Tokoh Islam

Menerima Pimpinan Ormas Islam

Jakarta. Konflik-konflik yang terjadi di negara-negara Islam akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Padahal Islam sebenarnya adalah Rahmatan Lil Alamiin dan cinta damai. Peperangan di Yaman, bukannya berkesudahan malah semakin melebar. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia harus melakukan sesuatu. “Karena kita tidak mau konflik-konflik ini merambat sampai ke negara kita,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menerima para ulama di rumah dinas Wakil Presiden, Jl Diponegoro, Selasa Malam, 14 April 2015.

Kekhwatiran tersebut diungkapkan Wapres melihat konflik yang terjadi di negara-negara Islam sebelumnya. Menurut Wapres, perang saudara yang terjadi hanya akan memberikan kerugian yang berkepanjangan. Wapres mencontohkan, perang Iran – Iraq pernah terjadi selama 10 tahun, dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya. “Syria, nantinya butuh 40 tahun untuk kembali seperti semula. Libya juga. Iraq apalagi,” kata Wapres.

Wapres bercerita, konflik Yaman dipicu karena adanya perbedaan antara paham sunni dan syiah, dan melebar sehingga terjadi perang. Di Indonesia juga memiliki kedua paham ini. Namun Wapres sangat berharap perbedaan paham ini tidak megganggu kerukunan umat beragama. Untuk itu, Wapres berharap umat Islam di Indonesia dapat membentengi diri dengan tidak mudah terpancing dengan politik adu domba yang dapat memecah persatuan bangsa.

Lebih jauh Wapres menyampaikan saat ini ISIS juga sudah mulai menyebar di Indonesia. ISIS menunjukkan Islam garis keras pada tindakan brutalnya. “Orang boleh keras pemikirannya dan kita tidak dapat mencegah pikiran orang, tapi ISIS ini brutalnya bukan pikirannya,” ungkap Wapres.

Gejolak yang terjadi di negara-negara Timur Tengah, mulai dari Arab Spring, ISIS, dan yang terakhir Perang di Yaman, menjadi kekhawatiran negara-negara Islam lainnya. Negara-negara tersebut, lanjut Wapres, mengharapkan Indonesia memprakarsai upaya untuk meredam gejolak yang saat ini menjadi keresahan umat Islam di Indonesia. “Kita akan melakukan pertemuan dengan para Dubes dari negara anggota OKI besok untuk membahas masalah ini,” jelas Wapres.

Tentang ISIS, Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Zainul Majdi menyampaikan, gerakan ISIS saat ini merupakan antithesis dari paham terorisme sebelumnya, yaitu Al-Qaaidah, mulai dari alat, strategi, perekrutan, dan referensi kitab-kitab yang digunakan untuk mendukung gerakan ini. Bahkan, lanjut Zainul d, ISIS mengemukakan argumentasi yang kuat dan ilmiah, seperti pembentukan Khilafah. Disamping itu, ISIS juga menetapkan satu wilayah yang digunakan sebagai kekuatan basisnya. Kuatnya argumentasi yang diciptakan ISIS mengecohkan pikiran umat Islam, khususnya santri yang saat ini sedang belajar. “Oleh karena itu, kita harus membentengi santri-santri kita ini dengan pemahaman yang lebih kuat dan konkrit yang dapat mematahkan paham ISIS,” ujar Zainul.

Ketua Muhammadiyyah Din Syamsudin mendukung pendapat tersebut dengan dengan upaya-upaya lain. Diantaranya, memperkuat diri dengan ideologi Islam yang Rahmatan Lil Alamin, tidak adanya keinginan untuk memecah persatuan, sesama muslim tetap menjaga solidaritas meskipun ada perbedaan pemahaman, dan memperkuat suara wasatiyah, tidak memihak antara sunni maupun syiah. Din menambahkan, pemikiran-pemikiran Islam yang moderat harus didukung . “Sebelumnya mantan Menteri Luar Negeri mengusulkan empowering the moderates, tapi saying tidak berlanjut,” sesal Din.

Pemikiran Islam yang moderat, kata Wapres, sebagai upaya mencegah radikalisme, turut menjadi perhatian pemerintah. Wapres mengungkapkan pemerintah saat ini tengah merancang perguruan tinggi yang nantinya akan menjadi pusat pemikiran Islam yang modern dengan mengundang ahli baik dari dalam maupun luar negeri.

Hadir dalam pertemuan tersebut Menteri Agama Lukman Hakim, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fakhir dan pemimpin-pemimpin ormas Islam lainnya di Indonesia. (Siti Khodijah)

****