Padang, Sumatera Barat – wapresri.go.id. Wakil Presiden (Wapres) menerima gelar akademik Doctor Honoris Causa (Dr. HC) dalam Bidang Hukum Pemerintahan Daerah dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, di Auditorium Unand, Kampus Limau Manih, Senin (5/9/2016). Pemberian gelar Dr. HC ini dalam rangka Lustrum ke XII (Dies Nalalis ke 60) Universitas Andalas.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra, pengacara dan Guru Besar Hukum Pidana Todung Mulya Lubis, serta Guru Besar Hukum Pidana sekaligus Dekan fakultas Hukum Universitas Andalas Elwi Danil menjadi tiga promotor dalam pemberian gelar Dr. HC kepada Wapres tersebut.

Rektor Unand Tafdil Husni menyampaikan bahwa Wapres telah berjasa dalam pembentukan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatakan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan RI. Menurutnya, ketetapan tersebut sangatlah berpengaruh terhadap sistem pemerintah di Indonesia.

Selain itu, Wapres juga dinilai berjasa salah satunya dalam memulai misi damai pemulihan Pemerintah Aceh setelah gagalnya Cessation of Hostalities Framework Agreement  (COHA) dan Joint Council Tokyo 2003. Wapres dianggap juga berjasa dalam Perundingan Helsinki dan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2006, tentang Pemerintah Aceh.

Pengusulan pemberian gelar ini tertuang dalam Surat Rektor Universitas Andalas  nomor 7086/UN16.R/PP/2016 tanggal 14 Juli 2016. Kemudian Kementerian Riset, Tekonologi dan Pendidikan Tinggi menyetujuinya melalui surat dengan nomor 2448/D2.I/KP/2016.

Dalam kesempatan ini, Wapres menyampaikan orasi ilmiah yang mengambil tema  “Desentralisasi untuk Tata Pemerintahan yang Baik, Penguatan Integrasi Bangsa dan Pembangunan Nasional.

“Pertanyaan yang amat relevan untuk kita ajukan dalam forum ini, ialah, perubahan fundamental apa yang terjadi di Indonesia setelah reformasi yang mengubah banyak hal? Ada yang mengatakan demokrasi, ditandai dengan adanya pemilu yang bebas, mekarnya partai politik, kebebasan pers, dan sebagainya. Itu betul. Namun, otonomi daerah adalah juga perubahan fundamental yang berjalan seiring dengan demokrasi dan kebebasan pers. Otonomi daerah ini jugalah yang membuat praktek demokrasi, khususnya di daerah, berjalan secara semarak,” jelas Wapres dalam orasi ilmiahnya.

Dalam orasinya,  Wapres menyampaikan bahwa dengan otonomi daerah, pemerintahan dilaksanakan oleh para ahlinya sendiri, yakni, pemberdayaan bagi masyarakat daerah untuk mengelola wilayahnya. Warga daerah yang diberdayakan itu pastilah jauh lebih mengetahui dan lebih terampil mengenai kiat-kiat mencapai tujuan, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Mereka ahli karena mereka lahir dan tumbuh di tempat tersebut.

“Saya pun teringat pepatah bijak orang Minang: Nan tahu dikayu tinggi alang
Nan tahu di poso-poso ayam
Nan tahu dikili-kili bantiang. Yang mengetahui seluk beluk dan sifat masyarakat suatu negeri, adalah para cendekiawan negeri itu sendiri,” ujar Wapres.

Sukses tidaknya otonomi daerah, lanjut Wapres, amat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, perencanaan yang baik, pelaksanaan dan kontrol yang baik, serta adanya standardisasi nasional. Bagaimana pun juga, ada aspek-aspek kehidupan yang harus tunduk pada standar-standar nasional, bahkan internasional. Dan hal-hal ini tidak mungkin dikompromikan dengan alasan otonomi daerah, karena ini menyangkut, misalnya keamanan bersama, keselamatan bersama, kesinambungan bersama, dan sebagainya.

“Standar-standar nasional itulah yang membingkai kita sebagai bangsa yang bersatu. Standar- standar nasional itulah yang menyemen Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar-standar nasional itulah tempat kita berpijak dan beranjak maju,” tegas Wapres.

Untuk itu, Wapres mengimbau, sistem otonomi daerah hendaknya dilaksanakan bersama demi kesejahteraan rakyat dengan mengesampingkan kepentingan individu atau golongan. “Dalam perspektif seperti ini semualah maka kita semua memerlukan kearifan untuk melaksanakan sistem otonomi daerah, demi kemakmuran rakyat. Bukan berlomba-lomba untuk memuaskan dan mengabulkan keinginan dan kepentingan individu kita semua”, ungkap wapres.

Penganugerahan Dr. HC ini merupakan gelar ke-8 yang diterima Wapres. Sebelumnya pada 2007, Wapres juga telah dianugerahi Dr. HC dari Universitas Malaya, Malaysia. Kemudian di tahun yang sama, Wapres juga mendapat anugerah serupa dari Universitas Soka, Jepang. Di 2011, Wapres kembali mendapat gelar Dr. HC dari UPI Bandung, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan Universitas Brawijaya, Malang. Setelah itu pada 2013, Wapres dianugerahi gelar yang sama dari Universitas Indonesia, Depok. Kemudian pada 2015, Wapres kembali mendapat gelar dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Hadir dalam acara ini antara lain Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur. (KIP, Setwapres)