Jakarta, wapresri.go.id Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima Ketua Delegasi Pakistan Institute of Legislative Development and Transparency (PILDAT) Senator Mushadid Hussain Sayed, di Kantor Wakil Presiden, Merdeka Utara, Rabu (19/7/2017).

Kunjungan Mushadid beserta delegasi untuk mendengar dan sekaligus belajar pengalaman-pengalaman Wapres terhadap perkembangan demokrasi, konsolidasi antar kelompok (suku), Islam dan hubungan militer dengan sipil di Indonesia.

Kepada delegasinya, Mushadid menyampaikan bahwa Wapres yang juga sebagai ketua umum PMI adalah tokoh yang pernah menangani konflik di Indonesia seperti Aceh dan Poso, ia juga aktif di fora internasional, melakukan kegiatan-kegiatan kemanuasiaan.

“Saya mengenal Yang Mulia Jusuf Kalla sebagai sosok muslim yang demokratis dan cukup berpengaruh di negeri ini. Pemikiran-pemikirannya tentang demokrasi dan Islam cukup menginspirasi perkembangan modernisasi Islam di dunia khususnya di Pakistan,” jelas Mushadid.

Menanggapi penjelasan Mushadid, Wapres menyampaikan ucapan selamat datang dan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap negara Pakistan, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar kedua yang selama ini memiliki hubungan baik dengan Indonesia.

“Hubungan Indonesia berjalan cukup baik. Dimulai dari dukungan rakyat Pakistan atas kemerdekaan Indonesia dan sikap atas anti kolonialismenya. Hal tersebut tertuang kongkrit pada pertemuan KAA di Bandung,” tutur Wapres.

Wapres merasa, kedua negara bisa lebih banyak lagi bekerjasama. Mengingat keduanya memiliki latar belakang kultur dan agama mayoritas yang tidak jauh berbeda. “Sejarah memang penting untuk kita pahami, namun masa depan itu jauh lebih penting untuk kita jajaki bersama. Bagaimana kita bisa saling bekerjasama dengan baik berdasarkan sejarah yang sudah kita miliki”, imbuhnya.

Dalam pertemuan tersebut, Mushadid menanyakan tentang pandangan Indonesia soal demokrasi. Indonesia yang terdiri dari beragam etnis bisa hidup berdampingan dengan balutan iklim demokrasi dan Islam.

Sebagai salah seorang yang ahli dibidangnya, Wapres menganggap demokrasi memang bukan cara yang terbaik dalam hidup bernegara, namun setidaknya inilah cara yang memiliki sedikit permasalahan bilamana dibandingkan dengan cara-cara lainnya. Demokrasi di Asia, khususnya di Indonesia, menurut Wapres sedikit berbeda dengan demokrasi di barat. Semua itu menyesuaikan dengan kebiasaan kultur masing-masing negara.

“Perkembangan demokrasi belakangan ini menjadi terbalik balik. Negara yang tadinya sangat kapitalis, menjadi negara yang sangat proteksionis atau sosialis. Sebaliknya, negara yang secara kultur besar dengan faham sosialisnya, saat ini telah menjadi kapitalis”, ujar Wapres.

Masih menyoroti soal faham demokrasi, Wapres melihat bahwa dalam kurun waktu belakangan ini, negara-negara yang memiliki masalah di jazirah Arab justeru negara-negara yang berazaskan republik. Sementara itu, di negara-negara yang secara akar sejarahnya adalah monarki, hampir tidak pernah mengalami permasalahan dalam pemerintahannya. Karena Monarki menggunakan sistim otoritarian, sementara demokrasi tidak.

Dalam konteks Indonesia, Wapres menyampaikan bahwa demokrasi disini berazaskan Pancasila sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Adanya kebebasan media masa dalam partisipasinya di pemerintahan, otonomi daerah-daerah dan less monopoli di sektor perekonomian oleh pemerintah menjadi penyeimbang berjalannya roda demokrasi di negeri ini. Selain itu, penggabungan antara kearifan lokal dengan demokrasi juga menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi demokrasi di Indonesia. “Menurut saya, demokrasi harus sejalan dengan inovasi. Bila tidak ada inovasi (modifikasi) maka demokrasi tidak akan jalan”, pungkas Wapres.

Berbicara mengenai Islam di Indonesia, Wapres menjelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan cara berdagang. Sehinggga secara psikis, penyebaran agama tersebut sangat berbeda bilamana dibandingkan dengan di negara asalnya. Disana, Islam masuk melalui peperangan. “Di Indonesia, kami yang 80% memeluk agama Islam sangat menghormati pluralisme. Hal itu terbukti dengan adanya 6 hari libur nasional yang berkaitan dengan agama di Indonesia. Walaupun sesekali terjadi konflik, itu wajar saja. Karena tidak ada penanganan keberagaman didunia ini yang sempurna”, jelasnya.

Melihat pandangan tersebut, kembali Mushadid kembali mengapresiasi atas filosofi bangsa Indonesia dalam mengelola keberagaman. Hal tersebut tentunya dapat dijadikan sebuah pandangan yang cukup aspiratif untuk diterapkan di Pakistan.

Dalam pertemuan tersebut, ditanyakan juga mengenai partisipasi militer dalam parlemen/pemerintahan di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Wapres menjelaskan bahwa tugas pokok militer adalah melindungi negara dari ancaman luar. Peran militer juga diharapkan dalam membantu kepolisian menjaga stabilitas keamanan didalam negeri. Aktifnya para mantan perwira militer di parlemen, dianggap Wapres sebagai bagian dari perkembangan demokrasi. Karena setelah menjalani tugasnya didunia kemiliteran, disaat pensiun, yang bersangkutan memiliki hak sebagai warga negara untuk berpartisipasi dalam dunia politik praktis.

Salah satu delegasi, Let. Jenderal (Pur) Abdul Qayyum, menyampaikan apakah Indonesia memiliki keinginan dalam mengatasi konflik di kawasan seperti Laut Tiongkok Selatan (LTS)?

Merespon hal tersebut, Wapres optimis menjawab bahwa sebagai bangsa yang menjunjung tunggi perdamaian dunia, Indonesia pasti akan berperan serta bilaman diperlukan. Namun Wapres sedikit pesimis akan pandangan internasional terhadap RRT yang selama ini aktif di LTS. “Saya tidak percaya bahwa Tiongkok akan melakukan tindakan-tindakan berbahaya di kawasan itu. Karena RRT adalah negara industri, 60% nilai perdagangan RRT melalui jalur ini. Jadi wajar bila mereka berkeinginan mengamankan jalur di LTS sebagai media tempat berlangsungnya aktivitas perdagangannya” jelas Wapres.

Di akhir pertemuan, Mushadid menyampaikan harapannya agar Indonesia dapat berperan aktif melalui forum OKI maupun internasional lainnya dalam menyuarakan keadilan terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM pada negara-negara Islam baik di Timur Tengah maupun di Eropa.

Mushadid yang juga merupakan Ketua dari Senate Standing Committee on Defence dan Ketua Parliamentery Committee in Pakistan-Cina Economic Corridor hadir didampingi Duta Besar Pakistan untuk Indonesia Y.M. Mohammad Aqil Nadeem; Ketua National Assembly Standing Committee on Law and Justice dan Oversight Committee on Eradication of Corruption from Federal Government Department Senator Muhammad Javed Abbasi; Ketua Senate Standing Committee on Defence Production Covener Senator Lt. Jen (Pur) Abdul Qayyum; Mantan Federal Minister for Interior dan mantan Gubernur Sindh Lt. Jen (Pur) Moinuddin Haider; dan Senior Advocate Supreme Court of Pakistan Syed Ali Zafar.

Sementara Wapres Jusuf Kalla didampingi Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Tim Ahli Wapres Sofyan Wanandi dan Asdep Hubungan Luar Negeri Mohamad Siradj Parwito (KIP-Setwapres)