Jakarta, wapresri.go.id — Sebagai upaya mengeksplorasi potensi besar kuliner tradisional Indonesia, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menggelar acara KriaRasa (Kreativitas dan Inovasi dalam Rasa Asli Nusantara) di Auditorium dan Lapangan Setwapres, Jumat (11/10/2024).

Acara yang diinisiasi oleh Duta SIAP (Sinergi, Inovatif, Akuntabel, dan Proaktif) Kepegawaian Setwapres berkolaborasi dengan Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing (PEPDS) ini, menghadirkan pakar kuliner dan Maestro Kuliner Tanah Air, Chef Sisca Soewitomo, untuk kelas memasak. Selain itu, Setwapres juga mengundang Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rina Syawal; Direktur Industri Kreatif Fashion Design dan Kuliner Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Yuke Sri Rahayu; dan Deputi Direktur Inkubasi Bisnis Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Helma Agustiawan;
untuk berbagi sudut pandang seputar kuliner Indonesia pada sesi talkshow.

Membuka acara, Asisten Deputi Ekonomi dan Keuangan Deputi Dukungan Kebijakan PEPDS, Ahmad Lutfi, menjelaskan bahwa acara ini digelar untuk menggali potensi besar kuliner tradisional Indonesia yang dapat mendukung sektor ekonomi kreatif dan ketahanan pangan nasional.

“Kuliner kita tidak hanya bagian dari warisan budaya, tetapi juga memiliki peran penting dalam mendukung ekonomi kreatif serta memperkuat ketahanan pangan nasional,” jelas Lutfi membuka acara.

Lutfi melanjutkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan bahan pangan lokal yang tidak hanya memperkaya variasi dalam pola makan, tetapi juga merupakan sumber pangan sehat yang kaya nutrisi. Menurutnya, pengembangan kuliner berbasis bahan lokal ini menjadi salah satu kunci dalam membangun ketahanan pangan berkelanjutan.

“Di sisi lain, pengolahan dan penyajian kuliner nusantara juga telah membawa kita pada titik di mana masakan tradisional kita mampu bersaing di kancah global,” tambahnya.

Dengan adanya sentuhan modern, lanjut Lutfi, kuliner tradisional Indonesia semakin diminati oleh wisatawan mancanegara dan menjadi daya tarik bagi industri pariwisata Tanah Air. Potensi ini tidak hanya berpengaruh positif terhadap ekonomi kreatif, tetapi juga membuka lapangan kerja baru, terutama bagi para pelaku UMKM di berbagai daerah.

“Penting untuk kita ingat bahwa kuliner nusantara juga harus memperhatikan aspek halal karena produk kuliner halal menjadi elemen krusial, tidak hanya bagi konsumen di dalam negeri tapi juga dalam meraih pangsa pasar global yang lebih luas,” ujar Lutfi.

Lutfi juga menambahkan bahwa sertifikasi halal memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar syariah, sekaligus meningkatkan kepercayaan konsumen. Dengan meningkatnya permintaan produk halal di pasar internasional, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkenalkan kuliner nusantara sebagai kuliner halal ke pasar global.

“Produk halal berbasis bahan pangan lokal tidak hanya menjadi bukti bahwa kita mampu mempertahankan kualitas dan rasa, tetapi juga menjaga keaslian tradisi kuliner yang kita banggakan. Ini adalah langkah strategi dalam memajukan posisi kuliner Indonesia di pasar global,” pungkasnya.

Pada sesi talkshow, Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Bapanas, Rina Syawal, menyoroti pentingnya diversifikasi pangan dalam upaya memenuhi kebutuhan gizi yang beragam. Menurutnya, tidak ada satu pun jenis makanan yang memiliki kandungan gizi sempurna, sementara tubuh manusia membutuhkan setidaknya 40 zat gizi untuk tetap aktif dan produktif.

“Kalau kita makan nasi, dapatnya karbohidrat dan sedikit protein nabati, kalau kita makan ikan, lebih banyak kepada proteinnya. Jadi kita makannya harus beragam, diversifikasi,” jelasnya.

Rina melanjutkan bahwa dari sisi kesehatan, konsumsi berbagai jenis makanan sangat dianjurkan karena memungkinkan tubuh menerima zat gizi secara optimal. Diversifikasi pangan juga penting dari sisi penyediaan pangan untuk mengurangi risiko ketergantungan pada satu jenis komoditas.

“Kalau kita tergantung pada satu jenis komoditas, itu akan berisiko. Kalau misalnya kita tergantung pada sumber karbohidratnya hanya beras, hanya nasi saja, ketika terjadi sesuatu dalam penyediaannya, misalnya masalah iklim berpengaruh pada tingkat produksi beras, apakah kemudian kita akan tergantung dan berisiko kekurangan pangan? sementara kita punya potensi pangan yang lain,” urainya.

Rina juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi untuk mengubah pola pikir masyarakat yang masih terikat dengan anggapan bahwa “belum makan nasi berarti belum makan.” Ia pun mengajak masyarakat untuk lebih memanfaatkan potensi pangan lokal sebagai sumber karbohidrat alternatif, seperti sagu yang banyak ditemukan di Papua.

“[Dari] kuliner nusantara, kita punya berbagai jenis makanan yang sebenarnya nenek moyang kita dulu sudah punya local knowledge. Misalnya, kenapa kemudian kita menemukan papeda di Papua, karena di sana memang tersedia sagu yang sebenarnya bisa dijadikan sebagai sumber karbohidrat yang tidak harus beras,” paparnya.

“Seyogyanya, pola konsumsi kita berbasis kepada potensi pangan yang kita miliki,” tutupnya.

Usai talkshow, Chef Sisca Soewitomo memandu kelas memasak dengan menu gadon, hidangan khas Jawa Tengah berbahan dasar daging sapi, yang digelar di Lapangan Setwapres. Adapun peserta memasak merupakan perwakilan dari masing-masing Asdep di Lingkungan Setwapres. (HB/SK- BPMI, Setwapres)