New York, 2 Oktober 2015

Yang Terhormat Ketua Sidang,

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan selamat atas terpilihnya Anda untuk memimpin Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa yang ke-70 ini.

Sungguh merupakan kehormatan bagi saya untuk berdiri di sini, untuk menyampaikan perspektif Indonesia pada Sidang Umum tahun ini, yang mengambil tema “Perserikatan Bangsa-bangsa di usia ke-70: masa depan perdamaian, keamanan, dan hak asasi manusia.

Di ulang tahunnya yang ke-70, PBB telah mencapai usia yang cukup matang, usia yang sama dengan Indonesia.

Pada kesempatan ini, saya ingin menitikberatkan pada tiga hal: prestasi PBB selama 70 tahun ini, tantangan-tantangan saat ini, dan langkah ke depan.

(Prestasi PBB)

Pertama, Ulang Tahun PBB merupakan momentum yang baik untuk menoleh ke belakang dan berefleksi atas kemajuan PBB dalam mewujudkan cita-cita Piagamnya.

Ulang Tahun PBB ke-70 ditandai dengan disahkannya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan penghargaan saya yang tulus kepada Sekretaris Jenderal atas kepemimpinan dan keteguhannya selama proses tersebut.

Kisah kesuksesan PBB yang lain tentu saja adalah Operasi Penjagaan Perdamaiannya, yang telah berkontribusi dalam memelihara perdamaian dan keamanan. Sungguh, PBB telah relatif berhasil dalam mencegah dan mengatasi konflik-konflik besar bersenjata di dunia selama 70 tahun terakhir.

Saat ini, lebih dari 100 ribu personil terlibat dalam 16 Operasi Penjagaan Perdamaian di seluruh dunia. Indonesia bangga menjadi pengirim polisi dan tentara terbesar ke-11 untuk Pasukan Penjaga Perdamaian PBB dengan lebih dari 2.700 personil, bahkan Indonesia bersiap-siap mengirimkan lebih banyak lagi personil di masa yang akan datang.

Sementara itu, pembentukan Dewan Hak Asasi Manusia pada 2006 telah menciptakan mekanisme penilaian oleh sesama negara yang mencerminkan usaha bersama di antara negara-negara anggota untuk memperkuat kerjasama dan dialog dalam mendukung dan melindungi hak asasi manusia.

(Tantangan Masa Kini)

Yang Terhormat Ketua Sidang,

Tanpa mengesampingkan prestasi PBB, kita tidak boleh merasa puas. Masih banyak tantangan di hadapan kita. Pada saat kita berbicara saat ini, masih banyak konflik bersenjata terjadi di seluruh dunia.

Penderitaan bangsa Palestina masih terjadi, sementara realisasi solusi dua negara masih sulit dicapai. Konflik terkini di Gaza telah menyebabkan lebih dari dua ribu korban jiwa dan membuat lebih dari lima ribu orang mengungsi.

Konflik sektarian, termasuk ancaman ISIS, terus mengancam stabilitas politik dan menyebabkan krisis kemanusiaan dalam skala besar di Timur Tengah, khususnya di Suriah, Libia, Yaman, dan negara-negara lain. Konflik disertai kekerasan tidak hanya mencerai-beraikan negara-negara tersebut, bahkan di Suriah, ISIS juga telah menghancurkan peninggalan peradaban kuno adiluhung yang menjadi warisan sejarah dunia.

Kita bertanya, apakah Perserikatan Bangsa-bangsa telah melakukan upaya yang memadai ketika dihadapkan dengan tragedi-tragedi yang tengah berlangsung dan terus berulang ini?

Radikalisme, ekstremisme dan terorisme terus menjadi ancaman global yang serius. Indonesia telah secara konsisten memainkan perannya dalam menangani ancaman-ancaman ini, termasuk akar penyebabnya, antara lain melalui dialog antar agama dan antar budaya, beragih pengalaman terbaik dalam menangkal terorisme, serta memperkuat kerjasama internasional. Indonesia juga telah menjadi contoh yang baik dalam menyelesaikan konflik melalui sarana dialog dan perdamaian. Pada Agustus tahun ini, kami memeringati sepuluh tahun ditandatanganinya nota kesepahaman Helsinki tentang Aceh, yang mengakhiri konflik bersenjata selama kurang lebih 30 tahun. Kami ingin mengingat kembali dan sekali lagi mengapresiasi kontribusi positif Uni Eropa dan ASEAN melalui misi pengawasan mereka.

Kami mencatat hanya sedikit kemajuan yang dibuat oleh Komisi Pelucutan Senjata PBB. Kita masih kekurangan tekad politik yang diperlukan untuk pelucutan senjata nuklir. Sementara itu, perdagangan senjata genggam dan ringan, legal ataupun tidak, masih menjadi bagian industri yang menghasilkan miliaran dolar.

Kita juga menyaksikan tahun ini adalah tahun terburuk terjadinya pengusiran manusia dan migrasi tiba-tiba sejak Perang Dunia II akibat krisis politik, konflik sektarian, dan krisis kemanusiaan lainnya secara global. Beberapa pekan belakangan ini kita melihat banjir pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan di Suriah, dimana lebih dari ratusan ribu orang telah terbunuh, mencari tempat berlindung yang aman di Eropa, meskipun mereka harus menghadapi bahaya dan kesulitan selama perjalanan mereka.

Kita juga bertanya, apakah Perserikatan Bangsa-bangsa memiliki itikad politik yang memadai untuk menghadapi isu-isu ini?

Sementara itu, kesenjangan ekonomi, kemiskinan dan ketidakadilan global terus menghantui kita. Bahkan hari ini, lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia menderita kekurangan gizi yang akut.

Negara-negara kaya, yang hanya 20 persen dari seluruh penduduk dunia, mengonsumsi 70 persen sumber daya yang ada.

Di banyak bagian dunia, perempuan, anak-anak, kaum muda, para penyandang cacat, lansia, orang-orang yang tinggal dalam situasi konflik dan darurat tetap mengalami marginalisasi dan tidak tersentuh oleh kemajuan pembangunan.

Dua puluh tahun setelah Konferensi Pertama Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), kita belum menghasilkan suatu kesepakatan universal tentang perubahan iklim.

Dalam konteks perdagangan, kita belum melihat adanya kemajuan dan hasil konkret dari Agenda Pembangunan Doha untuk mendukung sistem perdagangan multilateral yang berbasis aturan, terbuka, dan adil.

Mewabahnya Ebola baru-baru ini telah mengingatkan kita secara keras tentang pentingnya membangun sistem kesehatan yang kuat dan tahan uji secara global.

Banyak persoalan lainnya yang kita hadapi yang juga perlu untuk ditangani, seperti intoleransi, pengangguran kaum muda, dan urbanisasi yang tidak terkendali.

Kesemua tantangan ini terkait dengan kurang majunya reformasi di PBB. Oleh karena itu, marilah kita saling bergandengan tangan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Di sini, peran institusi regional seperti ASEAN semestinya menjadi lebih penting untuk melengkapi PBB.

(Langkah ke depan)

Yang Terhormat Ketua Sidang, Yang mulia para hadirin, Para delegasi yang terhormat,

Kita harus bekerja sama dalam mewujudkan perdamaian dan kemakmuran demi rakyat kita.

Kita harus menghentikan konflik dan memberantas ketimpangan global. Kita harus menghentikan tersebarya radikalisme dan ekstremisme. Kita sangat perlu mewujudkan Reformasi PBB. Dengan 196 anggota saat ini, dibadingkan dengan hanya 60 anggota di 1957, sistem PBB bahkan harus lebih inklusif dan mencerminkan secara lebih baik kondisi geopolitik dunia saat ini.

Terkait dengan Palestina, kita harus memastikan lahirnya negara Palestina yang berdaulat dan merdeka. Kita harus memastikan terwujudnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tepat waktu. Kita harus memastikan bahwa strategi pembangunan dunia sejalan dengan kondisi dan prioritas nasional negara-negara yang terlibat.

Kami berharap bahwa Konferensi Perubahan Iklim yang akan datang di Paris dapat mencapai kesepatan yang sudah lama tertunda, yang dapat diterapkan di seluruh negara, dengan tujuan untuk menjaga pemanasan global berada di bawah 2°C.

Kami mendesak PBB agar bekerja secara lebih efektif melalui kemitraan dengan mekanisme regional agar dapat secara lebih baik menangani tantangan-tantangan nasional dan regional. Dalam kaitan dengan hal ini, ASEAN perlu secara lebih aktif lagi terlibat dalam proses-proses di PBB guna mencari solusi yang lebih baik untuk masalah global kita.

Dan dalam upaya mempersempit kesenjangan global, kita harus mendorong dan mendukung menguatnya Kerjasama Selatan-Selatan. Dalam konteks ini, Indonesia akan membangun Pusat Asia-Afrika sebagai tindak lanjut dari Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 2015 yang bertujuan untuk merevitalisasi kemitraan antara negara- negara di Asia dan Afrika guna mendukung terwujudnya perdamaian dan kesejahteraan.

Akhirnya, izinkan saya menutup pidato saya dengan menyatakan bahwa dunia hari ini bergantung pada PBB untuk menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia serta kemakmuran yang berkeadilan; menjamin keamanan bagi masyarakat; dan secara penuh mengimplementasikan prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana diabadikan dalam Piagam PBB. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, PBB memerlukan dukungan dari setiap anggota.

Terima kasih.