaikan perdamaian itu,” tutur Wapres.

“Bridges” merupakan rangkaian acara yang digagas oleh The International Peace Foundation yang berbasis di Wina, Austria, dan secara lokal di Indonesia bekerjasama dengan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. “Bridges” sebelumnya telah dilaksanakan di Thailand, Filipina, Malaysia, Kamboja, Vietnam dan Singapura. Dalam rangkaian acara yang berbentuk seminar, konferensi dan dialog di kota-kota di Indonesia nantinya, “Bridges” akan mendatangkan beberapa peraih Nobel diantaranya Prof. Eric Stark Maskin, ekonom asal Amerika yang dianugerahi Nobel bidang ekonomi, Jose Manuel Barroso Presiden ke-11 Uni Eropa yang dihadiahi Nobel dalam hal perdamaian, Prof. Jerome Isaac Friedman peraih Nobel dalam bidang Fisika, dan Dr. Peter Agre peraih Nobel bidang biologi. (KIP, Setwapres)