Jakarta, wapresri.go.id – Kehidupan berbangsa dan bernegara akan mencapai harmoni saat toleransi dan keadilan tercipta.

“Inti dari toleransi adalah saling menghormati, baik dari kelompok mayoritas kepada minoritas maupun sebaliknya dari kelompok minoritas kepada mayoritas,” pesan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat membuka secara resmi Halaqah Nasional Ulama dan Cendekiawan di Hotel Millennium, Jakarta, Kamis (16/11) malam.

Indonesia, lanjut Wapres, patut bersyukur karena dinilai oleh dunia memiliki toleransi terhadap sesama cukup tinggi. Hal ini misalnya, ia mencontohkan, terlihat dari hari libur resmi nasional.

“Dari 15 hari libur nasional dalam setahun, 12 hari di antaranya adalah hari libur keagamaan: 5 hari untuk Islam, 3 hari untuk Kristen dan Katholik, 1 hari untuk Buddha, 1 hari untuk Hindu, dan 1 hari  untuk Konghucu,” terang Wapres.

Wapres mengatakan, meski jumlah penganut beberapa agama cukup sedikit, bahkan ada yang kurang dari 1 persen, mereka tetap memperoleh hari libur keagamaan.

“Coba bandingkan dengan Inggris. Meski penduduk muslimnya kini mencapai 3 hingga 4 persen, mereka tidak memperoleh hari libur saat Idulfitri atau Iduladha,” kata Wapres.

Keadilan, Wapres mengatakan, juga harus diwujudkan untuk mencapai kehidupan yang harmonis.

Wapres mencatat dari 15 konflik besar yang terjadi di Indonesia setelah merdeka 10 di antaranya dipicu oleh ketidakadilan. Ia mencontohkan, konflik Aceh yang berlangsung selama lebih dari 30 tahun sejatinya dipicu karena ketidakadilan di bidang ekonomi, sementara konflik di Ambon pada 1999–2002 pada dasarnya disebabkan oleh ketidakadilan di bidang politik.

“Muncul pertanyaan kemudian mengapa agama bisa diseret ke dalam konflik-konflik itu? Karena agama adalah sentimen yang mudah disulut,” jelasnya.

Di sinilah, pesan Wapres, ulama memiliki peran sentral dalam meluruskan pemahaman agama yang keliru yang mengarah pada terorisme dan radikalisme.

Selain itu, lanjutnya, ulama juga diharapkan dapat mendorong umat mengembangkan entrepreneurship untuk membangun kemandirian dan menekan kesenjangan dan ketidakadilan di bidang ekonomi.

“Nabi tidak hanya mengajarkan annikahu sunnaty, nikah itu sunahku, tetapi juga attijaratu sunnaty, berniaga, menjadi entrepreneur itu juga sunahku,” tegas Wapres.

Sebelumnya, Amin Abdullah, Dewan Pembina Maarif Institute, mengatakan forum yang bertema “Peran Ulama dalam Membangun Kehidupan Bangsa yang Harmoni” ini akan berlangsung dari 16 hingga 19 November 2017.

“Dalam pertemuan selama tiga hari ini diharapkan akan lahir pemikiran alternatif yang progresif dan moderat untuk menghadapi tantangan kontemporer dalam kehidupan nasional,” ujar Amin.

Halaqah Nasional Ulama dan Cendekiawan 2017 ini diinisiasi oleh Maarif Institute dan didukung oleh Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU), dan Unit Kerja Presiden Presiden Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). (FM, KIP Setwapres)