Jakarta, wapresri.go.id – Bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara dimana proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan usia>65 tahun). Bonus demografi yang bangsa Indonesia terima saat ini dan masa mendatang, adalah salah satu hasil kesuksesan kampanye tentang Keluarga Berencana (KB) di masa lalu.

Dulu ada dua kampanye hebat yaitu KB dan pemilu. Kampanye pemilu dilakukan 2 tahun sebelumnya dan kampanye KB Dua Anak Cukup”. Dengan kebijakan KB yang dulu, baru sekarang terlihat hasilnya [bonus demografi], ungkap Wakil Presiden (Wapres) ketika menerima Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nofrijal, di Istana Wapres, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (1/2/2019).

Dengan keberhasilan kampanye KB di masa lalu yang menghasilkan bonus demografi tersebut, Wapres pun menanyakan kelanjutan kampanye KB untuk masa sekarang.

Menurut Nofrijal, kampanye KB atau kampanye kependudukan dilakukan hanya pada momentummomentum tertentu saja. Namun, untuk acara besar kampanye Nasional, puncaknya hanya dilakukan pada saat Hari Keluarga.

“Kita memiliki momentum-momentum saja Pak, misalnya kampanye bakti sosial TNI dan bakti sosial Ikatan Bidan, hampir setiap bulan kita lakukan [kampanye KB atau kependudukan] sampai puncaknya di Hari Keluarga,“ jelasnya.

Nofrijal mengungkapkan, kampanye melalui media cetak dan elektronik tentang KB, saat ini tidak sesering zaman dahulu. Saat ini, imbauan kepada masyarakat lebih fokus pada pembangunan keluarga sejahtera, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang bertujuan meningkatkan kualitas keluarga serta mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

Lewat media yang ada, media elektronik, koran, itu tetap kita upayakan terus Pak, untuk memperkenalkan, namun yang lebih penting kita sampaikan ke masyarakat itu integrasi dengan pembangunan keluarga, karena amanat UU juga untuk kita menyukseskan pembangunan keluarga sejahtera,” ujarnya.

Laporan Program BKKBN

Di awal audiensi, Nofrijal melaporkan bahwa Total Angka Kelahiran (Total Fertelity Rate/TFR) di Indonesia turun dari 2,6 anak per wanita di 2012 menjadi 2,4 anak per wanita di 2017. Hal tersebut sejalan dengan menurunnya laju pertumbuhan penduduk dari 1,49 persen per tahun (200-2010) menjadi 1,38 persen per tahun (2010-2015) dan proyeksi 1,19 persen per tahun (2015-2020).

Dalam kesempatan itu, dilaporkan juga bahwa daerah yang paling efektif melaksanakan program KB adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan diikuti Jawa Barat. Sedangkan daerah yang kurang efektif dalam melaksanakan program KB adalah daerah-daerah Indonesia Timur, disebabkan faktor adat istiadat dan kebudayaan.

“Daerah yang kurang berhasil masih di Timur, NTT, Papua, suami maunya anaknya banyak walau ibu-ibu Papua ingin mengatur kelahiran, mengurangi kelahiran, tapi faktor suami, faktor kebudayaan [menghalangi keinginan mereka]. Karena kalau seorang wanita sudah dinikahi berarti dia sudah menyerahkan mahar, berarti terserah suami. Ini masalah adat istiadat, ujar Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan KS BKKBN Zahrofa Hermiwahyoeni.

Disampaikan pula, kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah suntik (50%). Namun sebagian besar pengguna suntik membayar secara mandiri, tidak dibiayai Pemerintah. Untuk pengguna kontrasepsi jangka panjang termasuk implant, sebagian besar menggunakan biaya Pemerintah.

“50 persen yang suntik dan yang jangka panjang 23 persen termasuk implant, suntik dan pil 70% peserta mandiri, sisanya baru Pemerintah, jelas Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani.

Wapres juga mendapatkan penjelasan tentang icon BKKBN saat ini, yaitu Kampung KB. Kampung KB sudah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, dan sesudah tahap pencanangan mulai dilakukan aktivitas yang mencerminkan life circle mulai dari bina keluarga balita, balita, bina remaja, sampai dengan lansia.

Menurut Deputi Litbang BKKBN Rizal Martua Damanik, sesuai dengan arahan Kementerian Perekonomian, Kampung KB disinergikan dengan Desa Stunting, yakni icon program BKKBN lainnya sebagai upaya mengatasi permasalahan stunting di Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, walaupun sudah ada aturan (Inpres) mengenai permasalahan Kampung KB dan Desa Stunting, keterlibatan Kementerian/Lembaga belum berjalan secara optimal. Untuk itu, penguatan koordinasi antara kementerian serta dukungan dari Pemerintah Daerah.

Dalam pelaksanaannya, ada inpresnya juga mengenai permasalahan KB dan Desa Stunting, dimana keterlibatan kementerian ini belum berjalan secara optimal, terkait masalah infrastruktur, air bersih, sarana air bersih, MCK, perlu penguatan koordinasi antara kementerian yang ada, dan di beberapa daerah dukungan dari Pemerintah Daerah, Provinsi, masih perlu mendapatkan stimulan,” ujar.

Terkait dengan kampanye makanan bergizi di Desa Stunting dan Kampung KB, Wapres menyarankan kampanye tentang makanan bergizi harus disesuaikan dengan makanan daerah/kuliner daerah tersebut.

Cuma saya bilang bikin kampanye sesuai wilayah, di sini Jawa contohnya tempe, tahu, tapi Sulawesi tidak dikenal (tempe/tahu), kenalnya ikan, sesuai wilayah, tidak usah kampanye nasional berbeda sekali, kulinernya beda,” pesan Wapres.

Di akhir pertemuan, Nofrijal meminta kesediaan Wapres untuk hadir pada rangkaian Acara Simposium Tantangan Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) BKKBN, yang akan diselenggarakan pada bulan Febuari-Maret 2019.

Turut mendampingi Wapres dalam audiensi tersebut, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar dan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto (IO/SK-KIP, Setwapres).