Jakarta. Indonesia tidak memberlakukan diskriminasi selama masyarakatnya berperilaku baik sesuai dengan perilaku berbangsa yang benar.

“Semua kalau kita sama di sini tidak ingin ada perbedaan maka berbuatlah yang baik untuk nusa dan bangsa. Tapi jangan kalau menggali kekayaan bangsa tapi begitu [ada] hasilnya disimpan di luar, [itu] bukan bangsa yang baik. Itu bukan perilaku semangat membangun bangsa,” ucap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menghadiri acara Cap Go Meh Bersama 2016 dengan tema “Semangat Membangun Negeri” di Hall D JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, Minggu (28/2/2016).

Wapres menekankan, dengan berperilaku yang baik berarti masyarakat percaya dengan negara Indonesia. Menurut Wapres, tanpa kepercayaan, bangsa Indonesia tidak akan menjadi besar.

“Kita akan kalah dengan bangsa lain apabila kita selalu lebih mempercayai negara lain [untuk] menyimpan dananya, walaupun hasilnya dalam negeri. Kita jual barang dalam negeri tapi dinikmati oleh negara lain. Apakah itu bangsa yang baik? Tentu bukan. Karena itu tidak perlu karena alasan undang-undang, alasan suku-suku, kita mengatakan kita bangsa. Tapi perilaku yang penting,” tegas Wapres.

Selain itu, untuk membangun bangsa, Wapres meminta masyarakat melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Menurut Wapres, banyak pengusaha yang meminta tax amnesty. Ini menandakan, banyak sekali dana di luar yang tidak dibayarkan ke pemerintah.

“Karena itu maka tanpa tax amnesty atau ada tax amnesty apabila kita betul yakin semangat membangun negara, kita harus memakai kekuatan itu untuk membangun negara,” ujar Wapres.

Upaya lainnya dalam membangun bangsa adalah mendorong yang kecil untuk maju ke atas .

“Saya selalu mengatakan bahwa untuk mengatasi kesenjangan tidak berarti yang besar harus diturunkan, tidak. Tapi mendorong yang menengah dan kecil di atas. Agar dia juga dapat kue dari pembangunan bangsa,” pesan Wapres.

Dalam kesempatan itu Wapres juga berpesan kepada Gubernur Jakarta agar masyarakat yang tidak mampu tidak perlu digusur apabila tidak melakukan pelanggaran. Bahkan, lanjut Wapres, tanah-tanah negara seperti yang ada di Kemayoran harus juga diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu, bukan hanya masyarakat yang mampu.

“Ini saya tekankan agar jangan terjadi lagi peristiwa beberapa tahun yang lalu. Keributan-keributan karena ada masalah sosial bangsa ini. Kita tidak ingin kembali seperti itu, kita tidak ingin kembali seperti negara lain yang masalah sosialnya sehingga menyebabkan terjadi konflik yang besar. Tidak. Maka sebelum itu terjadi, marilah secara bersama-sama memenuhi kewajiban kita sebagai bangsa,” ajak Wapres.

Di akhir sambutannya, Wapres menegaskan kembali, bahwa pengakuan terhadap bangsa tidak dapat diukur dengan kartu identitas tetapi harus dibuktikan dengan perilaku yang nyata.

“Pengakuan kepada bangsa bukan dengan KTP, tapi dengan perilaku bangsa ini secara bersama-sama,” pungkas Wapres.

Sebelumnya Ketua Pembina Forum Bersama Indonesia Tionghoa Murdaya Poo menyampaikan, dalam membangun negeri di era globalisasi yang penuh dengan kesulitan dan tantangan, peran serta Suku Tionghoa Indonesia dengan suku-suku lain di Indonesia mampu menciptakan sinergi yang harmonis membangun negeri.

“Tidak ada alasan untuk  Indonesia tidak satu! Kita bertekad Indonesia  Harus Maju dan Jaya, kita harus dapat mewariskan yang terbaik pada anak cucu kita sebagai generasi Penerus Bangsa Indonesia,” ujar Murdaya bersemangat.

Murdaya juga menjelaskan, Undang-undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, hanya mengenal WNI dan WNA atau Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing.

“Jadi tidak ada lagi istilah Keturunan asli atau tidak asli,  tidak ada lagi istilah Pribumi dan Non Pribumi, tidak perlu ada lagi SBKRI, yaitu Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak boleh ada lagi pembedaan perlakuan bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Yang perlu dimiliki hanyalah Kartu Tanda Penduduk sebagai Penduduk Warga Negara Indonesia,” ucap Murdaya.

Hadir dalam acara tersebut Menkopolhukam Luhut Pandjaitan, Mendikbud Anies Baswedan, Menperin Saleh Husin, Mendag Thomas Lembong, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid, serta para duta besar negara sahabat. (Siti)