Jakarta-wapresri.go.id. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima Ketua Umum Pengurus Pusat Punguan Simbolon dohot Boruna se-Indonesia (PSBI) Effendi M.S. Simbolon, di Kantor Wakil Presiden, Merdeka Utara, Kamis, (28/04/2016). Kedatangan Effendi bersama pengurus PSBI untuk mengundang Wapres membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PSBI yang akan diselenggarakan pada akhir Mei yang akan datang, di Parapat, Sumatera Utara.

Di awal pertemuan, Effendi menjelaskan bahwa Rakernas akan dihadiri oleh warga Batak yang datang dari lima puak (golongan), yaitu Simalungun,  Toba, Karo, Nias, dan Pakpak. Diperkirakan hadir pada acara pertemuan puncak  kurang lebih  5000 orang. Jumlah Simbolon sendiri terdiri dari 50.000 Kepala Keluarga yang  berasal dari  Samosir. Sementara yang berdomisili di Jakarta berkisar 25.000 jiwa.

Kedatangan Wapres pada Rakernas kali ini, diharapkan dapat memberikan penjelasan bagaimana sikap pemerintah dan negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18b ayat 2,  bahwa negara menghormati hak-hak adat, sepanjang yang masih hidup. Namun, dalam implementasinya, antara hukum adat dan hukum positif yang berlaku sering overlapping. Misalnya masalah perkawinan, pertanahan, hingga hak ulayat.

“Kami ingin mendengar arahan  dari Bapak Wapres. Agar kami bisa sharing  dengan sesama  demikian juga dengan marga marga lainnya,” ujar Effendi.

Menanggapai apa yang disampaikan oleh ketua PP PSBI tersebut, Wapres menyatakan  bahwa lambang negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Hal ini yang memperkuat bangsa.

“Sekarang baru terasa bahwa model Indonesialah yang bisa menjadi role model untuk  suatu negara, kerena ia bersatu. Seperti yang sering ditanyakan orang Eropa bagaimana Indonesia bisa  harmonis,  plural, dan bisa dijaga,’ ungkap Wapres.

Terkait dengan adat, Wapres menegaskan, bahwa hal itu diakui negara, namun pelaksanaannya tergantung masing-masing daerah.

“Memang lebih banyak pada urusan pertanahan untuk  hukum positifnya karena  hak-hak  ulayat dan sebagainya. Namun, hak ulayat tidak  memberi kepastian dalam hal bisnis, karena hak ulayat tidak bisa dijaminkan, sehingga tetap saja dibutuhkan sertifikat,” jelas Wapres.

Sementara terkait dengan perkawainan, Wapres mengatakan, negara hanya mencatat dalam catatan sipil seperti halnya masyarakat yang beragama Islam dicatatkan di Kantor Urusan Agama.

“Karena itu sudah  masalah personal,  mau pakai apa,  adat boleh agama boleh, karena negara  hanya mencatat,   tergantung  secara  pribadi masing-masing,” pungkas Wapres.

Di akhir pertemuan, Effendi menyampaikan, bahwa selai membuka Rakernas, Wapres diharapkan dapat berdialog dengan para peserta yang hadir, seperti halnya program kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa), dimana masyarakat dapat berinteraksi langsung menyampaikan pendapatnya.

Tampak hadir menyertai Effendi Simbolon, Ketua Harian PSBI Raden Simbolon, dan Sekjen PSBI Anthon Simbolon, Ketua Bidang SDM dan Ketenagakerjaan PSBI Irianto Simbolon, Ketua Bidang Organisasi PSBI Binsar Simbolon, Ketua Bidang Budaya dan Adat PSBI Muslim Simbolon, dan Ketua OC Rakernas PSBI Marhuale Simbolon. (KIP, Setwapres)