Jakarta-wapresri.go.id. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima kunjungan mahasiswa Master in Public Administration (MPA), Lee Kuan Yew (LKY) School of Public Policy yang dipimpin oleh Deputy Director, Institute of Water Policy, Leong Ching, di Kantor Wakil Presiden, Merdeka Utara, Kamis (1/12/2016). Kedatangan mahasiswa yang merupakan kelas senior sekaligus kelas unggulan dari pasca sarjana MPA ini untuk mendengarkan kuliah umum dari Wapres.

Ching menyampaikan, sekitar 120 orang Indonesia telah lulus dari LKY, yang semuanya  adalah pegawai pada instansi-instansi pemerintah. Sementara mahasiswa yang hadir saat ini, berasal dari berbagai negara seperti Tiongkok, India, Asia Tengah dan negara-negara ASEAN. Dalam kunjungan kali ini, Ms. Leong berharap kelas MPA bisa berdialog langsung dengan Wapres sebagai salah satu figur di kawasan. “Peran pemimpin  saat ini telah menjadi begitu penting ditengah-tengah keadaan dunia sekarang yang semakin tidak menentu”, ujar Leong.

Wapres menyambut baik kunjungan mahasiswa LKY ke Indonesia. Mengingat peserta mayoritas berasal dari Water Institute, Wapres menyampaikan bahwa dunia harus peduli terhadapat ketersediaan air. Air sebagai sumber kebutuhan primer, dipandang perlu mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah.

“Menurut saya, Indonesia harus belajar dari Singapura tentang bagaimana mereka mengelola air, walaupun dalam keadaan sebenarnya, Indonesia memiliki kawasan yang mengandung air lebih luas dari Singapura,” ujar Wapres.

Saat ini, Indonesia sedang fokus terhadapat pengelolaan air dan sanitasi. Wapres beranggapan bahwa setiap orang yang hadir disini, yang berasal dari berbagai negara dan kawasan, harus saling berbagi pengalaman dalam penanganan pengelolaan air, utamanya air bersih.

“Saat ini, di dunia hal yang paling terpenting dan dibutuhkan oleh semua orang adalah air, khususnya dalam bahasan-bahasan mengenai climate change,” ungkap Wapres

Wapres menjelaskan, kebutuhan air bersih adalah hal yang primer. Saat ini baru sekitar 60% dari masyarakat Indonesia menggunakan air bersih yang dikelola oleh perusahaan air bersih. Sebagian besar masyarakat bergantung pada sumber air dari sungai atau danau. Begitu pentingnya kebutuhan air di dunia, menjadikan air sebagai kebutuhan primer bagi seluruh masyarakat sehingga membuat nilai air bersih menjadi lebih mahal.

“Anda bisa hidup dua hari tanpa makanan, namun anda tidak dapat hidup sehari tanpa air,” tutur Wapres.

Belakangan ini, air juga bisa menjadi sumber masalah, selain sekedar hanya menjadi komoditi pokok yang dibutuhkan oleh setiap orang, air yang berlebihan dapat menimbulkan banjir, sementara kekurangan air dapat menimbulkan masalah ketahanan pangan. Rencana Indonesia lima tahun kedepan dalam pengelolaan air bersih adalah dapat menciptakan fasilitas air bersih yang dapat dipergunakan pada 10 juta rumahtangga.

“Mungkin institusi anda dapat memberikan masukan kepada kami dalam hal pengelolaan air bersih, khususnya pengelolaan air bersih dan sanitasi di perkotaan,” imbuh Wapres.

Wapres menyayangkan air bukanlah komoditi yang dapat dikomersialkan atau tidak memiliki nilai tinggi untuk dijadikan produk bisnis.

“Seharusnya air dapat dijadikan kebutuhan sosial yang bisa menarik pihak ketiga dalam pengelolaan sebagai bentuk bisnis. Air disini sangat murah, harganya berkisar 50 Cents USD per kubik”, pesan Wapres.

Hal lainnya yang diangkat oleh Wapres adalah pengembalian fungsi hutan. Dalam menjaga  kesinambungan ada atau kurangnya air adalah pengelolaan hutan sebagai penunjang ketersediaannya air. Keterkaitan atas pengelolaan hutan yang baik dianggap dapat meminimalisir adanya masalah-masalah kekurangan bahkan kelebihan air (banjir). Selain itu, masalah kabut asap karena terbakarnya lahan hutan yang belakangan ini mendapat perhatian khusus di kawasan, juga menjadi perhatian serius pemerintah. Digalakkannya pengembalian fungsi hutan sebagai bagian dari paru-paru dunia, dapat meredam terjadinya peristiwa-peristiwa yang dapat merugikan lingkungan sekitar.

“Baberapa waktu lalu Singapura memberikan protesnya terhadap dampak dari kebakaran hutan. Kami tidak ingin ini terjadi di negara kami, karena korban sebenarnya adalah penduduk Indonesia, bukan diluar Indonesia,” tegas Wapres.

Wapres menjelaskan bahwa kedua negara harus bekerjasama dalam penanggulangan masalah kabut asap dan kebakaran hutan.

“Kami tidak dapat bekerja sendiri, kami tidak bisa mengontrol cuaca dan arah angin bertiup. Kalau kami bisa mengontrol kearah mana berhembusnya angin, maka kami akan kirim kabut asap tersebut ke Samudra Hindia, bukan ke Singapura. Maka dari itu, kiranya kita dapat bekerja sama dalam hal penanggulangan masalah ini bersama-sama,” ajak Wapres.

Ironisnya, saat ini area hutan di Indonesia telah menurun jumlahnya menjadi 50% dalam kurun waktu 15 tahun.

Mengakhiri pertemuan, Wapres mengajak agar dalam menyikapi permasalahan lingkungan yang belakangan ini meningkat, seyogyanya semua negara bisa saling bekerja sama dalam menanggulangi dan juga melakukan pencegahan terhadap rusaknya hutan dan hilangnya ketersediaan air bersih.

Hadir mendampingi Wapres Jusuf Kalla Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Kasetwapres Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, dan Deputi Dukungan Kebijakan Pemerintah Dewi Fortuna Anwar. (KIP, Setwapres)