Jakarta, wapresri.go.id – Bahasa Indonesia adalah anugerah besar yang telah menyatukan bangsa ini. Berakar pada bahasa Melayu Riau, bahasa Indonesia menjadi bukti bahwa toleransi telah ada sejak lama.

“Mayoritas penduduk kita adalah orang Jawa. Tetapi, mengapa kita memilih bahasa Melayu Riau yang penuturnya hanya sekitar sepuluh persen? Ini merupakan toleransi yang luar biasa pada bangsa Indonesia,” tegas Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka secara resmi Kongres Bahasa Indonesia XI di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (29/10).

Hal menarik lainnya, lanjut Wapres, adalah Raja Ali Haji, penguasa kerajaan Riau-Lingga pada akhir abad ke-19 hingga ke-20, yang konsisten mengembangkan bahasa Melayu hingga memungkinkannya menjadi bahasa baku. Sang raja, kata Wapres, memiliki darah Bugis.

Selain itu, ia menambahkan, adalah Ki Hajar Dewantara, seorang Jawa, pada Kongres Pengajaran Kolonial di Den Haag pada 28 Agustus 1916, yang pertama kali mengusulkan bahasa Melayu dijadikan bahasa persatuan bangsa Indonesia setelah merdeka. Dua belas tahun kemudian, pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928 bahasa Melayu yang disepakati menjadi bahasa nasional dan beralih nama menjadi bahasa Indonesia itu dikukuhkan menjadi bahasa persatuan.

“(Bahasa Indonesia) ini adalah hasil kerja sama dari seluruh elemen bangsa,” ujar Wapres.

Bangsa Indonesia, pesan Wapres, juga patut bersyukur karena bangsa yang besar ini hanya menggunakan satu bahasa resmi, yaitu bahasa Indonesia. Hal ini, menurutnya, memudahkan komunikasi antar masyarakat.

“Bandingkan dengan Singapura yang memiliki tiga bahasa yang diakui sebagai bahasa resmi atau India yang memiliki hingga 22 bahasa,” ujarnya.

Menurunnya Penggunaan Bahasa Daerah dan Bahasa Indonesia

Pada pertemuan itu, Wapres juga menyampaikan kekhawatiran tentang kemungkinan hilangnya bahasa daerah. Menurutnya, hal ini terjadi karena bahasa daerah semakin jarang digunakan akibat pengaruh lingkungan sekolah dan tempat tinggal atau karena pernikahan pasangan yang berlainan asal.

“Ini patut menjadi bahan diskusi pegiat bahasa tentang bagaimana bahasa daerah dapat dipertahankan,” kata Wapres.

Selain itu, Wapres juga mengkhawatirkan bahasa Indonesia yang kalah populer dari bahasa Inggris, terutama di kalangan muda dan kelas menengah.

“Ini merupakan tantangan bagaimana menjadikan bahasa Indonesia tetap baku namun moderen sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman sekarang ini,” pungkasnya.

Kongres Bahasa Indonesia, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam laporannya pada forum tersebut, adalah kegiatan rutin lima tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah bersama praktisi bahasa dan satra Indonesia untuk membahas bahasa Indonesia dan perkembangannya. Kongres kali ini mengangkat tema “Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia”. (YZ/FM, KIP Setwapres)