BKS-PTIS

Pembukaan Musyawarah Nasional ke-11 Badan Kerjasama PTIS

Makassar. ‎ Singapura dan Jepang adalah contoh negara yang melaksanakan pendidikan tinggi dengan disiplin yang baik. Bahkan mereka mengumpulkan banyak orang pintar, yang tidak hanya dari negaranya saja, tapi juga dari negara lain, termasuk Indonesia. Perguruan Tinggi (PT) tentu boleh banyak jumlahnya, tapi PT yang kualitasnya kurang akan dikalahkan PT yang kualitasnya baik.

Demikian pula generasi muda yang jumlahnya jutaan tengah menimba ilmu di Perguruan Tinggi Islam Swasta (PTIS). “Harapan orangtua, harapan bangsa dan harapan mereka sendiri harus tinggi. Ilmu harus bermanfaat untuk tiga hal, yakni bermanfaat bagi dirinya, keluarga, dan bangsa tempat kita berada,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan sambutan pada Pembukaan Musyawarah Nasional ke-11 Badan Kerjasama PTIS di Universitas Muslimin Indonesia Makassar (UMI), Senin 6 April 2015.

Selain itu, Wapres mengingatkan bahwa mereka yang memenangkan persaingan adalah mereka yang memenangkan 3 hal, lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. “Alumni PT apalagi PTIS harus lebih baik daripada yang lainnya, harus berfungsi mendorong bangsa lebih efisien agar bisa lebih cepat, kalau tidak sulit bersaing dengan bangsa lain. Kalau tidak bisa bersaing, maka kita dikuasai bangsa lain,” kata Wapres.

Wapres meyakini bahwa 250 juta penduduk ingin masa depan yang lebih baik. Ajaran Islam pun, kata Wapres, menegaskan bahwa ilmu bagian dari iman. Terlebih lagi negara telah mengamanatkan 20 persen anggarannya untuk pendidikan. Tapi, lanjut Wapres, pendidikan bukan melulu soal anggaran, tapi kemauan untuk maju.

Di awal sambutannya, Wapres menjelaskan bahwa bila berbicara tentang PT artinya kita bicara ke depan. Lebih lanjut Wapres mengatakan bahwa apa yang kita ajarkan pada mahasiswa hari ini baru dimanfaatkan 5-10 tahun mendatang. “Apa yang saya peroleh waktu di Perguruan Tinggi tetap memberi manfaat sampai sekarang. Kita bicara ke depan, tidak ke belakang,” ucap Wapres.

Sejarah memang penting, ucap Wapres, tapi kalau bicara ilmu, artinya kita bicara ke depan. Diakui Wapres membangun bangsa selalu ada kendala, tentunya ada modal-modal pokok. “Ada sesuatu yang bersamaan dalam pembangunan bangsa, pembangunan knowledge economy,” kata Wapres.

Dalam pandangan Wapres, satu bangsa maju memiliki keterikatan dengan bangsa lain. Kita banyak memiliki kelebihan, baik sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Gabungan semua itu baru bermanfaat kalau ditambah dan dikelola dengan baik memakai ilmu pengetahuan. Kita selalu bangga dengan SDA, tapi zaman berubah atau kalau kita tidak tanggap, semua SDA itu manfaatnya tak sebesar yang diharapkan. “Kita bangga dengan hasil hutan besar, tapi akhirnya banjir karena berlebihan,” pesan Wapres.

Bila kita dapat mengelola kekayaan alam dengan baik tentu kita akan memperoleh keuntungan yang besar, tapi kalau tidak dikelola secara baik, maka bukan keuntungan yang diperoleh, malah kerusakan. Itulah, lanjut Wapres, yang menjadi bagian upaya dari kita setiap bicara ilmu. Khususnya ketika bicara PT, ilmu boleh diperoleh di mana-mana dan ilmu berkembang. “Teknologi berkembang 2 kali dalam tiap tahun, ilmu juga berkembang dengan cepat,” tutur Wapres.

Bicara PT, artinya kita bicara ilmu. Dengan ilmu pengetahuan maka generasi muda kita bisa berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan. “Bagaimana ciptakan anak muda yang bisa kelola bangsa dengan baik?” tanya Wapres.

Terlebih lagi, kata Wapres, kondisi saat ini adalah dimana ekonomi dunia selalu dalam tahap bersaing. Kalau kita mampu mengelola yang kita miliki, seperti nikel, gas dan minyak, barulah ada nilai besar kalau dikelola dengan baik. “Semua kemakmuran itu asalnya dari peningkatan nilai tambah. Asalnya kayu, dikelola dengan baik, jadi lebih mahal,” kata Wapres.

Untuk itulah Wapres menggarisbawahi bahwa kita harus meningkatkan nilai tambah. “Kita andalkan teori dan praktik. Kalau tahu teori tapi tak dijalankan, manfaat tidak besar,” ucap Wapres.

Untuk itulah, Wpares menjelaskan pada pemerintahan Joko Widodo -Jusuf Kalla Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dibentuk, karena riset dan dan PT tidak bisa dipisahkan. “Suatu pembangunan didapat dengan nilai tambah teknologi. Teknologi didapat dari pendidikan. Jadi gimana meningkatkan pendidikan kita,” ucap Wapres.

Saat ini, kata Wapres, terdapat 426 PT yang tergabung dalam PTIS dengan jumlah mahasiswa mencapai 2 juta. Persoalan yang selalu timbul, apakah semua pelajar atau siswa masuk PT? Tentu tidak. Jumlah siswa yang masuk PT hanya 30 persen dari lulusan SMA. “Tantangan timbul, sejauh mana PT dapat berhasil. Nilai diukur jumlah dan kualitas,” kata Wapres.

Ada suatu pandangan situasi yang berkembang dewasa ini di dunia pendidikan. Di tingkat pendidikan menengah, timbul situasi menggembirakan tapi bisa mengkhawatirkan juga. Kini, kata Wapres, sekolah negeri favorit tersaingi sekolah swasta. “Kenapa swasta bisa baik? Kualitas dijaga dengan ongkos mahal. Penghasilan menengah ke atas tentu tak masalah. Ada tren baru, swasta bisa dikelola kualitas dengan standar sama seperti di luar,” kata Wapres.

Lebih jauh Wapres mengatakan, apakah tren ini terjadi di universitas? Sebenarnya jawabannya hanyak soal waktu. Jika kita melihat di Amerika Serikat, maka PT yang baik itu adalah yang swasta, seperti Havard, dan lain-lain. “Risikonya tentu dengan harga mahal. Nah sekarang bagaiamna agar biaya tidak terlalu mahal? Bagaimana mengelola PT bermutu tapi tidak membebankan atau mahal,” kata Wapres.

Kalau kita lihat di sekolah menengah, banyak yang mampu. Jadi artinya adalah PT swasta punya kesempatan, tapi kemampuan apabila dapat mengelola dengan baik. Di Jakarta, universitas swasta mulai mengarah ke arah situ. Ini jadi tantangan baru bagi kita semua,” ucap Wapres.

Islam Moderat

Masa-masa ini masa yang paling membahayakan atau menjadi tantangan dunia Islam. Hampir 50 persen, dari negara yang mayoritas Islam mengalami konflik, mulai dari Pakistan, Irak, Iran, Yaman, Mesir, Libia, Nigeria, Sudan, semua alami konflik besar dan saling hancurkan. “Apa yang selalu kita kumandangkan Islam jadi tantangan kita semua,” kata Wapres.

Kita bersyukur di Indonesia, lanjut Wapres, Islamnya moderat dan berbeda dengan negara lain. Tentu situasi seperti ini perlu kita jaga. “Apa yang terjadi di negara Islam lainnya bukan tontonan menarik, saling membunuh, saling mengebom, saling menghancurkan rahmat yang diberikan Allah. Sebagai Perguruan Tinggi yang berdasarkan Islam, tentu harus menjaga ini,” ucap Wapres.

Apa yang sebabkan hal itu terjadi? Campuran ideologi, politik, dan ekonomi. Apabila kita lihat soal ISIS, itu sejarah berulang saja. Bermula dari kelemahan suatu negara, bagaimana Afganistan lemah karena diduduki Rusia. Campur tangan di bidang politik, seperti yang terjadi di Irak, dimana Amerika Serikat
mendudukinya demi alasan demokrasi, tapi itu tidak dapat dibenarkan. “Di‎ balik sebelumnya ada Arab Spring, karena ketidakadilan ekonomi. Libya begitu kaya sebelumnya, Irak, Syria yang jadi sumber pengetahuan Islam,” ujar Wapres.

Wapres berharap agar PTIS dapat mempertahankan Islam moderat di Indonesia, tidak hanya sebagai ilmu tapi dijalankan. Kita, kata Wapres, menjadi pusat perhatian karena dapat menjaga kerukunan antar Islam dan antar agama lain. “Tak ada yang rayakan hari nasional di dunia ini secara bersama-sama kecuali di Indonesia. Ada masalah tapi kita tak perlu perang,” ujar Wapres.

Paham ideologi yang keliru bisa masuk bila bangsa itu lemah, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Kita, lanjut Wapres, tak mau seperti itu. “Kita bisa terhindar kalau bangsa ini maju dan makmur, asal jalankan prinsip moderat,” kata Wapres.

Turut hadir mendampingi Wapres, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, dan Ketua Umum Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS) Muhadjir Effendy.

****

Bookmark and Share