Jakarta, wapresri.go.id – Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman RI) sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik oleh penyelenggara negara maupun pemerintahan, diminta lebih gencar mengenalkan dirinya kepada masyarakat agar semakin diketahui keberadaannya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan hal ini saat menerima kunjungan Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai bersama para anggota Ombudsman RI di Kantor Wakil Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (17/10).
Lembaga yang sebelumnya bernama Komisi Ombudsman Nasional ini, kata Wapres, lahir bermula dari rendahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“(Lembaga) ini relatif bagus sebagai (penerapan) prinsip check and balances, walau efektivitasnya penting untuk ditingkatkan,” ujarnya
Pada kesempatan itu, Amzulian Rifai menyampaikan Laporan Kinerja Pengawasan Pelayanan Publik Triwulan III tahun 2018. Pada periode ini, Ombudsman RI telah menerima 5988 laporan dari masyarakat. Dari total laporan itu, tiga besar lembaga publik yang dilaporkan terlapor adalah pemerintah daerah (41,8%), kepolisian (14,1%), dan instansi pemerintah/kementerian (9,2%).
Isu Strategis Nasional
Selain itu, beberapa isu strategis nasional juga menjadi perhatian pada pertemuan tersebut, mulai dari kasus tenaga honorer yang tidak kunjung diangkat menjadi pegawai tetap, keberadaan tenaga kerja asing di daerah, kebutuhan pangan (beras) masyarakat, hingga penanggulangan bencana.
Mengenai tenaga honorer, Wapres menegaskan bahwa pengangkatan mereka menjadi pegawai negeri tidak dapat dilakukan secara langsung, harus melalui tes, dan harus memperhatikan beban anggaran negara.
“Sekarang ini biaya rutin makin tinggi, bahkan anggaran pembangunan (terancam) bisa berkurang,” ujar Wapres. Itulah mengapa, lanjutnya, pemerintah memutuskan untuk melakukan moratorium dalam tiga bidang, yaitu penerimaan pegawai, pemekaran daerah, dan pembangunan gedung baru pemerintah.
Terkait keberadaan tenaga kerja asing, Wapres menilai bahwa tenaga kerja asing tidak menjadi masalah selama pekerjaan yang mereka lakukan memerlukan keterampilan khusus dan tidak dapat dipenuhi oleh pekerja lokal.
“Mereka (tenaga kerja asing) juga tidak lama. Begitu kontrak selesai, (mereka) pulang ke negaranya,” kata Wapres.
Wapres kemudian menggarisbawahi pentingnya data statistik sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Badan Pusat Statistik (BPS), menurut Wapres, akan merilis data termutakhir tentang kebutuhan beras di Indonesia. Dari data inilah, ujarnya, keputusan dapat dibuat secara tepat.
Penanganan Korban Bencana di Sulteng
Mengenai bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Donggala, Sigi dan beberapa daerah lainnya di provinsi Sulawesi Tengah, Wapres menilai kondisinya tidak sama dengan gempa bumi yang melanda Aceh pada 2004.
“Dulu, masifnya kerusakan mengakibatkan pemerintahan daerah (di Aceh) lumpuh. Saat ini, pemerintah daerah (Sulawesi Tengah) masih menyatakan kesanggupannya untuk menanggulangi bencana, tentu bekerja sama dengan pemerintah pusat,” ujar Wapres.
Dalam fase tanggap bencana, pemerintah, lanjutnya, juga telah mempermudah proses rehabilitasi rumah para korban bencana dengan memangkas 17 syarat pembangunan menjadi 1 syarat saja.
Menutup pertemuan tersebut, Amzulian Rifai mngundang Wapres untuk hadir pada rapat kerja nasional (Rakernas) Ombudsman RI yang akan dilaksanakan pada 11 Desember 2018.
Mendampingi Wapres dalam pertemuan tersebut, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, Plt. Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintah Guntur Iman Nefianto, Staf Khusus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah Syahrul Udjud, dan Ketua Tim Ahli Wapres Sofyan Wanandi. (PN/FM, KIP Setwapres)