Nusa Dua, Bali. Sejarah penggunaan energi di Indonesia mengalami perkembangan. Jika sebelumnya pembangkit listrik menggunakan diesel, tenaga uap, ataupun batubara, kini menggunakan geothermal atau hydro yang termasuk dalam energi bersih (clean energy). Berbicara mengenai clean energy bukanlah hal yang mudah dilakukan, karena diperlukan tahapan-tahapan yang baik. Biaya clean energy pun lebih mahal dari energi yang biasa digunakan. “Karena itulah, pada akhirnya yang dapat menyelesaikan ini adalah teknologi dan kerjasama,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Bali Clean Energy Forum (BCEF) 2016, Bridging The Gap Promoting Global Partnership, di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, (11/2/2016).

Dalam hal teknologi, Wapres mencermati, banyak negara yang memiliki kemampuan, tetapi kurang memiliki teknologi. Sementara banyak negara yang memiliki teknologi, tetapi tidak mempunyai sumber daya alam yang memadai. “Indonesia dalam hal ini beruntung, bahwa komponennya lengkap dalam hal renewable atau clean energy,” ungkap Wapres.

Lebih jauh Wapres menjelaskan, Indonesia memiliki sumber gas yang cukup, bahkan untuk mengekspor ke luar negeri. Untuk itu potensi gas ini akan dengan mudah dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk masa yang akan datang.

Sebagai negara dengan iklim tropis, Indonesia memiliki kemampuan dalam membuat solar energi, karena di Indonesia sepanjang tahun lebih banyak mendapatkan sinar matahari. Indonesia juga memiliki banyak gunung berapi, artinya Indonesia memiliki sumber geothermal, yang mencapai 40 persen dari sumber yang ada di seluruh dunia. Di samping itu, Indonesia merupakan negara archipelago (kepulauan), sehingga menjadi sumber angin yang penting. Di tambah lagi, Indonesia memiliki banyak sungai, artinya memiliki kemampuan membangun hydro electric.

Selain teknologi, kerjasama dibutuhkan untuk menciptakan clean energy. Untuk itu Wapres mengajak para investor yang hadir, baik dalam dan luar negeri untuk berinvestasi khususnya terkait clean energy. Wapres mengungkapkan, pemerintah telah membuat peraturan-peraturan dan prosedur yang memudahkan investor untuk berinvestasi. “Para Gubernur yang hadir di sini tentu telah memahami aturan-aturan yang dipermudah, sehingga kesepakatan kita maju secara bersama-sama,” ucap Wapres.

Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan bahwa Bali Clean Energy Forum diselenggarakan oleh Kementerian ESDM bekerja sama dengan International Energy Agency (IEA). IEA adalah badan energi dunia yang beranggotakan 29 negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang saat ini sangat gencar mendorong penggunaan clean energy. Tahun lalu, Indonesia bergabung dengan IEA dan menjadi anggota asosiasi pertama non OECD, bersama dengan Tiongkok dan Thailand.

Said menambahkan, hasil dari forum ini akan dikonsolidasikan dalam sebuah dokumen yang diberi nama: Misi Bali untuk Pengembangan Energi Bersih. “Misi Bali akan menjadi kerangka kerja perwujudan energi bersih nasional dan kontribusinya dalam konteks regional dan global dalam mewujudkan pembangunan dunia yang berkelanjutan,” ujar Said.

Selanjutnya Said melaporkan bahwa akan dilakukan penandatangan berbagai kesepakatan dibidang clean energy dan renewable energy dengan total investasi sebesar 47.2 triliun rupiah. Investasi ini diharapkan nantinya akan menyerap tenaga kerja lebih dari 18.000 orang. “Seluruh investasi ini mendorong pencapaian target energi bersih nasional sekaligus memperkuat ekonomi dan kapasitas manusia nasional,” ucap Said.

Sementara Gubernur Bali I Made Mangku Pastika menyampaikan, pemilihan Bali sebagai lokasi penyelenggaraan forum, karena Bali akan menjadi Pusat Kawasan Energi Bersih pertama di Indonesia. Di samping itu, di Bali akan diluncurkan Center of Excellence sebagai pusat pengembangan, penelitian, dan fasilitasi investasi proyek clean energy. “Keberadaan proyek pengembangan clean energy di Bali diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian Bali sejalan dengan 5 Filosofi Dasar Pembangunan Bali yang pro-growth, pro-poor, pro-job, pro-environment, dan pro-culture,” ujar I Made.

BCEF dihadiri lebih dari 1.000 partisipan, terdiri dari perwakilan negara-negara didunia, perwakilan dunia usaha, para ahli bidang energi, perwakilan masyarakat sipil, media nasional dan internasional, serta generasi muda. (Siti)