Jakarta, wapresri.go.id – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dapat dijadikan momentum refleksi (muhasabah) dan hikmah luhur (al-hikmatul ‘ulya) dalam membangun rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara. Selain mempunyai sifat-sifat terpuji sejak usia muda, Nabi Muhammad SAW juga dikenal memiliki kecerdasan yang luar biasa (fathanah), karena itu ia menjadi satu-satunya manusia yang paling pantas dijadikan teladan dan role model dalam semua hal.
“Oleh karena itu, dalam kesempatan Maulidurrasul ini, mari kita sebagai umat sayyidina Muhammad mencontoh dan meneladani sifat dan karakter beliau. Sehingga kehadiran kita menjadi suluh bagi orang lain,” ajak Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin pada acara Maulid Akbar dan Do’a Untuk Keselamatan Bangsa yang digelar secara daring oleh Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dari Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (29/10/2020).
Dalam perjalanan historis, Nabi Muhammad SAW membuktikan bahwa perubahan peradaban dari masyarakat yang diliputi kebodohan (jahiliyah) menuju umat terbaik (khaira ummah) dapat dilakukan. Rasulullah berhasil memimpin perubahan yang fundamental tersebut hanya dalam tempo 23 tahun.
Lebih lanjut, Wapres menuturkan bahwa setidaknya terdapat lima hal penting apabila diperhatikan dari perjalanan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan perubahan.
Yang pertama, kata Wapres, perbaikan akhlak dan mental sebagai prioritas, karena merupakan pondasi khaira ummah.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak,” terang Wapres menyitir hadist Nabi.
Sebelum diangkat sebagai nabi, urai Wapres, Muhammad muda sudah dikenal sebagai figur berkarakter mulia. Karena akhlaknya yang baik, jujur, dan dapat dipercaya, sehingga oleh penduduk Mekkah pada saat itu, ia diberi gelar “Al-Amin“.
Lebih dalam, Wapres menceritakan bagaimana Rasulullah secara intensif mendidik para sahabat generasi awal pemeluk Islam, di Bait al-Arqam, Makkah. Para sahabat inilah yang kemudian menjadi garda depan penerus Nabi. Selain itu, sebelum Nabi hijrah ke Madinah, para sahabat dari kota yang awalnya bernama Yatsrib itu, juga dikader Nabi ketika mereka tengah berniaga ke Mekkah.
“Nabi juga mengutus sahabat terkemuka, Mus’ab bin ‘Umair, untuk mengajarkan akhlak, mental, serta akidah yang kuat kepada penduduk Yatsrib,” kisahnya.
Yang kedua, terang Wapres, Nabi dapat mempersatukan suku-suku yang bermusuhan dengan elegan. Wapres menceritakan bahwa di awal masa kenabian, masyarakat Arab terfragmentasi dalam beberapa kabilah. Adapun masing-masing kabilah diselimuti fanatisme golongan yang kuat.
“Supremasi suku diukur dari dominasi kekuatan tempurnya, disusul supremasi ekonomi. Antar suku berebut pengaruh dan saling menundukkan. Jika kekuatan berimbang, permusuhan antar suku bisa berlangsung lama,” paparnya.
Yang ketiga, urai Wapres, Nabi berhasil mempersaudarakan kaum Muhajirin yang hijrah dari Makkah ke Madinah, dan kaum Anshar, tuan rumah di Madinah. Berbagai kebutuhan kaum Muhajirin pada saat itu dipenuhi para sahabat Anshar dengan sukarela.
“Rasulullah datang membawa ajaran bahwa perbedaan suku seharusnya tidak menjadi penyebab terjadinya permusuhan dan peperangan, tapi seharusnya menjadi kekuatan untuk saling mengenal dan bekerjasama. Permusuhan harusnya dilakukan bukan karena perbedaan suku, tapi atas kejahatan dan kezaliman,” tegasnya.
Yang keempat, jelas Wapres, penegakan keadilan hukum. Nabi sangat menekankan bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum.
“Setiap kejahatan yang dilakukan oleh siapa saja pasti diproses hukum sesuai dengan kadar kesalahannya. Rasulullah telah menjalankan secara konsisten kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), yang saat ini kita kenal sebagai salah satu prinsip hukum,” jelasnya.
Yang terakhir, urai Wapres, Nabi merombak sistem ekonomi berbasis riba. Nabi juga meletakkan dasar sistem ekonomi yang berkeadilan dan berakhlak. Sejak muda, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai pelaku bisnis yang andal dan terpercaya. Aktivitas ekonomi yang diajarkan Nabi tidak semata untuk menumpuk pendapatan, namun juga diimbangi dengan pemerataan pemanfaatannya. Optimalisasi kepemilikan aset diperbolehkan, selama tetap menjaga keseimbangan, agar kekayaan tidak dimonopoli pihak tertentu.
“Rasulullah sangat memperhatikan pemerataan ekonomi ini, sebab hal itu menjadi salah satu pilar perubahan masyarakat yang dilakukan oleh beliau. Kesenjangan ekonomi yang lebar bisa menjadi bom waktu terjadinya kerusuhan sosial, yang pada gilirannya bisa menghancurkan negeri tersebut,” tuturnya.
Menutup sambutannya, Waprespun mengajak agar lima pilar langkah Nabi dalam menggerakkan perubahan tersebut patut diteladani dan terus digelorakan sebagai inspirasi gerakan nasional menuju Indonesia Maju, meski saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan pandemi Covid-19.
“Kita bangsa Indonesia yang bagian terbesar penduduknya beragama Islam sangat layak untuk meneladani apa yang telah beliau lakukan. Sehingga bangsa kita bisa bangkit dan menjadi bangsa terbaik di masa mendatang,” pungkas Wapres. (RN, KIP-Setwapres)