Kantor Wakil Presiden. Perubahan, naik dan turun, dalam suatu hubungan, merupakan hal yang biasa. Hubungan bertetangga pun demikian, seperti laiknya saudara dan keluarga. Terkadang timbul masalah yang bukan prinsip ataupun bukan masalah yang besar. Namun di luar sana masalah tersebut dibesar-besarkan sehingga terjadi keributan. Sebagai negara yang terbuka, Indonesia dan Australia mengalami hal serupa. Untuk itu, daripada terus berargumen pada permasalahan yang munculnya sementara, lebih baik fokus pada apa yang dibutuhkan kedua negara untuk kepentingan jangka panjang. Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menerima Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson di Kantor Wakil Presiden, Selasa 31 Maret 2015.
Wapres mencontohkan, dalam hal investasi, hubungan kedua negara sangat baik karena sama-sama membutuhkan. Investasi perdagangan daging sapi misalnya, Australia membutuhkan Indonesia sebagai pangsa pasar daging sapi yang diekspor, sementara Indonesia membutuhkan Australia karena menyediakan daging untuk dikonsumsi masyarakat. “Kalau dulu karena pendapatan rendah, kita makan daging dua kali dalam satu tahun yakni pada hari lebaran (Iedul Fitri dan Iedul Adha), kini kita makan daging hampir tiap hari, bukan karena produksinya yang banyak, tetapi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat,” ujar Wapres.
Wapres menambahkan, seperti halnya bidang pariwisata, banyak warga negara Australia yang datang ke Indonesia untuk berlibur, begitupun sebaliknya Australia menjadi destinasi bagi orang Indonesia untuk melakukan traveling.
Grigson yang baru saja diterima surat kepercayaannya sebagai Duta Besar Australia untuk Indonesia, oleh Presiden Joko Widodo pada 19 Maret lalu, menyatakan hal yang sama. “Meskipun hubungan kedua negara selalu naik dan turun, kami tetap ingin meningkatkan hubungan yang sudah berjalan ini, lebih baik lagi,” tegas Grigson di awal pertemuan.
Menurut Grigson, banyak sektor yang dapat dikembangkan dalam upaya memperkuat hubungan diplomatik kedua negara. Di bidang pendidikan misalnya, pemerintah Australia banyak memberikan beasiswa bagi siswa Indonesia untuk belajar di negeri kangguru ini. Tidak hanya pendidikan tinggi, seperti program Master atau PhD, tetapi juga sekolah-sekolah kejuruan, kursus-kursus singkat, bahkan pelatihan untuk pegawai pemerintah. “Kami beruntung dengan banyaknya siswa yang belajar di Australia, sehingga kami memiliki koneksi yang kuat,” ucap Grigson.
Agar masyarakat dari kedua negara saling memahami latar belakang dan budaya masing-masing, pemerintah Australia ingin siswa Australia juga belajar di Indonesia. Untuk itulah diluncurkan skema New Colombo Plan. “Hasilnya banyak siswa Australia yang antusias ingin belajar di Indonesia,” ungkap Grigson.
Kerjasama lainnya yang ingin dijelajah oleh pemerintah Australia adalah bidang infrastruktur. Grigson memahami, saat ini infrastruktur menjadi prioritas pemerintah Indonesia dan Australia memiliki rancangan infrastruktur yang dapat diaplikasikan di Indonesia. “Pangsa Pasar di Indonesia sangat besar, kami berharap ada peluang komersil untuk membantu pembangunan infrastruktur ini,” kata Grigson.
Wapres menyambut baik rencana ini. Ia menceritakan bahwa salah satu wilayah di Sulawesi ada jalan besar yang konstruksinya sangat baik dan berbeda dari jalan-jalan lain. Ketika Wapres mencari tahu siapa yang merancangnya ternyata buatan Australia.
Program priotas lainnya, yakni maritim, juga menjadi ketertarikan pemerintah Australia. Menurut Grigson, Tasmania memiliki reputasi yang baik untuk bidang ini, dan ia akan melihat lebih jauh lagi bagaimana Australia dapat berkontribusi.
Kerjasama bidang keamanan turut dibahas dalam pertemuan ini, terutama bagaimana mencegah berkembangnya paham-paham terorisme, seperti ISIS yang saat ini telah merekrut pemuda-pemuda baik di Australia maupun di Indonesia. Grigson menyampaikan, terkadang pelaku terorisme berasal dari orang yang tidak pernah diduga sebelumnya. Untuk itu, ia menegaskan Pemerintah Australia akan meningkatkan kerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk mencegah terorisme berkembang lebih jauh lagi.
Tinggal di Indonesia beberapa bulan, Grigson mengakui ia sangat menyukai makanan buatan Indonesia. Apalagi ia punya aturan, dimanapun ia tinggal, ia akan mengkonsumsi makanan lokal sebagai makanan utama. Ia melihat peluang industri pengolahan makanan dapat dijadikan kerjasama. “Ekspor makanan Indonesia ke Australia cukup baik, saya melihat mi instan Indonesia ada di mana-mana, bahkan anak saya pun menyukainya” ujar Grigson.
“Mi instan sudah menjadi makanan favorit dunia. Kalau dulu orang Indonesia menyantap sarapan pagi dengan nasi, kini mereka langsung makan mi. Karena enak dan mudah dibuat,” sambung Wapres.
Dalam pertemuan tersebut Grigson juga menyampaikan, pemerintah Australia berencana membangun Konsulat Jenderal di Makassar. Di samping itu, ia mengucapkan terima kasih karena Wapres bersedia berbicara dengan Menlu Australia Julie Bishop terkait dengan isu hukuman mati.
Menanggapi hal tersebut Wapres mengatakan pemerintah Indonesia sangat memahami berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Australia untuk membela warga negaranya. Ia mengungkapkan ketika ada warga negara Indonesia yang mendapat hukuman mati di Arab Saudi, pemerintah Indonesia juga berusaha semaksimal mungkin untuk membebaskannya, bahkan menteri melakukan pertemuan dengan pemimpin tertinggi di sana. “Yang terpenting saat ini adalah, kedua negara memahami keputusan dan menghormati hukum di masing-masing negara,” pungkas Wapres.
Hadir mendampingi Wapres, Sekretaris Wapres Mohamad Oemar, Deputi Seswapres bidang Politik Dewi Fortuna Anwar. Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi dan Shinta Kamdani. Sementara Dubes Australia didampingi oleh Counsellor bidang Politik Lauren Bain. (Siti Khodijah)
****