Jakarta–wapresri.go.id  Pada puncak peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2017 yang digelar di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (3/5/2017), Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan bahwa kebebasan pers harus disertai dengan etika dan tanggung jawab.

“Pemerintah menjamin media bebas dari intervensi pemerintah. Namun, media juga harus menjaga objektivitas dan keutuhan masyarakat,” tegas Wapres.

Ia pun berpesan agar kebebasan pers yang dinikmati saat ini diiringi dengan kontribusi pers dalam memajukan bangsa.

Menurut Wapres, dalam konteks kebebasan berpendapat, media harus memperhatikan bahwa di atas kebebasan terdapat keadilan, perdamaian, dan kemajuan bangsa yang harus diutamakan.

“Kebebasan tidak sekadar bebas, tetapi harus diiringi dengan tanggung jawab untuk memajukan bangsa,” ujarnya.

Wapres kemudian mengungkapkan bahwa sebelum era reformasi, pers di Indonesia mendapat pengawasan yang ketat hingga menyebabkannya menjadi tidak kritis.

Setelah reformasi pada 1998, lanjutnya, terjadilah perubahan besar yang bermuara pada tiga hal, yaitu sistem demokrasi, otonomi daerah, dan kebebasan pers.

“Tidak banyak negara seperti Indonesia, yang mayoritas berpenduduk Muslim, bisa menggabungkan tiga hal ini sekaligus,” kata Wapres.

Ia pun menyatakan bahwa pemerintah menghargai dan melindungi kebebasan untuk menyampaikan pendapat, termasuk kebebasan pers, bahkan hal ini diatur dalam Undang-undang Dasar.

Saat ini, terdapat lebih dari 2.000 media cetak, sekitar 1.100 stasiun radio, kurang lebih 400 stasiun televisi, baik lokal maupun nasional, dan lebih dari 43 ribu media daring di Indonesia. Sebagai sistem sensor internal bagi masing-masing media yang begitu banyak ini, pekan lalu Wapres meresmikan Jaringan Wartawan Anti Hoax (Jawarah).

Menurut Wapres, tanpa sensor internal seperti ini, akan timbul hal-hal negatif yang dapat mengganggu terciptanya persatuan, demokrasi, dan keadilan.

“Tanpa ini, media, apalagi media mainstream, akan kehilangan kepercayaan,” tegasnya.

Mengakhiri sambutannya, Wapres meminta agar media tetap bersikap kritis.

“Tanpa kritik dan pemikiran kritis, media menjadi tidak berguna. Sebaliknya, tanpa media yang kritis, pemerintahan akan menjadi tidak efektif,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam sambutannya Direktur Jenderal Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya (UNESCO) Irina Bokovik inisiatif dan peran pemerintah Indonesia dalam menjamin kebebasan berekspresi di Indonesia.

Irina kemudian mengungkapkan bahwa hingga saat ini kekerasan masih menjadi ancaman bagi para jurnalis. Bentuk ekstrem kekerasan itu, lanjutnya, bahkan dapat berupa pembunuhan.

“Selama satu dekade terakhir, satu jurnalis terbunuh setiap empat hari,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Irina menegaskan bahwa UNESCO terus mendorong praktik impunitas dalam berbagai kasus kekerasan terhadap awak media.

Ia pun menggarisbawahi bahwa moral, hak asasi manusia, dan kebebasan yang fundamental haruslah menjadi hal yang disuarakan oleh media.

Irina kemudian mencermati bahwa perkembangan teknologi terutama internet tidak hanya menghadirkan kebebasan berekspresi yang sangat luas, tetapi juga menyuburkan munculnya ujaran kebencian (hate speech), kekerasan, dan terorisme.

Untuk itulah, menurutnya, “Critical Minds for Critical Times” (Pemikiran yang Kritis untuk Masa-Masa Kritis) diangkat menjadi tema peringatan tahun ini.

“Pemikiran kritis penting untuk menjamin adanya inklusi dan kesetaraan gender. Pemikiran kritis penting juga untuk membedakan antara hoax dan informasi yang sesungguhnya, mendukung toleransi, menangkal terorisme, dan mempertahankan nilai-nilai hak asasi manusia,” tegas Irina.

Hari Kebebasan Pers Sedunia dirayakan setiap 3 Mei, setelah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa dalam dalam sidang umumnya pada 1993, untuk memperingati prinsip dasar kemerdekaan pers dan memberikan penghormatan kepada para jurnalis yang meninggal dalam menjalankan tugasnya.

Turut hadir pada acara tersebut mantan Presiden Timor Leste José Ramos-Horta, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah,  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan Wiranto, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo. (KIP, Setwapres)