Jakarta, wapresri.go.id – Di tengah tejadinya berbagai konflik di dunia kini, misi pemeliharaan perdamaian (peacekeeping) PBB juga mengalami perubahan paradigma, dari operasi tradisional menuju operasi bersifat multidimensi. Mulai dari memfasilitasi proses politik, memperkuat penegakan hukum, hingga mempromosikan penghormatan Hak Azasi Manusia (HAM). Konsekuensiya, dibutuhkan modernisasi angkatan bersenjata negara-negara kontributornya. Untuk itu, selain teknologi dan doktrin modern, peacekeeper (pemelihara perdamaian) juga perlu soft skills dalam menjalankan tugasnya.

“Hal-Hal seperti kemampuan untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat setempat, ataupun pemahaman memadai terhadap hukum kemanusiaan internasional. Dengan kata lain, misi perdamaian PBB membutuhkan upaya setiap negara kontributornya dalam membangun angkatan bersenjata yang kapabel dan tepat guna,” tegas Wakil Presiden (Wapres) ketika membuka Konferensi Internasional “Preparing Modern Armed Forces for Peacekeeping Operations in the 21st Century”, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (25/6/2019).

Wapres pun berbagi pengalaman bagaimana peacekeeper Indonesia meningkatkan kapabilitas dan soft skills dalam menjalankan amanahnya.

“Untuk kapabilitas dan soft skills, kami percaya bahwa peacekeeper harus mampu merebut simpati dari masyarakat dimana mereka bertugas. Karena pada akhirnya, masyarakat setempat akan menjadi advokasi terbaik untuk keberadaan para Blue Helmets [peacekeeper] di suatu daerah misi. Upaya melengkapi personel Indonesia dengan kapabilitas ini merupakan bagian dari modernisasi angkatan bersenjata secara tepat guna, untuk melahirkan peacekeeper Indonesia yang siap pakai di abad ke-21,” ungkapnya.

Lebih jauh Wapres mengungkapkan bahwa konsep peacekeeping dalam bentuk soft skills ini tidak hanya dilaksanakan di lapangan, tetapi juga di forum multilateral pengambil kebijakan. Sebagai Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB Mei 2018 lalu, Indonesia telah menyelenggarakan Sidang Terbuka berjudul“Menabur Benih Perdamaian: Meningkatkan Keamanan dan Kinerja Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB”.

Wapres meyakini pertemuan tersebut merupakan wujud kontribusi Indonesia dengan pemanfaatan modal politis sebagai anggota DK PBB. Pertemuan juga menghasilkan Pernyataan Presiden DK mengenai pentingnya pelatihan dan peningkatan kapasitas dalam meningkatkan keselamatan dan kinerja peacekeeper.

“Pernyataan tersebut adalah pertama kalinya DK PBB mengakui relevansi Action for Peacekeeping [A4P] yang diluncurkan Sekjen PBB untuk memperkuat misi pemeliharaan perdamaian PBB,” ujar Wapres.

Dalam kesempatan tersebut Wapres juga menjelaskan komitmen Indonesia terhadap misi perdamaian PBB, dengan aktif berkontribusi sejak 1 dekade pasca kemerdekaannya. Pada tahun 1957, Indonesia pertama kalinya mengirimkan personel militer ke misi UN Emergency Force di Mesir. Sejak itu, Indonesia telah mengirimkan lebih dari 38 ribu pasukan penjaga perdamaian PBB.

“Saat ini, Indonesia masuk dalam jajaran 10 besar negara pengirim pasukan pemelihara perdamaian PBB, baik militer maupun polisi,” ucapnya.

Wapres pun menegaskan, rekam jejak ini telah menjadikan peacekeeping sebagai salah satu unggulan diplomasi Indonesia dalam menciptakan ekosistem perdamaian dan stabilitas, sekaligus menghantarkan Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020.

Wapres melanjutkan, saat ini, lebih dari 2.800 personel militer dan polisi Indonesia, termasuk 100 perempuan, tengah bertugas di misi-misi penjaga perdamaian PBB. Kontribusi Indonesia lainnya adalah Satuan Gerak Cepat berkekuatan 850 orang ke Republik Demokratik Kongo, Formed Police Unit berkekuatan 140 orang di Republik Afrika Tengah dan 81 Perwira Polisi Individu ke berbagai misi PBB.

“Ketiga unit ini merupakan pledge yang saya sampaikan pada kesempatan Leaders’ Summit tahun 2015 di New York, dan kami berbangga bahwa Indonesia telah berhasil mencapai aspirasi tersebut,” jelas Wapres bangga.

“Indonesia juga berbangga bahwa mayoritas kontingen kami dilengkapi dengan alutsista dari industri strategis nasional, yang menunjukkan bahwa Indonesia telah mampu menghasilkan produk kelas dunia. Kami percaya bahwa kehandalan produk-produk ini di lapangan akan berkontribusi terhadap keberhasilan misi, termasuk dalam menjamin keselamatan dan keamanan personel,” lanjutnya.

Di akhir sambutannya, Wapres berharap konferensi yang dihadiri oleh 29 perwakilan negara-negara kontributor dan 1 organisasi regional tersebut, menjadi wadah untuk saling bertukar pikiran dalam mempersiapkan peacekeeper agar tepat guna di Abad ke-21, sekaligus saling bekerja sama dalam memperkuat misi perdamaian PBB.

“Karena perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Perdamaian hanya dapat diraih dengan pengertian,” tandasnya.

Sebelumnya, KASAL Laksamana TNI Siwi Sukma Adji membacakan amanat Panglima TNI mengenai materi yang akan dibahas dalam konferensi, antara lain perlindungan terhadap masyarakat sipil pada konflik bersenjata, peran wanita dan dokter pada misi perdamaian.

“Harapannya, konferensi ini menjadi kontribusi positif Indonesia dan seluruh negara bagi dunia yang damai dan sejahtera, yang merupakan hak bagi anak cucu di masa depan,” ujarnya.

Usai memberikan sambutan, Wapres membuka secara resmi konferensi yang ditandai dengan pemukulan gong didampingi oleh Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, KASAL Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, KASAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Operasi Pemeliharaan Perdamaian Jean-Pierre Lacroix, serta Pengamat Permanen dan Kepala Delegasi Palang Merah Internasional untuk PBB Robert Mardini.

Turut mendampingi Wapres, Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi, dan Plt. Deputi bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan Sri Mulyani. (PN/AF/SK-KIP, Setwapres)