Jakarta. Sumber daya alam dan lingkungan hidup manusia perlu dijaga keutuhan dan kelestariannya agar tidak rusak akibat eksploitasi yang berlebihan. Untuk itu, dibutuhkan sinkronisasi, harmonisasi serta pembaruan hukum yang mengatur pengelolaannya. “Hukum itu dinamis, dinamis artinya dapat berubah setiap saat karena terpengaruh teknologi, pengaruh ekonomi, pengaruh zaman dan juga setelah melihat akibat-akibat (yang ditimbulkan)” tutur Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat menyaksikan Pendeklarasian Program Nasional Pembaruan Hukum Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Istana Wakil Presiden, Selasa, 3 Maret 2015.

Wapres mengajak para hadirin untuk melakukan kilas balik terhadap kebijakan pemerintah di masa lampau yang telah membiarkan eksploitasi sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa secara berlebihan sehingga berdampak buruk saat ini. Bahkan saat itu, lanjut Wapres, negara menyanjung para pelakunya yang dinilai telah memberikan kontribusi ekonomi besar bagi bangsa melalui pajaknya. “Baru kita sadari, bahwa orang yang membabat hutan dulu itu, yang kita bangga-banggakan, ternyata sekarang ini menyebabkan banjir dan kemiskinan di Kalimantan dan lainnya,” ujar Wapres.

Dalam kaitannya dengan lingkungan dan ekonomi, kata Wapres, pemerintah saat ini menghadapi dilema yang besar dalam pertentangan antara mengedepankan kepentingan pelestarian lingkungan atau pertumbuhan ekonomi yang memberikan kesejahteraan rakyat. “Pelestarian hutan sangat penting, tetapi penting juga pendapatan negara untuk mencari minyak. Hutan dilestarikan sangat penting, tetapi geothermal untuk listrik agar orang berindustri dan membaca itu harus jalan juga,” terang Wapres. Untuk itulah, pentingnya pembaruan dan sinkronisasai peraturan-peraturan yang saling bertentangan saat ini.

Wapres juga menilai kerusakan lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi saat ini juga merupakan tanggung jawab bersama sekaligus dunia internasional. Lalu Wapres menceritakan pengalamannya saat menjadi narasumber sebuah seminar yang dihadiri 500 orang pengusaha di Nikkei, Jepang tujuh tahun lalu. Terdapat salah seorang pengusaha yang meminta Indonesia memperbaiki tropical forest-nya karena hal tersebut mempercepat perubahan iklim dunia.

Waprespun menanggapinya dengan sebuah pertanyaan, siapa sebenarnya yang merusak hutan Indonesia? Kemudian Wapres bercerita sejarah tahun 1960-an di saat bangsa Indonesia belum mengenal buldoser. Datanglah para pengusaha dari negara maju seperti Jepang dan Amerika dengan peralatan tersebut untuk membabat hutan, maka rusaklah hutan Indonesia. “Bawa buldoser. Bayar 5 Dollar per kubik, lalu ambil dan babat hutan kami dan rusaklah hutan Indonesia ini,” kenang Wapres.

Sebelum mengakhiri sambutannya, Wapres kembali menekankan pentingnya harmoninsasi dan pembaruan hukum di bidang sumber daya alam dan lingkungan ini, agar semua pihak terkait mengerti dan memahami hak dan kewajibannya terhadap kelestariannya. “Semua itu menjadi pelajaran kita semua, sehingga tidak mewariskan dunia dan alam Indonesia ini yang rusak untuk anak cucu kita ke depan,” tutup Wapres.

Dalam kesempatan tersebut, dibacakan pernyataan “Deklarasi Program Nasional Pembaruan Hukum Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup” oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kemenkumham Enny Nurbaningsih. “Dalam rangka mewujudkan dan memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang adil dan berkelanjutan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka sesuai dengan perintah Ketetapan MPR Nomor IX/MPR 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam”. Dengan ini kami yang bertanda tangan di bawah ini, menyepakati pelaksanaan hal-hal sebagai berikut:

  1. Melaksanakan analisis dan evaluasi secara menyeluruh dan utuh terhadap berbagai peraturan perundang-undangan terkait SDA-LH sebagaimana perintah TAP MPR Nomor IX/2001 dengan memanfaatkan pedoman metode analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam peta jalan pembaruan hukum sumber daya alam dan lingkungan hidup sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari deklarasi ini.
  2. Melaksanakan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup serta rekomendasi dalam peta jalan pembaruan hukum sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga terwujud keterpaduan antar sektor pembangunan dan antara pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
  3. Mendukung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan pembinaan hukum secara nasional melalui pemantauan pelaksanaan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan termasuk dan tidak terbatas pada pelaksanaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada angka 2.
  4. Mengembangkan dan memperkuat kapasitas kelembagaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait sumber daya alam dan lingkungan hidup termasuk pengembangan kapasitas sumber daya manusia.

Kemudian deklarasi tersebut ditandatangani oleh sembilan menteri terkait, yakni Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo; Menteri Hukum dan HAM Yasonna H.A. Laoly; Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinov Chaniago; Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan Siti Nurbaya; Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursidan Baldan; Menteri Pertanian Amran Sulaiman; Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti; Menteri Energi dan Sumber Daya mineral Sudirman Said; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Ja’far. (Taufik Abdullah)
****