Jakarta, wapresri.go.id – Gerakan Nasional Wakaf Uang yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 25 Januari 2021 lalu, menuai pro dan kontra yang tercermin dari tanggapan masyarakat baik di media konvensional maupun media sosial. Banyak yang menyambut positif sebagai salah satu strategi penting untuk memperkuat ekonomi masyarakat, tetapi ada pula yang memahami wakaf uang kurang tepat karena dinilai sebagai upaya menyerap keuangan umat di tengah kesulitan keuangan negara. Padahal, apa yang dilakukan pemerintah dengan menggalakkan wakaf uang sebenarnya adalah untuk membantu mengembangkan potensi dana umat yang sangat besar untuk kepentingan umat.

“Sebenarnya bagi kita umat Islam, wakaf ini kan merupakan suatu bagian dari syariat Islam, yang merupakan sesuatu yang dianjurkan dan memiliki peran penting di dalam rangka pemberdayaan masyarakat (umat), dalam rangka takwiyatul ummah, penguatan umat,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat membuka Webinar Literasi Wakaf Uang: Menjernihkan Sengkarut Bincang Publik melalui konferensi video di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Kamis (11/02/2021).

Lebih lanjut, menurut Wapres, wakaf uang memiliki potensi besar karena sifatnya fleksibel sehingga menjadi bagian dari fokus pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

“(Wakaf uang) potensinya besar tapi realisasinya sangat kecil (di Indonesia), bahkan literasi tentang wakaf itu sangat minim sekali, di bawah zakat. Padahal potensinya besar, karena wakaf sifatnya abadi dan kalau dikumpulkan itu bisa menjadi bola salju yang makin lama makin besar,” jelasnya.

Untuk itu, menurut Wapres, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang untuk memfasilitasi umat agar wakaf yang selama ini identik dengan penyediaan sarana keumatan dan peribadatan seperti masjid, madrasah, dan makam (3M) menjadi lebih bernilai sosial dan ekonomi ketika dikelola secara lebih profesional.

“Bukan untuk Pemerintah. Pemerintah sudah ada mekanisme sendiri dalam melakukan pembangunan, ada dana melalui Surat Utang Negara (SUN), atau Surat Berharga Negara (SBN), ada juga yang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), yang sukuk disebutnya itu. Itu sangat besar,” paparnya.

Sekali lagi, Wapres menegaskan bahwa pemerintah hanya ingin membantu umat agar uang wakaf menjadi dana abadi umat yang nilai pokoknya tidak pernah berkurang.

“Oleh karena itu, pemerintah ini hanya ingin mengarahkan. Nanti hasilnya, pokoknya jangan sampai habis. Wakaf itu harus abadi. Nanti hasilnya itu dibagikan sesuai dengan apa permintaan si wakif (pewakaf). Jadi si wakif itu sudah menyebutkan, nanti hasilnya untuk apa,” terangnya.

Adapun pengelolaannya, kata Wapres, tetap dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang menjadi koordinator para nadzir (pengelola wakaf).

“Supaya bisa dikembangkan, dikelola dengan baik, maka nanti kita arahkan supaya yang mengelola itu ada manajer yang mengerti investasi. Bukan disembarangkan investasinya, kemudian bukannya berkembang malah habis uangnya. Padahal wakaf itu tidak boleh habis,” terangnya.

Oleh sebab itu, kata Wapres, pemerintah ingin agar para nadzir juga profesional sehingga dapat mengelola uang wakaf dengan baik, seperti menginvestasikan di tempat yang aman dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat.

“Ini saya kira yang harus dipahami, jadi pemerintah tidak akan mengambil, dan tidak untuk pemerintah. Tapi pemerintah memfasilitasi untuk kepentingan umat, dananya dana umat dan supaya ini nanti benar-benar dana ini terjaga dan diinvestasikan ke tempat aman dan menghasilkan,” ujarnya.

Terkait mengapa harus diinvestasikan, Wapres menjelaskan bahwa hal ini adalah strategi agar pokok dana wakaf tidak hilang.

“Yang kita khawatirkan kalau langsung dibayai ke pengusaha-pengusaha kecil (misalnya), bukan lagi pengusahanya yang numbuh, tapi dana wakafnya (bisa) habis. Oleh karena itu, kita wajib menjaga bagaimana supaya dana wakaf terus berkembang, hasilnya digunakan untuk menguatkan yaitu UMKM-UMKM yang syariah, supaya dia bisa tumbuh dengan baik, tetapi juga dana wakafnya ini tidak hilang,” paparnya.

Untuk mewujudkan hal ini, menurut Wapres, pemerintah akan melakukan perbaikan struktural termasuk di dalam BWI.

“Nanti ada pengawasnya, kemudian ada manajer investasinya, semua untuk umat dan transparan. Dan itu nanti harus terbuka, (sehingga) semua bisa tahu apa yang terjadi,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia Masduki Baidlowi selaku Ketua Panitia Webinar melaporkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari literasi wakaf uang sebagai upaya mencerahkan pemahaman publik mengenai wakaf uang.

“Di media sosial banyak tulisan yang sengaja menyalahpahamkan tentang wakaf uang ini. Jadi misalnya pemerintah dipersepsikan akan mengambil dana umat lewat wakaf uang,” ungkap Masduki.

Untuk itu, menurut Masduki, perlu ada pembahasan secara khusus terkait masalah wakaf uang sehingga tercipta narasi positif di masyarakat. Sebab, menurutnya wakaf uang ke depan akan menjadi potensi besar bagi masyarakat Indonesia karena pada tahun 2025 diperkirakan akan ada 184 juta penduduk muslim dewasa yang 57,5 persennya adalah kelas menengah atas.

“Jadi wakaf uang itu ke depan saya kira sangat menarik, bahkan banyak disebut-sebut di media sosial itu dia bisa menjadi lifestyle,” ujarnya.

Tampak hadir menjadi narasumber pada Webinar ini Komisioner Badan Wakaf Indonesia Irfan Syauqi Beik, Direktur Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Afdhal Aliasar, Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan Dwi Irianty Hadiningdyah, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Tarmizi Tohor, serta Pakar Wakaf Uang Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Raditya Sukmana. (EP-BPMI Setwapres).