Jakarta-wapresri.go.id. Kebijakan Tax Amnesty (pengampunan pajak) adalah kemurahan atau kemewahan yang diberikan pemerintah kepada pengusaha, karena kebijakan amnesty ini tidak ada di tiap tahunnya. Terakhir Indonesia memiliki kebijakan seperti ini pada 32 tahun silam, yakni tahun 1984. Oleh karena itu, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengajak para pengusaha untuk menggunakan kesempatan ini, karena kebijakan ini tidak akan keluar lagi di tahun 2017, bahkan mungkin sampai 30 tahun yang akan datang.

“Jadi artinya, kalau jarang terjadi ini kememewahan atau suatu kemurahan yang diberikan negara kepada para pengusahanya, karena kita [pemerintah] mencintai anda semua. Kalau kita tidak mencintai, maka masukkan saja sanksi tadi, ialah ke penjara atau didenda. Itulah namanya tax amnesty,” demikian disampaikan Wapres dalam sambutannya pada acara Sosialisasi Undang-undang Pengampunan Pajak, di Aula Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Kamis (21/7/2016).

Menurut Wapres, sanksi penjara atau denda tersebut diberikan kepada mereka yang melakukan dosa kepada negara, yakni melanggar undang – undang. Sementara dalam konteks pajak, dosa yang digambarkan adalah pelanggaran karena tidak menjalankan apa yang termaktub di dalam undang-undang, yang antara lain menjelaskan bahwa setiap perusahaan yang bergerak, didalamnya terdapat  saham pemerintah sebesar 30%.

“Karena itu setiap ada keuntungan 100 maka yang 25 adalah hak negara dan harus diserahkan ke negara dalam bentuk pajak. Dan itu merupakan kewajiban dan yang namanya kewajiban harus dijalankan, dan setiap tidak menjalankan kewajiban akan selalu ada sanksinya,” tegas Wapres.

Namun, Wapres menyayangkan banyak para pengusaha yang menyimpan uangnya di luar negeri seperti di Singapura, Hongkong, dan Jepang untuk menghindari wajib pajak. Hal ini, menurutnya, tentu akan membuat pengusaha tersebut tidak dapat hidup tenang, karena merasa dicurigai dari mana sumber uangnya.

“Jadi sebenarnya pemerintah bermurah hati agar rakyatnya, pengusahanya hidup tenang. Itulah sebenarnya inti daripada tax amnesty ini,” tutur Wapres.

Wapres pun menjelaskan mengapa kebijakan tax amnesty ini baru dilakukan sekarang. Pada tahun 2018 akan berlaku sistem informasi terbuka di bidang perpajakan sedunia. Sehingga, jika ada yang akan menggelapkan pajak akan menjadi musuh bersama dunia, seperti halnya teroris, yang merupakan musuh bersama dunia.

“Jadi ini kemurahan agar kita tidur nyenyak sebenarnya, artinya siapa yang tidak mau mendapat kemurahan dari negara, ada balasannya juga,” terang Wapres.

Menurut Wapres, Indonesia tahun ini akan memperbaiki seluruh sistem teknologi perpajakan, dan diharapkan selesai tahun depan. Sehingga, semua transaksi perbankan akan terpantau.

“Jadi kalau tagline dari Kementerian Keuangan tadi “Ungkap, Tebus, Lega, Aman”. Kalau tidak dijalankan akan menjadi “Ungkit, Tangkap, dan Lemas”. Karena kalau sudah ditangkap anda pasti akan lemas,” tegas Wapres.

Dalam kesempatan tersebut, Wapres mengungkapkan, pengampunan pernah juga diberikan pemerintah, meskipun tidak terkait dengan pajak. Amnesty terakhir yang diberikan negara kepada rakyatnya yakni saat perdamaian Aceh. Ribuan orang yang seharusnya dipenjara tidak dipenjara.  Tetapi  syaratnya  senjata yang dipegang harus diserahkan, setelah itu dimaafkan.

“Jadi yang disetor senjata, setelah itu aman. Mungkin awalnya mereka menolak, tetapi karena kita amnesty-kan bebas dia,” kisah Wapres.

Di akhir sambutannya, Wapres mengimbau kepada seluruh wajib pajak agar bersama-sama membangun bangsa untuk kepentingan bersama.

”Jadi mari kita berdamai dengan negara, dengan rakyatnya, dengan baik-baik, itu hanya kesenangan semua orang. Efeknya tentu ada baiknya untuk negara juga. Kita butuh anggaran untuk perbaikan negeri dan untuk anda semua juga, karena hanya negara demokratis yang bayar pajak,” pungkas Wapres.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyampaikan, kebijakan tax amnesty merupakan potensi penerimaan negara yang akan bertambah dalam APBN baik di tahun ini atau tahun-tahun sesudahnya, yang akan membuat APBN lebih sustainable.

“Apabila APBN kita lebih sustainable, maka kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar, sehingga otomatis ini akan banyak membantu program-program pembangunan tidak hanya infrastruktur tapi juga perbaikan kesejahteraan masyarakat,” ujar Bambang.

Nantinya, Bambang menambahkan, adanya tax amnesty tahun ini dan seterusnya akan sangat membantu upaya pemerintah memperbaiki kondisi perekonomian dan pembangunan, mengurangi pengangguran, mengurangi kemiskinan, serta memperbaiki ketimpangan.

Selain itu, lanjutnya, di luar perspektif fiskal atau pajaknya, dengan kebijakan amnesty ini diharapkan dapat diikuti repatriasi sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia di luar negeri, sehingga akan sangat membantu stabilitas ekonomi makro Indonesia.

“Jadi bagi Indonesia, kebijakan ini sangat strategis karena dampaknya yang sifatnya makro, menyeluruh dan fundamental bagi perekonomian Indonesia,” ucap Bambang.

Sementara Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, APINDO secara konsisten telah memperjuangkan sejak dua belas tahun yang lalu, agar UU Pengampunan Pajak dapat diberlakukan.

“UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak adalah kebijakan pajak yang sangat dibutuhkan oleh wajib pajak agar dapat melaporkan SPTnya secara benar dan mencantumkan harta serta pinjamannya dengan tepat. Hal tersebut diharapkan dapat mewujudkan harapan kita untuk menjadikan  Indonesia sebagai salah satu mesin pertumbuhan perekonomian dunia,” ujar Sukamdani.

UU Pengampunan Pajak merupakan kebijakan pemerintah yang diberlakukan hingga tanggal 31 Maret 2017. Kebijakan ini diberikan untuk seluruh kalangan, baik karyawan maupun pengusaha, baik wajib pajak kecil maupun besar untuk mendapatkan penghapusan atas pokok pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan. (KIP, Setwapres)