Jakarta,  wapresri.go.id – Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap (peta jalan) yang terintegrasi guna menerapkan sejumlah strategi dalam menghadapi revolusi industri saat ini. Salah satu strateginya ialah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan untuk memperkuat fundamental struktur industri Tanah Air, yaitu industri makanan dan minuman, industri otomotif, industri elektronik, industri kimia, serta industri tekstil.

“Tahapan revolusi industri yang pertama adalah munculnya mesin uap, kedua sistem industri bank berjalan, ketiga komputer dan yang ke-empat Information on Things (IoT), Automation dan sebagainya. Jadi inti dari revolusi industri 4.0 adalah efisiensi dan penggunaan teknologi sesuai masanya,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat memberikan keynote speech pada acara Smart Business Talk ”Making Indonesia 4.0 VS Super Smart Society 5.0” di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (11//07/2019).

Wapres berharap agar Indonesia dapat memaksimalkan penggunaan teknologi dalam industri, seperti teknologi industri robotic automation.

“Jadi sekarang bagaimana media atau jurnalistik dapat mempromosikan manusia dapat bekerja lebih efisien, karena tidak semua proses produksinya bisa naik dikarenakan ongkosnya juga naik,” imbuhnya.

Wapres bercerita bahwa dalam pertemuan konferensi di Jepang, dirinya juga berbicara tentang hal yang sama, apabila semua kegiatan dikerjakan oleh robot, maka siapa yang berpendapatan dan siapa yang akan bekerja. Dan kalau tidak ada yang bekerja, maka siapa yang berpenghasilan dan membeli makan. Terakhir, jika tidak ada yang membeli barang maka ekonomi akan hancur.

“Jadi tidak semua revolusi industri itu berlaku di semua negara, karena orang juga akan tetap makan sayur, dan tidak semuanya dapat dilakukan oleh robot,” jelasnya.

Berbicara mengenai smart society, Wapres mengumpamakan selayaknya smartphone, seperti smart society di Jepang dan Tiongkok.

“Smart Society 5.0 itu seperti gaya Asia. Asia itu sangat humanis dan manusiawi, jadi tetap pemakaian teknologi dan tetap manusia yang maju, bukan robot yang maju atau automation yang maju. Semuanya itu untuk kebutuhan kemakmuran manusia, sehingga timbul profesi baru,” terangnya.

Lebih jauh Wapres beranalogi, pada jaman dulu kita menggunakan telepon biasa dan antri di Warung Tegal (warteg), tetapi sekarang yang laris adalah warung pulsa. Jaman dulu, sambungnya, ada toko, kemudian muncul mall yang mematikan toko, lalu berkembang e-commerce yang mematikan mall.

“Jadi semua teknologi itu ada masanya. Kesimpulannya, semua juga akan berubah menjadi lebih baik sesuai tahapannya, jadi harus siap berubah sesuai perkembangannya,” tandas Wapres.

Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S. Depari memaparkan bahwa saat ini Indonesia sudah menapaki era industri 4.0. Dengan menerapkan teknologi industri terbaru, kita yakin bahwa target yang dicanangkan pemerintah secara garis besar, yaitu membawa Indonesia kepada Top 10 ekonomi dunia tahun 2030 akan terealisasi. Sementara, Jepang telah melakukan gebrakan dengan meluncurkan Smart Society 5.0.

Adapun industri 4.0 dan Smart Society 5.0 merupakan lompatan baru dalam dunia teknologi dan informasi yang mengubah tatanan dalam berkehidupan. Tentunya, sumber daya manusia di Indonesia harus berperan aktif dalam menghadapi revolusi tersebut, sehingga mampu bersaing menciptakan inovasi dalam mewujudkan tujuan nasional. Sebab, revolusi ini berdampak terhadap banyak sektor, seperti ekonomi, media, manufaktur, pertanian dan lain-lain. Revolusi industri 4.0 diarahkan pada smart society kepada sektor yang terkait pada ekonomi dan sosial, dan akan berdampak besar bagi kehidupan manusia.

Hadir mendampingi Wapres, Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Staf Khusus Wapres Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin, serta Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi. (YZ/AF- KIP, Setwapres).