Muktamar ke-47 Aisyiyah Satu Abad Aisyiyah

Makassar. Perubahan peranan perempuan tidak hanya disebabkan perkembangan teknologi dan pendidikan, tetapi juga perubahan dalam peraturan, seperti di bidang politik ada keharusan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sebanyak 30 persen. “Hal-hal itu mendorong perempuan harus lebih maju,” ucap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan sambutan pada Muktamar ke-47 Satu Abad Aisyiyah di Balai Prajurit Jenderal M Yusuf Makassar, Jumat pagi 7 Agustus 2015.

Tetapi, Wapres mengingatkan bahwa esensi perempuan adalah keluarga, karena anak tidak mungkin dirawat oleh robot atau asisten rumah tangga. “Kita harus mengingat peran ibu, karena bagaimanapun Ibu adalah sumber inspirasi. Surga di bawah telapak kaki ibu,” ucap Wapres.

Dalam sambutannya, Wapres memberikan penghargaan kepada ‘Aisyiyah yang sudah berusia 1 abad merupakan pengabdian yang panjang. Wapres juga mengingatkan bahwa tanpa kebangkitan semangat dari ibu-ibu seperti yang dilakukan ‘Aisyiyah, bangsa ini tidak akan berkembang seperti ini. “Perjuangan pencerahan atau pedidikan perempuan mengalami masa pendidikan yang panjang dan juga mengalami kemajuan sesuai jamannya,” ucap Wapres.

Pada awalnya, ‘Aisyiyah memikirkan bagaimana meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan partisipasi perempuan. Setelah satu abad, kata Wapres, tentu banyak berubah. “Esensi pokok yang tidak berubah bagaimana perempuan mengarahkan, mendidik, dan membina anak-anak sebaik-baiknya,” ujar Wapres.

Wapres mengingatkan bahwa suatu keluarga baru bisa berkembang jika sektor pendidikan, ekonomi dan sosial berkembang dengan sebaik-baiknya. “Manusia selalu dinamis berkembang,” kata Wapres.

Pendidikan Teknologi Pengaruhi Peranan Perempuan

Wapres yang hadir bersama Ibu Mufidah Jusuf Kalla, menceritakan bahwa ibunya memiliki sepuluh orang anak, sedangkan dirinya hanya memiliki 5 orang anak. “Cucu saya ada 12 dari 5 anak, berarti 2,5 setiap keluarga. Berarti ibu kita jaman dahulu lebih luar biasa dari ibu masa kini,” ucap Wapres.

Ibunda Wapres saat memiliki anak sepuluh membesarkannya tanpa asisten rumah tangga. Wapres sendiri yang memiliki lima anak memiliki satu asisten rumah tangga. Saat ini, kata Wapres, jika ada dua anak, ada satu suster dan satu asisten rumah tangga. “Kenapa itu terjadi? Karena peranan perempuan berbeda akibat pendidikan dan teknologi,” kata Wapres.

Di bidang pendidikan, Wapres mengatakan bahwa jika ada 1.000 orang yang diwisuda, biasanya 600 adalah perempuan. Kalau ada sepuluh orang yang mendapat cum laude, kata Wapres, tujuh orang adalah perempuan. “Kemarin saya hadiri pembekalan luar negeri, dari 120 orang, 60 persen perempuan,” ucap Wapres.

Perbedaan peranan perempuan kini dan masa lalu menjadi tantangan kita semua, bagaimana kemajuan ini harus kita jalankan dengan sebaik-baiknya, sekaligus kesulitannya. “Teknologi telah mengubah juga semuanya,” ujar Wapres.

Sebagai gambaran, Wapres memberikan contoh bagaimana seorang ibu dulu menghabiskan waktunya di rumah selama 6-8 jam sehari untuk melakukan berbagai aktivitas di rumah, seperti memasak, mengurus anak, mencuci, dan kegiatan lainnya. “Sekarang, mencuci ada mesin cuci, masak langsung tekan tombol,ada rice cooker dan segala macam. Sehingga hanya perlu satu jam untuk mengurus rumah,” ucap Wapres.

Untuk itu, Wapres menyampaikan bahwa berbahagialah ibu-ibu muda yang hidupnya dimudahkan karena adanya kemajuan teknologi, khususnya yang tinggal di kota dan juga mungkin sudah mulai terjadi desa. “Sehingga waktu banyak tersisa dibanding terdahulu,” kata Wapres.

Kepeloporan ‘Aisyiyah

Dalam pandangan Wapres, ‘Aisyiyah telah memberikan kepeloporan di bidang pendidikan. Saat Jusuf Kalla kecil mulai bersekolah, langsung di tingkat sekolah dasar. “Tapi adik-adik saya melalui taman kanak-kanak dan hanya satu yaitu TK ‘Aisyiyah,” ucap Wapres.

Ke depan, lanjut Wapres, persaingan akan semakin berat, baik persaingan dalam kehidupan, pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan. Pendidikan bukan hanya jumlah, tapi persaingan dan menjaga mutu, demikian pula di bidang kesehatan. “Tantangan adalah bergerak ke masa depan yang lebih baik dan bermutu,” ujar Wapres.

‘Aisyiyah harus dapat memberikan semangat bagi bangsanya, dimana semangat pengabdian untuk maju dan lebih baik. “Satu abad ke depan ada dua hal, abad persaingan dan teknologi,” ujar Wapres.

Semangat yang mulai dari putra-putri kita semua, dimana semangat keluarga untuk maju dan beramal. Semangat itu yang akan mendasari kemajuan
Semangat moderat, jalan tengah. Semua itu muncul dari pendidikan sejak awal keluarga. “Semangat memajukan ekonomi keluarga akan selalu menjadi bahagian dari semangat aisyiyah,” kata Wapres.

Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini melaporkan bahwa muktamar berjalan dengan lancar, sukses dan bermartabat. Bahkan, Djohantini lebih lanjut mengatakan tidak ada peserta yang lesu, semuanya bergairah, bahkan sebagian ibu-ibu, merasakan tidak seperti tengah mengikuti muktamar tapi seperti umroh. “Karena panitia pusat dan pelaksana telah menyiapkan secara khusus muktamar ini,” kata Djohantini.

Tekad yang kami lakukan bersama, kata Djohantini, bahwa semua persidangan dengan keputusannya, meneguhkan gerakan Aisyiyah adalah gerakan perempuan muslim untuk mencerahkan bangsa. “Apa yang kita lakukan untuk mencari keridhaan Allah SWT dan mewujudkan Indonesia yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur [negeri yang subur dan makmur, adil dan aman],” ucap Djohantini.

Tampak hadir dalam acara ini, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta, dan mantan Ketua PP Muhammadiyah Malik Fajar.

****