Jakarta, wapresri.go.id – Fenomena digital democracy yang tumbuh sejalan dengan banyaknya orang yang ‘melek’ teknologi informasi, tak hanya mampu mengubah gaya hidup, tetap juga menumbuhkan kejahatan siber (cyber). Untuk itu, polisi harus lebih menguasai siber dari pelaku kejahatan maya.

“Teknologi informasi atau internet, medsos [media sosial] telah mengubah banyak hal, seperti mengubah gaya hidup, mengubah sistem produksi, sampai cara makan juga berubah. Sekarang mau makan enak tinggal telepon, kalau dulu harus masak dulu. Begitu juga dengan kejahatan banyak berubah dengan adanya cyber, oleh karena itu kepolisian juga harus lebih menguasai cyber daripada para kriminal,”tegas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada acara Sidang Senat Terbuka dalam rangka pengukuhan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly sebagai Guru Besar Ilmu Krimonologi, Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), di Lemdiklat POLRI PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Lebih jauh Wapres mencermati, selain mampu meningkatkan keterlibatan publik dalam debat politik terbuka di medsos, digital democracy juga menumbuhkan cyber bullying dalam kampanye. Ia pun membandingkan gaya kampanye pemilu dulu dan saat ini. Jika dulu yang pertama diangkat dalam tim ialah kepala atau ketua pengerah massa supaya hadir dalam kampanye. Namun sekarang hal itu sudah tidak penting lagi, yang terpenting ialah pasukan siber yang dapat mem-bully atau membalas bully. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pengalaman cyber bullying dalam kampanye sangat dibutuhkan.

“Internet dan demokrasi, digital democracy dan [pemahaman] political cyber bullying dalam bidang politik sangatlah penting,” pesannya.

Mengutip perkataan Yasonna Laoly sebelumnya, Wapres menjelaskan bahwa internet itu seperti pisau bermata dua, membawa kebaikan sekaligus keburukan, tergantung di tangan siapa internet atau smartphone itu berada, tentunya dibutuhkan penggunaan internet yang bertanggung jawab.

“Penyalahgunaan internet itu bukan dari hardware-nya melainkan contain-nya, dengan cyber bullying,” terangnya.

Menurut Wapres, di era digital saat ini, masyarakat sangat dipengaruhi oleh lima perusahaan besar digital dunia seperti google, facebook, amazon, twitter, dan youtube.

“Cukup kelima ahli [perusahaan tersebut] berkumpul, maka mereka menguasai atau kita selalu ikut apa yang mereka ciptakan,” lanjutnya.

Wapres pun berharap agar ilmu pengetahuan digital democracy ini bermanfaat dan memberikan pemahaman bagi peserta yang hadir, sekaligus menjadi bekal dalam pendidikan kepolisian. Selain dapat meningkatkan kemampuan aparat kepolisian untuk mengatasi kejahatan siber, etika politik juga dapat terjaga.

“Kejahatan siber begitu luasnya, dengan penipuan yang bermacam-macam dan pelakunya bukan hanya datang dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Namun dengan pengetahuan yang baik dari kita secara pribadi tentu dapat menangkal masalah-masalah tersebut,” harapnya.

Di akhir sambutannya, Wapres mengucapkan selamat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Krimonologi, di STIK.

Sebelumnya, Yasonna dalam Orasi Ilmiahnya yang berjudul “Dampak Cyber Bullying dalam Kampanye Pemilu terhadap Masa Depan Demokrasi di Era 5.0”, mengajak hadirin mengenang peristiwa tragedi kemanusiaan di Lower Manhattan, New York City, 11 September 18 tahun yang lalu.

“Dua menara kembar World Trade Center (WTC), yang memiliki 110 lantai menjadi pusat perdagangan dunia, runtuh dihantam dua pesawat yang dibajak teroris, dan telah membunuh ribuan orang. Sebuah tragedi yang akan terus menyisakan perih dalam sejarah peradaban umat manusia,” jelasnya.

Yasonna mengatakan bahwa dunia tidak boleh tercerai-berai, harus bersatu merajut tali kasih dan rasa damai. Semua negara yang ada di dunia ini, harus terus berupaya menciptakan perdamaian dunia, dan selalu bekerja sama menghapuskan segala macam tindak kejahatan, termasuk terorisme.

“Tidak bisa masing-masing negara, di era yang sudah mengglobal ini, bertindak sendiri-sendiri. Butuh kerja bersama dari seluruh negara untuk memberantas kejahatan yang sudah melintasi batas negara (transnational crimes),” tegasnya.

Selain itu, tambah Yasonna, ancaman kejahatan tidak saja dalam bentuk konvensional, tapi lebih canggih dan begerak cepat berbasiskan teknologi digital.

“Mereka melakukan mobilisasi online, istilah yang kini sangat popular dan viral di era disruption, dengan menyebarkan virus-virus intoleransi dan radikalisme sebagai pangkal-mula kejahatan teroris. Mereka terus menyebarkan virus-virus kejahatan itu secara kreatif dan massif dengan sasaran utama anak-anak muda di pelbagai belahan dunia, termasuk di negeri kita,” lanjutnya.

Yasonna juga menyampaikan bahwa fenomena cyber bullying yang mula-mula dianggap hanya mengganggu kesehatan jiwa remaja dan menjadi perhatian psikolog, ternyata berubah menjadi cyber victimization yang perlu mendapat perhatian kriminolog, peneliti, dan ilmuwan sosial.

“Kita perlu melakukan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tidak untuk memberikan hukuman, tetapi utamanya untuk memberikan pedoman dalam penggunaan sarana internet, dan mencegah terjadinya cyber bullying, cyber crime dan cyber victimization,” imbaunya.

Melalui hadirnya Era Society 5.0 yang memanusiakan kembali manusia dihadapan teknologi digital, Yasonna mengajak semua pihak untuk bijak dalam menggunakan medsos sehingga kasus-kasus kekerasan dan kejahatan di dunia maya berupa cyber bullying dan cyber victimization dapat direduksi.

“Sebab internet dibuat oleh manusia, karena itu harus diarahkan menuju pemanfaatan yang lebih manusiawi, dimana negara-negara maju sudah mengarah ke sana, agar masa depan demokrasi sebagai modal sosial dapat menjadi energi positif dalam memajukan, memakmurkan dan mensejahterakan bangsa dan negara,” pungkasnya.

Hadir dalam kesempatan tersebut Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Kepala Kepolisian Negara RI Tito Karnavian, Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara.

Sementara Wapres Jusuf Kalla didampingi Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi. (YZ/AF/SK-KIP, Setwapres).