Jakarta. Sebagai bagian dari dunia, Indonesia terkena dampak dari ekonomi kawasan maupun global. Melemahnya ekonomi seperti di Tiongkok dan Jepang, menyebabkan ekonomi Indonesia juga melemah. Untuk itu, Indonesia dituntut untuk mempersiapkan diri, baik dalam situasi paling buruk maupun paling baik sekalipun.

“Saya yakin tidak ada negara di Asia Tenggara yang bisa bersaing dengan Indonesia jika kita melakukan efisiensi, dan kita sedang menuju ke arah sana. Saya kira ini baik untuk investasi dan sektor asing,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menghadiri acara Indonesia Summit 2016, yang diselenggarakan oleh The Economist, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (25/2/2016).

Lebih jauh Wapres menjelaskan tentang efisiensi yang harus dilakukan Pemerintah jika ingin memenangkan persaingan dengan negara-negara lain di kawasan bahkan di dunia.

Pertama, efisiensi di sektor keungan. Wapres mencatat, Indonesia adalah negara yang termasuk interest rate-nya paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia, yakni sekitar 10%-12%. Saat ini Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan bunga single digit, lebih rendah dari 9%, sekitar 8% atau 7%.

“Setelah kita pelajari, semua itu bergantung pada pemerintah, karena sekarang BI rate oleh Bank Indonesia setiap bulan mengevaluasi levelnya sesuai dengan kondisi saat ini. Kami sangat mengapresiasi Bank Indonesia untuk hal itu,” tutur Wapres.

Sementara, dari sisi Pemerintah, akan membuat regulasi terkait pembatasan rate deposito bagi dana pemerintah dan lokal yang akan berdampak besar pada perbaikan sistem keuangan perbankan nasional.

“Jika penurunan itu dilakukan, tentu pasar modal akan lebih positif karena sekarang investasi domestik hanya 40% bahkan kurang dari itu, hampir semuanya investor asing. Maka itu, kita semua bekerja keras pada sisi pasar keuangan tersebut,” ungkap Wapres.

Kedua, efisiensi biaya logistik dengan memperbaiki infrastruktur. Pemerintah saat ini terus menggenjot pembangunan infrastruktur, seperti airport, pelabuhan, jalan, telekomunikasi, kereta, dan sebagainya.

“Kita harapkan dalam 3 tahun akan ada perubahan yang sangat besar dan bisa menurunkan biaya logistik agar lebih efisien. Juga menurunkan biaya produksi bagi industri dan memberi multiplier effect,” ujar Wapres optimis.

Ketiga, efisiensi di bidang energi, salah satunya penggunaan listrik. Wapres mengakui, di beberapa tempat masih terjadi pemadaman listrik. Untuk itu pemerintah akan membangun proyek 35.000 MW yang terus dikembangkan dan diakselerasi.

“Maka itu kita mengundang banyak investor untuk membiayai proyek ini. Ada beberapa tantangan pula dalam hal akuisisi proyek, tapi kita terus menerapkannya sesuai hukum dan kebijakan yang ada,” papar Wapres.

Keempat, efisiensi birokrasi. Wapres mencermati, walaupun sudah ada desentralisasi dan otonomi daerah, investor yang ingin berinvestasi tetap harus melewati birokrasi yang panjang, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

“Saat ini langkahnya lebih mudah dengan adanya PTSP [Pelayanan Terpadu Satu Pintu] oleh BKPM. Saya kira sudah diperbaiki saat ini,” terang Wapres.

Wapres meyakini, jika efisiensi tersebut terus dilakukan dalam 3-4 tahun ke depan, maka Indonesia akan memenangkan persaingan, baik secara regional maupun global.

“Selain itu dari segi sektoril, agriculture, manufacture, dan services kita juga kembangkan,” ucap Wapres.

Disamping berbagai upaya yang tengah dilakukan pemerintah dalam menghadapi tantangan, Indonesia, lanjut Wapres, diuntungkan dengan posisinya yang berada di tengah. Selain sumber daya alamnya yang melimpah, penduduk yang besar, dan tingkat produktivitas tinggi menjadi peluang besar.

“Saya kira tidak banyak negara seperti indonesia yang memiliki dua keunggulan sekaligus, yakni pasar yang besar dan basis produksi. Maka itu, kita akan meningkatkan pasar yang besar karena populasi penduduk yang besar dengan middle income people dan geografi yang besar,” tandas Wapres.

Indonesia Summit adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh The Economist, media ekonomi terkemuka berbahasa Inggris yang berbasis di London, Inggris. Tiap tahunnya, forum tersebut membahas berbagai isu-isu hangat yang terjadi di Indonesia mulai dari ekonomi, politik, keuangan, dan pembangunan ekonomi. Forum dihadiri oleh pengusaha, politisi, pembuat kebijakan, dan akademisi dari berbagai negara. (Siti)