Jakarta, wapresri.go.id – Dalam hal meningkatkan kemakmuran rakyat, maka pendapatan masyarakat juga harus ditingkatkan. Untuk itu dibutuhkan nilai tambah melalui perubahan skala ekonomi, efisiensi, dan penguasaan teknologi.

“Meningkatkan pendapatan dapat kita artikan mentransformasi ekonomi menjadi lebih baik untuk Indonesia maju, mengubah bentuk,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada saat menjadi keynote speaker pada acara pembukaan Seminar Nasional “Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju” yang dilaksanakan di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (9/8/2019).

Lebih lanjut Wapres menjelaskan bahwa transformasi ekonomi sebenarnya sudah berjalan Indonesia. Sebagai contoh transformasi dari Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng, atau menjadi industri hilir lainnya, walaupun saat ini Indonesia masih mengekspor juga. Begitu juga halnya mineral, bagaimana mengubah ekspor mineral menjadi yang lebih baik dengan membangun smelter, atau industri hilir lainnya.

“Namun harus lebih banyak lagi yang kita transform, dan masih banyak juga sumber daya alam yang kita impor begitu saja. Sebagai contoh batu bara dan karet kita impor begitu saja,” jelas Wapres.

Wapres juga menyampaikan, belajar dari pengalaman negara lain yang telah melakukan transformasi, seperti Tiongkok, negara yang paling cepat mentransformasi ekonominya dalam 30 tahun,telah berubah dari negara agraris menjadi negara industri yang luar biasa.

“Apapun yang kita beli di toko, pasti made in China, handphone, Apple, barang-barang kecil, itu made in China, transformasi dari agraris ke manufacturing tercepat di dunia,” terang Wapres.

Di sisi lain, lanjut Wapres, transformasi juga membawa risiko, tetapi hal tersebut dapat diselesaikan dengan efisiensi.

“Risiko bisa terjadi, perang dagang Tiongkok dan Amerika, risikonya adalah ekonomi masing-masing negara turun, maka permintaannya kepada kita juga turun. Peluang bagi kita ialah bagaimana mengambil kesempatan ketertutupan harga Tiongkok itu untuk kita ekspor ke Amerika contohnya, tetapi kita selalu terlambat dalam perundingan dagang dengan Tiongkok,” papar Wapres.

Wapres pun mencermati adanya perbedaan antara teknologi dan ekonomi. Yakni setiap perubahan inovasi teknologi selalu memberikan kemakmuran efisiensi, sedangkan teori ekonomi akan berubah setiap ada kesulitan.

“Sekarang ekonomi dunia terbalik. Amerika yang kapitalis, dia proteksionis. Inggris yang kapitalis juga minta Brexit keluar. Tiongkok yang sosialis kini liberal. Sehingga yang terjadi adalah teori buku dulu sudah tidak berlaku lagi pada dewasa ini, sehingga teori tersebut harus dirubah lagi,” terang Wapres.

Pada acara yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo ini, Wapres berpesan untuk lebih waspada menghadapi siklus krisis yang kemungkinan timbul setiap 10 tahun, serta akibat perang dagang, proteksionisme, Brexit, Timur Tengah, dan yang bisa terjadi dalam ekonomi dunia.

“Bila kita lihat 10 tahunan, karena kebetulan 1998, 2008, dan saat ini 2019 yang terjadi masalah Saya baca hari ini di koran Amerika sudah khawatir bisa terjadi resesi akibat perilaku ekonomi Amerika, dan karena hal tersebut maka kita sudah harus siap. Seperti yang saya katakan krisis 1998 itu terjadi akibat kita mem-black out semua kesulitan akibat blanket granty sehingga terjadinya krisis,” ucapnya mengingatkan.

Namun, tambahnya, sebagai bangsa yang besar Indonesia mempunyai keuntungan memiliki konsumen besar, walaupun masih berada di belakang dari negara lain. Sebab pendapatan struktur negara sangat ditentukan ekspor dan Gross Domestic Product (GDP).

“Ekspor kita masih sekitar 20 persen dari pada GDP, pada saat yang sama Singapura sudah 200 persen GDPnya. Malaysia 150 persen dari GDP-nya. Kemudian juga Vietnam dan Thailand sudah jauh lebih tinggi dari pada ekspor kita,” jelas Wapres.

Mengakhiri sambutannya, Wapres menekankan banyak hal yang bisa mengubah ekonomi Indonesia.

“Bila transformasi ekonomi hanya adanya kepres, peraturan pemerintah, atau seminar, kita negara yang paling cepat mentransfromasi. Kita paling banyak, tapi transformasi ekonomi hanya bisa terjadi apabila kita mendorong kebijakan ketat, entrepreneurship yang kuat,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam laporannya menyampaikan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat bila tidak dibarengi dengan tranformasi tidak banyak mengubah perekonomian suatu negara, transformasi basisnya dapat berupa administrasi, teknologi, manajemen dan sektor lain.

Lebih lanjut Darmin menyampaikan, kondisi Indonesia pada sepuluh tahun ke depan merupakan periode krusial, diharapkan agar dapat memanfaatkan bonus demografi untuk meningkatkan kesejahteraaan rakyat Indonesia.

Seminar Nasional yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ke-53, dihadiri oleh para menteri Kabinet Kerja, 70 Fakultas Bisnis Negeri dan tamu undangan, dengan narasumber Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) Thomas Lembong, dan Ketua Kamar Dagang Indonesia Rosan P. Roeslan.

Turut hadir mendampingi Wapres Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Plt. Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi, Infrastruktur dan Kemaritiman Guntur Iman Nefianto, Staf Khusus Wapres Bidang Ekonomi dan Investasi Wijayanto Samirin, serta Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi. (SA/AF–KIP, Setwapres).