Jakarta, wapresri.go.id – Pemerintah berencana melanjutkan kembali moratorium pemekaran daerah otonomi baru, dengan pertimbangan kondisi perekonomian dan keuangan negara dinilai belum cukup mampu menanggung beban anggaran untuk merealisasikannya, sehingga fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur yang lebih merata.

“Perlu dipertimbangkan dari sisi ekonomi dan juga politik, bila pemekaran tidak mampu memberikan pemerataan kesejahteraan. Kita lanjutkan moratorium pemekaran daerah. Kita akan fokuskan pembangunan infrastruktur,” pesan Wapres saat memimpin sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) di Kantor Wakil Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jumat, 19 Februari 2016.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melaporkan, saat ini masih ada 87 usulan daerah otonomi baru (DOB) dari DPR dan DPD periode sebelumnya dan diserahkan kembali ke pemerintah untuk dievaluasi. Selain itu, masih ada tambahan 199 usulan daerah baru dari DPR periode yang ingin dimekarkan terdiri dari provinsi, kabupaten/kota.

Hasil evaluasi, lanjut Tjahjo, menunjukkan 68 persen daerah otonomi baru tidak berkembang. Hal itu dilihat dari tidak adanya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan anggaran belanja daerah 80 persen digunakan untuk belanja rutin, sehingga secara umum hanya mengandalkan pendanaan dari pemerintah pusat.

“Ironinya kewenangan minta ditambah, pembiayaannya minta ditambah, tetapi tidak mau dievaluasi,” ucap Mendagri Tjahjo Kumolo

Implikasi dari pemekaran daerah, menurut Tjahjo, beban pembiayaan yang ditanggung negara menjadi sangat besar. Bila lahir daerah otonomi baru, maka harus dibangun kantor-kantor baru yang setingkat dengan pemerintah daerah, seperti polres, kodim, kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.

“Padahal tujuan pemekaran ini kan untuk meningkatkan dan mempercepat kesejahteraan masyarakat, mempercepat pemerataan pembangunan di daerah, dan harus diawali dengan peningkatan PAD-nya,” ujar Tjahjo.

Sedangkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengingatkan pentingnya ada mekanisme penggabungan lagi atau pengembalian daerah otonomi baru yang tidak berkembang dan hanya menjadi beban negara.

“Perlu ditekankan ke daerah, pemekaran daerah itu sangat costly. Daerah bisa terjebak pada situasi hanya bisa bayar pegawainya saja,” jelas Bambang.

Kemudian Wapres menegaskan pentingnya pemahaman kepada daerah, mengenai pemekaran daerah bukan berarti akan ada penambahan anggaran dari pemerintah pusat untuk daerah otonomi baru. Anggaran daerah, lanjut Wapres, akan dibagi menjadi dua bila suatu daerah akan dimekarkan.

“Tidak ada penambahan anggaran, justru malah dipotong. Artinya dipotong (untuk pembangunan) jalan, pengairan dan infrastruktur lainnya. Sering muncul pemikiran yang keliru, kalau pemekaran otomatis dapat uang. Iya dapat uang, tapi pembangunan jalan dikurangi, mau pilih mana,” seru Wapres menjelaskan.

Terkait jumlah penduduk dan luasnya wilayah, Wapres menilai acuan pentingnya suatu daerah dimekarkan tidak dapat dilihat dari kedua hal tersebut. Namun, perlu dikaji dari berbagai aspek terutama pengembangan ekonomi.

“Buktinya Bogor dengan 3 juta orang juga maju,” tandas Wapres.

Mengakhiri rapat, mengingat pertumbuhan ekonomi yang belum stabil, dan kondisi keuangan negara yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur. Wapres menginginkan moratorium pemekaran daerah tetap dilanjutkan.

“Lanjutkan saja moratorium sampai 3 tahun ke depan,” pungkas Wapres menutup rapat.

Seperti diketahui, menurut data Kementerian Dalam Negeri, jumlah daerah otonomi baru meningkat pesat sejak tahun 1999. Jumlah provinsi pada saat itu sebanyak 26, tahun 2016 berjumlah 34 provinsi, kabupaten berjumlah 234 pada tahun 1999, saat ini sudah 415 kabupaten, jumlah kota juga meningkat dari 59 menjadi 93 kota.

Dalam rapat itu, hadir Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Wakil Sekretaris Kabinet, Kasetwapres Mohammad Oemar, Deputi Dukungan Kebijakan Pemerintahan Dewi Fortuna Anwar dan Staf Ahli Wapres Sofjan Wanandi. (TA-KIP Setwapres)