Yogyakarta. Selama ini kita sering berbangga bahwa kita merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. “Kita juga bangga bahwa dari semua negara-negara Islam yang besar dewasa ini, hanya kita yang dapat menjaga kebersamaan dan kedamaian yang lebih baik dibanding banyak negara di dunia,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat memberikan sambutan pada Pembukaan Kongres Umat Islam ke-6 di Keraton Yogyakarta, Senin 9 Februari 2015.

Dasar dari Islam adalah peradaban dan ahlak. Oleh karena itulah Indonesia, sebagai negara yang besar haruslah menjadi pelopor pemikiran-pemikiran kebersamaan keagamaan yang baik. “Memang kita memiliki penduduk Islam yang terbesar, tapi kita belum menjadi referensi pemikiran Islam di dunia ini,” ujar Wapres.

Wapres mengharapkan pemikiran-pemikiran Islam di Indonesia haruslah menjadi referensi dunia ini, Islam yang moderat. “Islam jalan tengah yang harus kita kemukakan ke dunia ini,” kata Wapres.

Di alam sambutannya, Wapres mengatakan bahwa tidaklah mudah untuk berbicara atas nama seluruh umat Islam di Indonesia yang berjumlah 220 juta orang atau 87 persen dari total 250 juta penduduk Indonesia yang memiliki perbedaan aspirasi, perbedaan pandangan, perbedaan organisasi dan juga perbedaan budaya.

Namun Wapres meyakini KUII akan menghasilkan keputusan yang baik bagi seluruh umat Islam di Indonesia, apabila kita dapat berbicara dengan baik, melihat keadaan dan apa yang bisa dilakukan.” Banyak hal yang bisa dibicarakan dan dikemukakan dalam kongres ini,” kata Wapres.

Apabila kita berbicara tentang politik bangsa ini memiliki perbedaan dari masa ke masa. Pada masa awal sejarah bangsa ini misalnya, memang ada perbedaan antara gerakan nasional dan muslim. Di masa Orde Lama ada perbedaan, seperti Nasakom, Nasional dan Agama. “Dewasa ini perbedaan itu hampir tidak ada, tidak ada partai yang berlandaskan agama. Semua berpikir nasional dan agamis religius. Semua sepuluh partai yang ada di republik ini, semua ketuanya haji, tidak ada yang tidak,” ucap Wapres.

Sehingga, kita tidak perlu khawaitr dari sisi pandangan keagamaan. Pandangan-pandangan keagamaan inilah yang harus dijalankan sebaik-baiknya. Oleh karenanya, tambah Wapres, tidak pernah ada lagi gesekan tentang agama pada beberapa tahun terakhir ini. “Karena kita selalu memunculkan persamaan dan memperkecil perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu adalah perbedaan persoalan, perbedaan politik, perbedaan kewenangan, perbedaan kekuasaan. Tidan perbedaan ideologis keagamaan, tidak perbedaan kebangsaan. Itulah warna politik kita pada dewasa ini,” tutur Wapres.

Saat ini, tambah Wapres, tidak ada lagi partai yang pure nasional dan tidak ada lagi partai yang sangat bernafaskan Islam. Tentunya memberikan gambaran kepada kita, bahwa kebangkitan keagamaan Islam, sehigga tidak Artinya perlu khawatir apabila berbicara keislaman dalam politik Indonesia. “Walaupun praktek keagamaan berbeda-beda sesuai dengan keyakinan,” kata Wapres.

Kita mempunyai tujuan yang sama, tujuan kemajuan bersama. “Baidatun thoyyibatun wa robbun ghofur, bagaimana mencapai tujuan secara keseluruhan,” kata Wapres.

Dalam pemikiran Wapres, bukan lagi saatnya kita belajar agama di negara lain, tapi orang lain harus belajar mempraktekkan agama dengan baik seperti yang terjadi di negeri ini. Bahkan kita juga harus memperbesar kehidupan beragama yang memberikan manfaat, bukan kedamaian kita saja, tapi juga kedamaian dunia. “Peran Indonesia harus lebih besar daripada peran sebelum-sebelumnya. Pemerintah bertekad untuk itu,” ucap Wapres.

Tentunya, Wapres berharap untuk mewujudkan pemikiran Islam di Indonesia menjadi referensi dunia, perlu didukung oleh pemikiran dan tekad kita semua.

Kita sering menyampaikan bagaimana cintanya kita kepada Rasulullah, tidak jarang pula kita berbicara tentang perannya. Tetapi kita hanya berbicara sedikit bagaimana Rasulullah berdagang. “Artinya adalah bahwa Rasulullah sebenarnya mengajarkan kita sifat-sifat menjadi entrepreunership. Bagaimana berusaha keras untuk maju,” kata Wapres.

Menurut Wapres, kita juga harus ingat bahwa semua yang menyebarkan Islam di Indonesia pada awal penyebarannya adalah pengusaha-pengusaha yang baik. Oleh karenanya, Islam di Indonesia berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Penyebaran Islam di Timur Tengah, kata Wapres, banyak terjadi dengan pendudukan dan peperangan.

Sejarah Islam di Indonesia berbeda, karena dibawa pedagang yang ulama atau ulama yang pedagang. Artinya transisional atau adanya transisi. “Suatu Islam yang moderat,” ucap Wapres.

Ada kemiripan antara di India dengan di Indonesia. Jika di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, tetapi yang dikenal dunia adalah Taj Mahal. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang dikenal di dunia adalah Candi Prambanan dan Candi Borobudur. “Kita menjaga itu semua sebagai harmoni. Tapi di sekeliling Borobudur dan Prambanan adalah azan,” ucap Wapres.

Penyebaran Islam di Indonesia, jelas Wapres, dilakukan melalui dakwah yang baik. Oleh karenanya sejarah Islam di Indonesia berkembang dengan transisional dan baik. “Artinya apabila kita ingin mengatakan bahwa sejarah Islam di Indonesia adalah sejarah perdamaian,” ujar Wapres.

Umat Islam di Indonesia hanya berjuang jika ada yang menjajahnya, seperti yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol dan Sultan Hasanudin. “Tidak berperang satu sama lain,” kata Wapres.

Itulah perbedaan antara perkembangan agama Islam di Indonesia dengan Islam di Timur Tenngah. Wapres menyebutkan bahwa masalah yang terjadi antara KPK dan Kepolisian bukanlah masalah keyakinan, tapi merupakan masalah perilaku. “Itu akan kita segera perbaiki, masalah hukum. Bukan politik yang sangat mengguncang bangsa ini,” ucap Wapres.

Dalam laporannya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin menyampaikan bahwa KUII diselenggarakan karena telah disepakati menjadi ajang lima tahunan pertemuan puncak umat Islam, sebagai ajang silaturahmi ulama, cendekiawan dan seluruh elemen umat Islam. ā€¯Selain menjadi tuntutan zaman juga mutlaperlu terus menerus diadakan utk persatuan dan kesatuan umat Islam,” ucap Din.

Din menjelaskan bahwa KUII diselenggarakan di Yogyakarta karena kota ini merupakan kota bersejarah dan pernah menjadi tuan rumah Kongres Umat Islam pada tahun 1945. Selain itu, tambah Din, Kesultanan Yogyakarta merupakan satu dari sejumlah kesultanan Islam yang pernah ada di Indonesia. “Tema yang diangkat pada Kongres Umat Islam kali ini adalah penguatan peran politik, eknomi, budaya untuk Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban,” kata Din.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutan selamat datangnya mengatakan bahwa KUII yang diselengarakan di Keraton Yogyakarta ini merupakan sebuah ziarah spiritual karena penyangga bangunan tempat diselenggarakan kongres ini sebanyak 64 buah, sesuai dengan usia Nabi Muhammad SAW dalam hitungan kalender Jawa.

Turut hadir mendampingi Wapres, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. Acara ini dihadiri pula Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mantan Ketua DPR Akbar Tanjung dan cendekiawan muslim Azyumardi Azra, serta para anggota MUI dari daerah di seluruh Indonesia.

****