Kantor Wakil Presiden. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di kantor Wakil Presiden, Jumat, 30 Januari 2015. Mengawali pertemuannya, Ketua Umum (Ketum) PBNU Said Aqil Siraj menyampaikan undangan untuk menghadiri hari lahir (harlah) PBNU ke-89 yang akan diadakan pada hari Sabtu, 31 Januari 2015 di kantor pusat PBNU di Jl. Kramat Raya Jakarta Pusat.

Dalam perayaan harlah tersebut Wapres dijadwalkan menandatangani prasasti sebagai tanda peresmian berdirinya 23 Universitas NU, launching Muktamar NU dengan tema Memperkokoh khittah NU menuju Islam Muttamaddin (Islam yang beradab) yang akan diadakan pada tanggal 1-5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur, serta memberikan penghargaan kepada para tokoh NU yang telah berjasa dalam perkembangan NU di Indonesia. “Selain itu juga akan diadakan 6 seminar di Jakarta, NTT, Sumatera Utara, Sulawesi dan Surabaya,” ucap Ketum PBNU.

Perkembangan PBNU di Indonesia cukup baik dalam mendukung pembangunan umat, antara lain mendirikan lembaga-lembaga pendidikan (universitas), lembaga kesehatan yang sangat aktif di bidang pemberantasan HIV AIDS, Malaria dan TBC, serta penanggulangan bencana. PBNU juga mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo tentang penolakan grasi terpidana pengedar narkoba, pemberantasan gerakan ISIS. “Kami mendukung Indonesia sebagai negara yang terdepan untuk memberantas gerakan ISIS” ujar Ketum PBNU.

“Presiden Joko Widodo sangat concern mengenai bagaimana menciptakan kemakmuran yang adil, mereka memberontak itu karena ada ketidakadilan” ujar Wapres.

Pandangan Islam timur tengah saat ini sudah tidak dapat diharapkan lagi sebagai contoh Islam yang baik dan Indonesialah yang diharapkan menjadi contoh Islam yang ideal, Islam yang berbudaya dan berperadaban. “NU harus berada di depan dalam membangun Islam yang berakhlak, berbudaya dan berperadaban” ujar Wapres.

Wapres juga menyetujui bahwa pemikiran ulama-ulama Indonesia sebaiknya dituangkan dalam bentuk tulisan dan juga dalam bahasa asing agar dapat menjadi referensi bagi umat. “Kita harus punya lembaga yang kuat dan kredibel karena peradaban akhlak-lah yang diperlukan umat pada saat ini. Ujung dari agama adalah peradaban”” sambung Wapres.

Menurut Wapres, kelemahan kita sebagai negara mayoritas Islam terbesar, suara kita tidak pernah didengar sebagai referensi. Namun demikian, negara-negara timur tengah saat ini banyak meminta referensi dari Indonesia, sehingga pemikiran-pemikiran ulama-ulama Indonesia sangat penting untuk dapat ditulis dan diterjemahkan dalam beberapa bahasa, sehingga negara-negara lain dapat menggunakannya sebagai referensi. “Pemikiran-pemikiran kita harus menjadi referensi dan harus dibuat tertulis tidak cukup lisan saja,” ujar Wapres. (Meilani Saeciria)

****