Jakarta. Subsidi energi menjadi tantangan terbesar dalam mengembangkan sektor energi di Indonesia. Namun Indonesia dianggap berhasil mengatasi tantangan tersebut dengan mengurangi subsidi bahan bakar minyak. Bahkan Indonesia mengalami kemajuan dalam mengamankan sektor energi dengan menghapus subsidi BBM. Pernyataan ini disampaikan Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Maria van der Hoeven ketika melakukan kunjungan kehormatan kepada Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Rabu 18 Februari 2015.

Hoeven yang sebelumnya menjadi Menteri Perkeonomian Kerajaan Belanda mengatakan bahwa langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia menghapus subsidi BBM merupakan pertanda kuat untuk melakukan perubahan. “Kami sangat terkesan dengan kebijakan pemerintah dalam mengurangi subsidi bahan bakar. Tidak hanya wacana, tetapi aksi nyata,” ucap Hoeven.

IEA yang telah melakukan kajian energi di Indonesia sejak tahun 2008, menilai Pemerintah Indonesia telah melakukan hal-hal yang sesuai dengan rekomendasi dalam buku yang berjudul Energy Policies Beyond IEA Countries: Indonesia 2015. Buku tersebut merupakan hasil kajian IEA tentang kebijakan energi yang dapat diterapkan di Indonesia. “Jadi perkembangan di lapangan selangkah lebih maju dari buku ini karena implementasinya diwujudkan sebelum buku ini diterbitkan,” kata Hoeven berseloroh.

Selanjutnya Hoeven menanyakan rencana pemerintah menkonversi BBM ke dalam potensi energi lainnya seperti batubara, hydro, dan geothermal, karena Indonesia merupakan negara terbesar dengan potensi batubara yang dimiliki. “Di samping itu, di Asia, Indonesia memiliki visi yang lebih jelas dalam hal energi dibanding negara-negara lain,” ungkap Hoeven.

Hoeven juga mengapresiasi program Wapres pada pemerintahan periode 2004-2009 ketika mengkonversi minyak tanah menjadi LPG. “Itu hal yang luar biasa, bagaimana Bapak dapat melakukannya?” tanya Hoeven.

Menjawab itu, Wapres menceritakan bagaimana mekanisme konversi minyak tanah ke LPG dilakukan. Target sasaran adalah rumah tangga miskin yang tersebar di seluruh Indonesia. Paket perdana berupa kompor LPG, asesoris, dan tabung LPG 3 kg diberikan secara gratis kepada para keluarga miskin tersebut. Secara bertahap, setiap tahun hampir 25 juta rumah tangga memperoleh subsidi ini . “Saya memimpin langsung program ini. Dan dalam waktu 3 tahun, program ini dapat diselesaikan,” jelas Wapres.

Menurut Wapres, setelah kebijakan konversi ini berhasil dilaksanakan, banyak negara-negara yang melakukan studi banding di Indonesia, seperti India dan Nigeria. “Saya juga kerap diminta menjadi narasumber dalam seminar-seminar internasional,” sambung Wapres.

Sejalan dengan Hoeven, saat ini pemerintah tengah merencanakan konversi BBM ke energi lain untuk kendaraan. Namun Wapres mengakui bahwa hal ini butuh proses. “Kalau dulu, konversi dari minyak ke LPG untuk kompor, bentuknya statis berada dalam suatu rumah tangga. Tetapi kalau kendaraan, ada perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, jadi banyak hal yang harus diperhatikan,” papar Wapres.

Namun Wapres optimis konversi ini dapat dilakukan, apakah dilakukan oleh pemerintah sendiri maupun kerjasama dengan pihak swasta. Sebagaimana pembangunan pembangkit tenaga listrik 35.000 MW dengan skema PLN 1000 MW dan Independent Power Producer 25000 MW. ”Kita tentukan harganya dan mekanisme kerjasamanya,” ucap Wapres.

International Energy Agency adalah organisasi otonom yang bekerja untuk memastikan energi yang dapat diandalkan, terjangkau dan bersih bagi negara-negara anggota yang tergabung didalamnya. Empat bidang utama IEA adalah: ketahanan energi, pembangunan ekonomi, kesadaran lingkungan, dan keterlibatan seluruh dunia. Hadir mendampingi Hoeven, Kepala Divisi kawasan Asia Pasifik dan Amerika Latin Misako Takahasi, Manajer Program kawasan Asia Tenggara Florian Kitt, serta Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM FX Sutijastoto. (Siti Khodijah)

****