Jakarta, wapresri.go.id – Mutu pendidikan Indonesia harus semakin baik. Untuk mendukung hal tersebut, guru besar atau profesor sebagai pemegang jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi dituntut untuk memainkan perannya, terutama dalam menghasilkan karya-karya ilmiah.

Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menerima audiensi Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) Koentjoro dan jajarannya di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara Jakarta, Selasa (7/5/2019).

Lebih jauh Wapres menjelaskan, guru besar memiliki peran strategis dalam meningkatkan mutu pengajar dan sistem pendidikan di Indonesia. Ada dua sistem pendidikan di dunia yaitu Liberal Education yang diadopsi di Amerika, berfokus pada inovasi, logika dan filosofi, serta Skill Based Education yang umumnya diterapkan di Eropa.

“Universitas harus lebih meningkatkan inovasi, sedangkan pendidikan vokasi atau sekolah kejuruan lebih mengadopsi pada skill based,” tegas Wapres.

Saat ini, Wapres mencermati, keterbatasan waktu dan jarak tidak lagi menjadi hambatan para pengajar untuk melakukan transfer pengetahuan melalui pemanfaatan teknologi.

“Pemanfaatan teknologi akan mempermudah komunikasi dalam rangka pemerataan mutu pendidikan,” ungkapnya.

Wapres menekankan, mutu pendidikan juga harus memiliki standar. Standar akan menjadi ukuran suatu pendidikan, karena akan terkait dengan nilai-nilai, budaya belajar, lingkungan yang mendorong murid untuk belajar serta pengajar itu sendiri.

“Ukuran standar nasional pendidikan haruslah sama di seluruh Indonesia, mekanisme pertukaran pengajar dan kepala sekolah dapat menjadi salah satu cara untuk memeratakan mutu pendidikan di Indonesia,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua FDGBI Koentjoro melaporkan hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) kedua yang dilaksanakan pada tanggal 25 s.d. 26 Januari 2019 di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Rakernas tersebut membahas persoalan pemerataan pendidikan di Indonesia, wawasan kebangsaaan, nilai-nilai universitas dan mendorong penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nusantara raya agar dapat dipergunakan sebagai bahasa ilmiah internasional.

“Kita akan mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah internasional, paling tidak bahasa internasional ASEAN,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Wapres mengatakan bahwa bahasa Indonesia lebih mudah, karena menggunakan bahasa latin.

“Banyak konferensi Internasional yang belum memiliki penerjemah untuk bahasa Indonesia, yang ada hanya bahasa Thailand, Philipina dan Kamboja untuk negara Asia,” terangnya.

Sebagai rangkaian acara dalam kongres, FDGBI akan melaksanakan Focus Group Discussion di bulan Oktober 2019 dengan mengusung tema “Menginternalisasikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmiah”. Narasumber yang akan mengisi acara tersebut, diantaranya berasal dari Singapura, Philipina, Malaysia, Thailand, Australia, Brunei dan Timor Leste.

Terkait penyelenggaran kegiatan ini, Koentjoro memohon perkenan Wapres untuk hadir membuka Kongres PDGI yang akan diadakan tanggal 8 s.d 9 Agustus 2019 di Universitas Hasanuddin, Makassar, dengan jumlah peserta yang akan hadir sebanyak 150 s.d 200 Guru Besar.

Hadir bersama Koentjoro, beberapa pengurus FDGBI periode 2017-2019, di antaranya Sekretaris Gunawan Sumodiningrat, Wakil Ketua I Mursalin dan Budimawan, serta Wakil Ketua II Sutyastie Soemitro dan Tarkus Suganda.

Sementara Wapres Jusuf Kalla didampingi Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, Staf Khusus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah Syahrul Udjud, serta Tim Ahli Wapres Sofyan Wanandi. (KH/AF – KIP, Setwapres)