DI JAKARTA CONVENTION CENTER (JCC) SENAYAN, JAKARTA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Selamat malam, salam sejahtera untuk semuanya.

Yang saya hormati Saudara Gubernur Bank Indonesia, selaku shohibul bait, Bapak Ketua Lembaga Negara dan Ketua DPD, Wakil Ketua DPR dan BPK, serta teman-teman Anggota DPR, Ketua OJK, para Menteri, Para Gubernur dan seluruh hadirin-hadirat yang saya hormati.

Marilah kita selalu menyampaikan ucapan syukur atas kehadiran kita semua dalam malam yang berbahagia ini. Dan saya, pemerintah menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Bank Indonesia dan seluruh pimpinan Bank Indonesia atas kerja keras dan usaha selama ini sehingga kita dapat mencapai hal-hal yang baik, seperti yang tadi telah diuraikan oleh Saudara Gubernur.

Dari sisi pemerintaah Bank Indonesia adalah partner yang baik untuk menjalankan kegiatan-kegiatan nasional kita, khususnya dibidang ekonomi menuju tujuan bernegara kita yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Itu tujuan Negara, karena Bank Indonesia bagian dari bernegara yang tentu kepala negaranya Presiden. Tentu juga Bank Indonesia, hubungannya dengan pemerintah adalah independen dengan musyawarah. Kenapa? Karena Undang-undang Bank Indonesia, khususnya setelah direvisi pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 menjelaskan bahwa pasal 7 dalam pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia, kebijakan moneter, harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Tapi di lain pihak, juga dijelaskan pada pasal yang lainnya bahwa pemerintah wajib meminta pandangan Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakannya dan wajib mengundang Bank Indonesia dalam rapat kabinet. Jadi itu hubungannya luar biasa, satu wajib mendengarkan pemerintah, satu wajib mengundang Bank Indonesia ke Sidang Kabinet, itu Undang-undang menyatakan begitu, sehingga yang dimaksud independen ialah independen dengan musyawarah, tidak lepas seperti itu, karena itu jelas di isi dalam Undang-undang. Kenapa demikian? Karena kita mempunyai tujuan yang sama untuk memajukan negeri ini.

Tadi sudah dijelaskan bahwa memang dalam hal tertentu kita mempunyai ukuran-ukuran keberhasilan yang berbeda sesuai dengan tugas masing-masing. Bank Indonesia selalu mengukur keberhasilan dalam nilai tukar dan inflasi. Tapi pemerintah mengukur keberhasilannya dalam pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.

Bagaimana menyeimbangkan dua hal ini? Stabilitas mata uang rupiah dan inflasi pada saat yang sama harus meningkatkan pertumbuhan dan memperbesar lapangan kerja. Di situ letaknya kita selalu berkoordinasi bagaimana hal ini dapat terjadi. Kita tidak bisa masing-masing pihak menjalankan kebijakan masing-masing secara independen, karena diikat oleh Undang-undang dimana Bank Indonesia harus mendengarkan pemerintah, kebijakannya dan pemerintah harus mendengarkan Bank Indonesia dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah. Itulah inti daripada malam ini.

Tadi saya sudah mendengarkan Bank Indonesia, sekarang Bank Indonesia mendengarkan pemerintah, apa maksud dari pemerintah, supaya kita, jangan salah paham, sering dikatakan Bank Indonesia independen, karena dulu berat, siapa yang mencampuri Bank Indonesia mesti penjara 2 tahun dan bayar denda 2 milyar rupiah. Sekarang dengan Undang-undang baru tidak lagi, karena harus saling mendengarkan, kan begitu kan. Jadi itulah makna daripada hubungan Bank Indonesia dan pemerintah bahwa masing pihak harus saling menjalankan, dan saling terikat pada hubungan kerja itu.

Bapak-Ibu sekalian,

Memang Bank Indonesia juga dengan aturan-aturan yang baru, tentu tujuannya tetap berat walaupun secara administrasi sudah mulai ada lembaga-lembaga yang berjalan bersama-sama BI, ada OJK, ada LPS yang untuk menjalankan tugas kebersamaan itu. Jadi pemerintah makin banyak koordinasinya, akibat lembaga yang terpecah ini semuanya. Tapi ini tentu masing-masing menjalankan tugasnya dengan tujuan yang sama, menjalankan pemerintahan agar kesejahteraan naik, pertumbuhan naik dan lapangan kerja meningkat di negeri ini. Jadi apabila ada hal-hal yang keluar daripada tujuan bersama maka tentu kita harus saling mengoreksinya, saling mengoreksinya. Karena tanpa itu, pemerintah tidak boleh bertindak sampai inflasi naik, tapi Bank Indonesia juga harus menjalankan kebijakannya agar pertumbuhan naik, agar lapangan kerja tercapai, tidak boleh saling melanggar tujuan itu, karena itulah saya katakan independen dalam musyawarah. Itulah antara kita menjalankan seperti itu tugas-tugas masing-masing kenegaraan.

Nah, sekarang bagaimana keadaan kita? saya kira sudah dijelaskan dengan sangat rinci, dengan baik oleh Saudara Gubernur Bank Indonesia bahwa ekonomi dunia ini tidak bisa lagi terpisah-pisah, selalu terjadi sesuatu interdependensi satu sama lain. Kita tidak bisa mengatakan, “ah itu negeri anda, negeri saya, tidak mungkin lagi terjadi perbedaan-perbedaan. Kalau China turun ekonominya, kita tidak bisa mau jual ke China, kita tidak bisa menjual ke China, pendapatan kita turun.

Begitu juga Amerika, begitu juga Eropa maka apabila tiga daerah ini menjadi bermasalah maka hampir semuanya juga bagian-bagian melemah. Namun masing-masing negara mempunyai kelebihan-kelebihan tersendiri dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi ini, dan mempunyai kekuatan-kekuatan tersendiri untuk mengatasi masalahnya walaupun mempunyai sebab yang sama.

Kalau kita lihat, pengalaman adalah guru yang baik supaya kita tidak mengulangi. Secara singkat apa yang menyebabkan ekonomi Amerika menurun? kita tahu semua, defisitnya besar, karena ongkos perangnya sangat besar, mengalami krisis karena bubble dalam hal-hal moneternya sehingga akibatnya seperti ini. Artinya perang dan kebijakan-kebijakan moneter yang terlalu los dan luar biasa menyebabkan masalah.

Apa yang terjadi di Eropa? Di Eropa adalah terlalu besarnya sistem sosialnya yang tinggi sehingga kemudian terjadi banyak masalah-masalah di beberapa bagian Eropa, Yunani, Spanyol, tapi karena dia terikat dalam suatu Euro maka satu Negara menyebabkan juga melemahkan negara lain, dan juga akibat-akibat seperti itu.

Apa yang terjadi di China? China over investment, di bidang-bidang industri dan infrastruktur negerinya, sehingga begitu ada penurunan permintaan di banyak negara, langsung dia menjadi over capacity dan over capacity menyebabkan tentu masalah pengangguran, masalah kapasitas yang tidak terpakai, maka masalah kemudian terjadi. Semua masalah ini tentu menyebabkan akibab-akibat lainnya, yaitu tadi, karena di sini over capacity, terjadi penurunan produksi maka tentu ekspor Indonesia harga-harga turun, efeknya pendapatan batubara turun, sawit turun, karet turun, akibatnya pendapatan di Kalimantan turun, pendatan di Sumatera turun, akibatnya pasti kurang membeli hasil industri, di Jawa terjadilah penurunan-penurunan tertentu di negeri ini.

Nah, apa akibat selanjutnya? Apa yang harus dibuat? Apa kelebihan kita? Kelemahan kita, kita harus balik menjadi kekuatan kita. Apa kelemahan kita yang digambarkan tadi? Kita masih banyak mengimpor, beras pun masih kita impor, jagung kita impor, apa lagi coba, itu kelemahan yang kita harus jadikan kekuatan. Kita masih mengimpor baja, kita masih mengimpor barang-barang lain yang tinggi dan sebagainya dan sebagainya, itulah kekuatan yang kita harus dipakai untuk mengatasi masalah.

Kalau kita masih mengimpor jagung, kita mengimpor gula maka dengan mudah sebenarnya kita atasi dengan meningkatkan produktivisanya. Tadi pagi, kita butuh baja 11 juta ton, kita punya produkvitas baru 4 juta ton maka kita butuh 7 juta ton. Tadi pagi baru ditandatangani antara Krakatau Steel dengan Posco Korea untuk meningkatkan 7 juta ton itu. Jadi di dalam kesulitan, kita investasi, karena itu adalah mengatasi masalah. Artinya adalah mengatasi masalah di negeri kita ini ialah dengan produktivitas yg tinggi pada barang-barang yang kita hasilkan agar menutup impor, karena suatu Negara apabila sulit mengekspor maka dia harus menurunkan impornya, tidak ada jalan lain, itu teori apapun hanya di situ, apabila ekspor turun maka mesti turun juga impornya, dengan cara produktivitas dinaikkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kekuatan kita adalah, karena kita mempunyai penduduk yang cukup untuk menjadi konsumen sekaligus menjadi produsen. Tentu tidak segampang Singapura yang penduduknya 4 juta atau Malaysia 25 juta, karena kita mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi, yang baik, cuma yang tidak ada ialah daya beli pada dewasa ini, karena pendapatannya menurun. Nah, akibat itu diperbaiki ialah tentu bagaimana meningkatkan daya beli dengan produktivitas, dengan persaingan.

Apa kelemahan persaingan kita? Ada 4 kelemahan persaingan kita, bersaing dengan negara lain. Yang pertama sektor keuangan, karena tingkat bunga kita masih lebih tinggi dibanding Negara-negara di sekeliling kita. Kalau kita masih tingkat bunga dipatok masih 10, 11%, 12%, di Malaysia 5%, kita kalah di situ, apalagi di China, sektor keuangan.

Yang kedua sektor logistik dengan infrastruktur, karena itulah kita mengejar infrastruktur itu, sekaligus memberikan lapangan kerja, jalan, jembatan, pelabuhan, listrik dan sebagainya. Ketiga, birokrasi yang masih panjang dan mahal. Karena itulah, dari beberapa kebijakan itu ada 3 kebijakan untuk mempercepat birokrasi ini. Dari ijin 1 bulan harus menjadikannya 2 hari, 3 hari ataupun 3 jam. Itu mempercepat birokrasi itu. Kedua tentunya itulah yang paling mendasar dari persaingan ini. Karena itulah maka apabila saya berbicara di sini, di teman-teman yang menggeluti sektor keuangan, marilah kita selesaikan efisiensi bangsa di sektor keuangan.

Kita tidak mungkin membangun, teori apapun yang kita pakai, selalu mengatakan, apabila bunga tinggi maka pasti investasi rendah. Tadi juga disampaikan, kenapa pembiayaan pembangunan ekonomi Indonesia 90% masih sektor perbankan dan hanya 10% saham. Hal yang sama tadi bicara di bursa, tidak mungkin orang membeli saham selama bunga deposito masih 8-10%, sekian %, tidak mungkin, orang lebih pasti mendapat 8% daripada deposito atau berapapun nilainya, dibanding membeli saham yang belum pasti berapa dia dapat. Tapi coba kalau bunga depositonya hanya 4-5% seperti di Malaysia ataupun di Singapura, atau dimanapun, pasti orang pilih beli saham, lebih baik. Nah, ini suatu kontradiksi yang harus diselesaikan dari sisi kita semua, karena dimanapun ini tidak mungkin terjadi dua-duanya, bunga tinggi, investasi tinggi, tidak akan terjadi, mesti salah satunya dipilih untuk kita semua.

Nah, begitu juga apabila kita bicara inflasi, inflasi itu adalah suatu high cost, salah satu cost, tingkat cost yang tinggi dibanding negara-negara lain. Di Indonesia saya katakan, cost di sektor keuangan, logistik dan birokrasi. Pemerintah sudah akan menurunkan biaya ijin-ijin dan sebagainya dan prosedur, dan memperbaiki infrastruktur agar logistik lebih mudah, nah tentu gilirannya adalah bagaimana memperbaiki biaya di sektor keuangan ini.

Pemerintah hanya bisa memperbaiki di sektor UKM. Karena itulah maka dengan apapun biayanya, pemerintah menurunkan biaya atau bunga UKM, KUR, dari 22% ke 12%, ini keterlewatkan memang, terus terang keterlewatan, tolong anda selalu, minta maaf, dulu Bank Indonesia, Ketua OJK mengontrol seperti ini, jangan ada ketidakadilan di negeri ini. Masa bunga untuk korporasi lebih rendah 10% dibandingkan dengan UKM, tidak ada negara di dunia yang menjalankan itu, cuma kita yang menjalankan itu. Karena itu pemerintah, dengan biaya berapapun harus menurunkan bunga KUR. Kita terkecoh di sini, bahwa pemerintah sudah menjamin segala kredit KUR itu tapi masih memakai 22% yang lalu, apapun teorinya itu, tidak bisa terjadi di negeri yang Pancasilais ini, lebih mahal bunga untuk UKM dibanding dengan korporasi.

Saya sebagai pengusaha dulu sebenarnya tidak rela seperti ini, karena itu dalam pemerintah, turunkan!, apapun resikonya. Harus, tahun depan 9%, kita harus jalankan itu, apapun resikonya, karena inilah cara, negara, negara tidak ada yang berontak kalau pertumbuhannya itu rendah. Tapi Negara apapun terjadi masalah kalau keadilannya tidak tercapai. Ini kan ketidakadilan yang harus dikontrol baik oleh BI dan juga OJK, jangan terjadi ketidakadilan dalam sistem keuangan di bangsa ini. Di bangsa apapun, konflik terjadi karena ketidakadilan, tidak karena pertumbuhan. Karena itulah maka saya minta ini di sisi lain diperbaiki hal yang seperti ini.

Bapak-Ibu sekalian,

Nah, dari sisi itu, apabila kita memperbaiki ini, dengan potensi yang ada ini, saya yakin bahwa pertumbuhan dengan investasi, karena tidak ada suatu pertumbuhan, dimanapun di dunia ini dengan hanya kebijakan moneter. Semua pertumbuhan, dimanapun di dunia ini hanya dengan produktivitas. Kebijakan moneter harus mendukung produktivitas, kita tujuannya produktivitas. Tidak perlu kita dengan alasan apapun, Fed-lah, naikkan bunganya, apapun naik bunganya, bukan alasan itu untuk menolong republik ini.

Jangan para penasehat, jangan para analis keuangan hanya tiap hari bicara bunga-bunga bank, apa urusannya bunga bank itu, Fed paling tinggi naik ¼%, itu menjadi berita besar di Amerika karena bunganya 1/4 %, naik ¼% berarti naik 100% bunga itu. Sampai di Indonesia dengan 7,5% BI rate, naik ¼%, dollar tidak ada soalnya di Indonesia. Orang akan tetap tertarik untuk makan itu, tapi jangan kita dimakan dengan hal itu, jangan dimain-mainkan itu di republik ini. Jangan terlalu seperti itu, tolong di-entertain produktivitasnya, tidak di-entertain masalah keuangannya, walaupun keuangan itu penting.

Apa itu uang? uang ukuran kekayaaan, kekayaaan adalah aset itu, sawah itu, pabrik itu bukan uangnya, uang hanya ukurannya saja. Itulah tentu makna daripada kita berbicara bagaimana mensinkronkan kebijakan itu. Karena itulah maka dengan pengertian ini, saya sangat menghargai, semua kita hadir disini, tapi tujuan kita hadir di sini ialah untuk memajukan bangsa ini, memberikan kemakmuran bangsa ini dengan produksivitas yang tinggi. Begitu juga meratakan negeri ini, daerah-daerah, karena gubernur hadir di sini, ada dari Jawa, dari Indonesia Timur, ada dari Sumatera, secara bersama-sama memajukan negeri ini. Semua daerah mempunyai kelebihan-kelebihan yang harus dijamin dan harus dibantu. Karena itulah pemerataan di bidang layanan infrastruktur, layanan perbankkan, bunga yang stabil, inflansi yang stabil adalah sesuatu yang baik. Inflansi yang sedang-sedang, yang rendah bukan sesuatu penyakit yang istimewa.

Kadang-kadang orang selalu berfikir karena dianggap inflasi selalu berbahaya maka deflasi dianggapnya kebaikan, padahal jauh lebih berbahaya deflasi daripada inflasi, asal jangan ketinggian. Kita pernah mendapat perlakuan kebijakan yang sangat keliru pada jaman, pada saat krisis tahun 1998. IMF mengajarkan kalau kita untuk mengatasi ini, naikkan bunga, naikkan bunga terus inflasi naik terus sehingga bunga naik 60%, inflasi 75%, karena selalu percaya hanya selalu kebijakan moneter dapat memperbaiki segala-galanya. Maka bunga dinaikkan ke atas, inflasi lebih naik lagi ke atas maka hancurlah republik ini, sampai sekarang kita masih bayar itu, janganlah terulang kebijakan itu. Inilah suatu pelajaran yang sangat berharga untuk republik ini.

Sama dengan, saya juga tidak akan pernah setuju apabila masalah kerusakan di perbankan dibayar oleh rakyat, tidak akan pernah terjadi selama saya masih ada di pemerintahan. Apa yang terjadi? tanggung jawab yang membuatnya, bukan rakyat yang menanggungnya, yang kena kita banyak pada waktu itu, itulah dosa terbesar pengambil kebijakan, bahwa apa yang diperbuat di sektor kauangan, dibayar dengan APBN, dibayar oleh rakyat. Itulah resiko yang dibayar sampai sekarang oleh bangsa ini, yang mungkin 30 tahun lagi baru selesai. Jadi kita tidak boleh seperti itu, kita harus betul-betul, semua menjalankan ini dengan betul, percaya bahwa masing-masing harus bertanggung jawab kepada apa yang dibuatnya.

Karena apapun yang terjadi, pengalaman tahun 2008, semua ingin mendesak bailout, semua mau blanket guarantee, untung kita tidak lakukannya, hampir kita terjadi krisis yang kedua yang besar-besaran. Inilah tentu menjadi bahagian kebijakan yang mengharuskan kita berhati-hati tetap menjaga keadilan, menjaga pertumbuhan. Dan sekali lagi saya mengharapkan di sini, kita maju bersama bukan maju satu ke kiri, satu ke kanan, tujuannya ialah pertumbuhan dan lapangan kerja untuk mencapai kemakmuran yang adil bangsa ini. Terima kasih.

Wassalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh