Jakarta-wapresri.go.id Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima President Board of Trustee (Majelis Wali Amanat) International Institute of Islamic Thought (IIIT) Prof. Dr. Abdul Hamid Abu Sulayman, di Kantor Wakil Presiden, Merdeka Utara, Senin, (3/10/2016). Kedatangan Abu Sulayman untuk berbagi pengalamannya terkait pemikiran Islam dan pendidikan, sebagai masukan bagi Pemerintah Indonesia yang berencana membangun Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

Meskipun kunjungan ke Indonesia adalah kali pertama bagi Sulayman, ia mengakui sangat terkesan dengan negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia ini. Ia meyakini Indonesia mampu melakukan perubahan sehingga menjadi referensi pemikiran Islam bagi negara-negara lain.

“Inshaallah, kita akan bangun peradaban Islam untuk dunia,” ujarnya.

Menurut Sulayman, masih banyak muslim yang salah menginterpretasikan makna dari ayat-ayat yang tercantum dalam Alquran. Sehingga yang terjadi banyak dari mereka yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Padahal terkait dengan kehidupan, kemanusiaan, bahkan keadilan semua membutuhkan Islam sebagai pedomannya.

Untuk itu, Sulayman menjelaskan, akal manusia dan ajaran Islam harus berjalan beriringan. Apabila suatu hal sudah masuk akal, harus dilihat lagi apakah sudah sesuai dengan ajaran Islam. Untuk itu, diperlukan pendidikan dalam memahaminya.

Menanggapi hal tersebut, Wapres mengungkapkan, Indonesia memiliki dua hal yang patut dibanggakan. Pertama, Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia. Kedua, Indonesia memiliki pemikiran yang sangat moderat, yakni Islam wasathiyyah, jalan tengah.

Wapres mengungkapkan keprihatinannya dengan banyaknya konflik yang terjadi di negara-negara Islam, seperti Syria, Iraq, Afganistan, Libya, dan Nigeria. Hal ini menyebabkan umat muslim di negara-negara konflik tersebut melakukan hijrah atau mengungsi ke negara-negara non-muslim. Padahal Rasulullah melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, sebagaimana yang baru diperingati pada 1 Muharram kemarin.

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, menurut Wapres, sudah selayaknya Indonesia berkontribusi mencari solusi atas permasalahan global tersebut. Namun, jarak Indonesia sangat jauh sehingga para pengungsi cenderung memilih Eropa untuk berhijrah.

Untuk itu, Wapres mengatakan, pemerintah Indonesia akan memberikan beasiswa pendidikan bagi warga negara yang negaranya sedang berkonflik seperti Syria.

Menurut Wapres, berbicara tentang pendidikan adalah berbicara tentang masa depan, yakni erubahan apa yang terjadi untuk tahun-tahun yang akan datang. Jika seseorang masih berpikir ke belakang, seperti membangga-banggakan kejayaan Islam dahulu, berarti cara berpikir orang tersebut seperti museum.

“Kita harus merubah cara pandang kita. Bagamana kita menjadi bangga untuk 1000 tahun yang akan datang. Masa lalu menjadi referensi, tetapi kebaggaan ada pada masa depan,” tegas Wapres.

Sebelumnya, lanjut Wapres, umat Islam banyak yang pergi ke Iraq untuk belajar tentang Islam. Namun, kini hal tersebut sulit dilakukan.

“Belajar tentang Islam berarti belajar tentang akhlaqul karimah [akhlak yang baik]. Lalu, apa yang bisa dipelajari jika mereka saling membunuh,” tutur Wapres.

Dalam waktu dekat, jelas Wapres, akan dibangun universitas Islam internasional di Indonesia. Universitas ini dikhususkan untuk program pasca sarjana dengan mengundang para ahli dari seluruh dunia. Dengan adanya universitas tersebut, diharapkan Indonesia dapat menjadi kiblat pemikiran Islam dan membawa Islam yang rahmatan lil ‘alamiin.

“Bagaimana mengharmonisasikan Islam, pengetahuan, akhlak dan peradaban,” imbuh Wapres.

“Jadi tidak hanya belajar tentang Islam, tetapi juga turut mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari,” lanjutnya.

Abu Sulayman melihat Indonesia memiliki potensi tersebut. Menurutnya, Indonesia negara yang besar dan memiliki market yang besar pula.

“Mereka [negara-negara berkonflik] membutuhkan Indonesia. Di bawah kepemimpinan anda, saya yakin anda dapat melakukan perubahan besar. Dengan dibangunnya universitas Islam internasional di Indonesia, anda akan menyelamatkan dunia Islam,” ucap Abu Sulayman.

International Institute of Islamic Thought (IIIT) adalah institusi swasta, non-profit, dan bergerak di bidang akademis, kebudayaan, dan pendidikan, yang concern terhadap isu-isu terkait dengan pemikiran dan pendidikan Islam. Institusi ini didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1981. IIIT merupakan institusi independen yang tidak berpihak pada politik lokal, orientasi partai, dan bias ideologi.

Hadir mendampingi Abu Sulayman, IIIT Representative di Indonesia Mohammad Siddik dan Habib Chirzin, IIIT Representative South Asia, Kuala Lumpur, Shahran Kasim. Sementara Wapres didampingi oleh Kepala Setwapres Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin, dan Ketua Tim Perumus Proyek Pembangunan UIII Komaruddin Hidayat. (KIP, Setwapres)