Banda Aceh. Tsunami yang terjadi di Aceh 10 tahun lalu menimbulkan rasa kesetiakawanan dan sosial yang luar biasa. Bahkan bantuan datang tidak hanya dari Sabang sampai Merauke, tapi dari seluruh dunia, dan telah membangkitkan kembali Aceh.

Saat itu, ucap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, kita berada di lapangan Blang Padang, lapangan yang juga digunakan sebagai puncak peringatan 10 tahun tsunami. “Waktu dulu, ribuan jenazah terkapar di tempat ini, semua air mata melimpah pada waktu itu. Semua perasan manusia telah tertumpah pada saat itu. Bingung, sedih, ketakutan dan doa,” ujar Wapres ketika memberi sambutan pada Puncak Peringatan 10 tahun Tsunami di Blang Padang Banda Aceh, Jumat 26 Desember 2014.

Wapres mengakui saat mengikuti rangkaian peringatan 10 tahun tsunami, dirinya sempat menitikkan air mata, padahal saat terjadi bencana tsunami dirinya tidak meneteskan air mata sedikit pun. “Kalau saya menangis siapa lagi yang membantu rakyat,” ujar Wapres menjelaskan kondisi saat itu. Untuk itu, Wapres mengajak seluruh peserta peringatan 10 tahun tsunami untuk membacakan Al-Fatihan bagi seluruh arwah, seluruh syahid.

Pada waktu tengah kebingungan membayangkan apa yang terjadi di Aceh pada saat terjadi tsunami, Wapres berusaha mengontak Gubernur Aceh, tapi sedang berada di Jakarta, dan Pangdam tidak bisa dihubungi. “Apa yang dirasakan masyarakat di Aceh saat itu, ketakutan, penderitaan, dan musibah,” ujar Wapres.

Saat mendengar pertama kali, diberitakan korban yang meninggal sebanyak 60 orang. Wapres pun langsung mengabari Presiden yang saat itu sedang berada di Papua. Dengan cepat, Wapres meminta tokoh-tokoh Aceh yang berada di Jakarta, diantaranya Sofyan Djalil yang saat itu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.

Saat tokoh-tokoh Aceh itu tiba di Banda Aceh, dilaporkan 5000 orang meninggal. Dan ketika Wapres tiba pada keesokan harinya, korban meninggal meningkat lagi menjadi 20 ribu, dan terus meningkat hingga lebih dari 100 ribu orang meninggal. “Itulah korban terbesar, pelajaran kita semua, sesuatu yang berat apapun beratnya, dapat diselesaikan dengan kebersamaan dan kesetiakawanan,” ucap Wapres.

Ketika terjadi bencana tsunami, Aceh tertutup. Wapres memintah agar segera dibuka, sehingga yang mengirimkan bantuan dapat segera tiba di lokasi yang membutuhkan. Upaya lainnya yang perlu dilakukan adalah mengembalikan kehidupan normal masyarakat Aceh.

Pemerintah mengambil beberapa langkah, diantaranya dengan mengadakan tanggap darurat, rumah sederhana sebagai tempat berlindung. Tetapi upaya pertama adalah membersihkan dari seluruh puing-puing. “Kenapa dibersihkan? “Karena masyarakat pada saat itu kehilangan semangat. Dalam waktu dua bulan mengerahkan 1000 alat berat,” ucap Wapres.

Setelah beberapa upaya dilakukan, pemerintah menyadari bahwa tidak mungkin pemerintah melakukan sendiri tahap rekonstruksi dan rehabilitas. Pemerintah pun menggelar UN Summit di Jakarta, dan semua bersedia mengumpulkan dana USD 5 miliar atau sebanding Rp. 60 triliun untuk membangun aceh. “Itulah kebersamaan yang luar biasa,” ujar Wapres.

Berbagai bantuan pun terus mengalir. Bahkan beberapa permintaan untuk mendatangkan peralatan canggih dari negara tetangga dapat dengan cepat dilakukan untuk membantu rebalitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami, termasuk juga tentara dari seluruh Indonesia dihadirkan di Aceh untuk membantu.

Saat terjadi tsunami, Aceh masih dilanda konflik. Wapres, saat itu, meminta kepada semua pihak yang bekonflik untuk melupakan perseterusn. Selain diperlukan suasana yang kondusif agar pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan lancar, juga tidaklah mungkin semua yang datang dijaga tentara. “Upaya kita harus segera berdamai dan teman-teman saya luar biasa respon cepatnya. Melupakan apa yang terjadi. itulah kita alami pada masa sulit,” ucap Wapres.

Wapres mengingatkan bahwa mengenang suatu peristiwa seperti bencana tsunami ini, bukan peristiwa untuk menjadikan kita bersedih. “Bahwa pelajaran ujian apapun kepada hambanya, harus kita selesaikan dengan baik,” ucap Wapres.

Tsunami yang terjadi di Aceh 10 tahun yang lalu adalah bencana terbesar yang pernah dialami bangsa ini dan salah satu bencana terbesar di dunia. “Peringatan ini, bukan hanya yang telah berkorban tapi pelajaran menyelasaikan bangsa ini,” ucap Wapres.

Dalam kesempatan ini, Wapres yang hadir didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla berterima kasih kepada mereka yang telah membantu membangun Aceh dalam 10 tahun ini. Wapres pun menyebut Ketua Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Kuntoro Mangkusubroto dan seluruh staf BRR yang telah menetap di Aceh selama bertahun-tahun untuk membangun Aceh.

Dalam laporannya,Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan bahwa kehadiran Wapres dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla dan sejumlah anggota Kabinet Kerja, serta perwakilan dari negara-negara donor pada peringatan 10 tahun tsunami Aceh ini merupakan kebanggaan bagi masyarakat Aceh.”Kehadiran anda semua, memberikan spirit kepada rakyat Aceh, bahwa masyarakat Aceh memiliki sahabat di seluruh dunia,” kata Gubernur Aceh.

Bencana tsunami yang terjadi 10 tahun lalu, kata Gubernur Aceh, menunjukkan betapa besarnya perhatian Pemerintah Republik Indonesia terhadap Aceh saat itu, karena tanpa perhatian dan dukungan Pemerintah RI, tidak mungkin Aceh bisa bangkit kembali seperti ini.

Peringatan 10 tahun tsunami Aceh ini untuk megevaluasi diri masyarakat Aceh untuk membangun Aceh masa depan. Upaya ini juga ditunjukkan dengan bahu membahu dan keharmonisan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan kami telah menghasilkan program yang dirasakan manfaatnya oleh rakyat Aceh. Bencana tsunami 10 tahun silam memberikan 3 hal penting, yakni refleksi, apresiasi, dan penyadaran.

Ketua Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Higashi Jepang Shuya Takashi menceritakan pengalamannya membangun kota Higashi dari bencana tsunami yang melanda kota tersebut pada 3 tahun 9 bulan yang lalu atau 11 Maret 2011. Ia pun menyampaikan belasungkawa kepada warga masyarakat Aceh yang telah kehilangan keluarganya.

Takashi juga menyampaikan rasa hormatnya kepada masyarakat Aceh yang telah bekerja keras membangun Aceh selama 10 tahun ini. Tsunami yang melanda kota Higashi setinggi 10 meter dan menelan korban lebih dari 1000 orang dan hilang 25 orang.

Duka yang dirasa masyarakat Aceh sama halnya dengan duka yang dirasa keluarga korban di Jepang. Takashi juga menceritakan bahwa ia juga seorang korban dan kehilangan anak kandung seorang mahasiswa, meninggal akibat banjir bah yang menimpa kotanya dan rumahnya hancur akibat air bah. dengan kemampuan tersisa, ia berusaha membangun dan merekonstruksi kota Higashi.

Takashi menanggapi kerusakan yang hampir merusak kotanya, dengan melakukan penanggulangan bahaya bencana untuk membangun kota dengan membangun lebih baik.

****