Jakarta, wapresri.go.id – Indonesia selama ini dikenal dunia internasional sebagai negara yang damai, rukun, dan toleran di tengah berbagai kemajemukan. Namun, adakalanya terjadi kegaduhan khususnya di media sosial (medsos) karena isu toleransi, sehingga dapat menimbulkan kesan bahwa bangsa Indonesia kini mulai terpecah-pecah dan bahkan dianggap intoleran.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menuturkan bahwa kegaduhan terkait masalah toleransi terjadi karena reaksi masyarakat yang berlebihan. Oleh sebab itu, untuk menjaga kerukunan bangsa, ia mengharapkan masyarakat agar tidak terlalu sensitif dalam menanggapi isu tentang perbedaan dan toleransi, terlebih yang hanya ramai di medsos.

“Ya memang ini di medsos itu banyak kegaduhan. Kemudian juga banyak ini sebenarnya, seperti saya katakan, terlalu sensitif kita itu. Sehingga (terkadang) hal-hal yang kita pertentangkan, kita perdebatkan, sebenarnya bukan hal yang urgent,” tutur Wapres saat melakukan wawancara dengan Radio Elshinta di Istana Wapres, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 2, Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2022).

Lebih lanjut, Wapres menegaskan bahwa masyarakat Indonesia sejauh ini masih dikenal kalangan internasional sebagai masyarakat yang toleran. Hal ini sebagaimana diakui oleh majelis ulama dunia, Hukama Al-Muslimin yang perwakilannya belum lama ini datang ke Indonesia untuk belajar tentang toleransi.

“Mereka datang menemui saya dan mengatakan, kami ingin belajar dari Indonesia tentang toleransi. Kami bukan ingin mengajar, tapi ingin belajar dari Indonesia (bagaimana) membangun masyarakat, menumbuhkan toleransi,” ujarnya.

Lebih jauh, Wapres menuturkan bahwa dalam isu yang ramai biasanya terdapat provokator yang mampu menyulut emosi sehingga menimbulkan reaksi berlebihan. Untuk itu, ia meminta masyarakat agar tidak mudah terpengaruh, khususnya dalam menanggapi isu perbedaan dan toleransi.

“Saya mengajak semua masyarakat baiknya kalau ada perbedaan, ditinggalkan saja, tidak perlu memaki-maki,” pintanya.

Terlebih, tutur Wapres, kegaduhan terkait isu perbedaan dan toleransi yang akhir-akhir ini terjadi sifatnya sementara (temporary) karena dipengaruhi faktor tertentu, seperti menjelang pemilihan umum (pemilu). Menurutnya, dalam pemilu biasanya terjadi perbedaan dalam memilih partai, calon presiden/wapres, calon anggota legislatif, dan lain-lain yang dapat menjadi perdebatan dalam masyarakat.

“Oleh karena itu, saya sering katakan bahwa tentang perbedaan pandangan, perbedaan partai, perbedaan capres, itu sebaiknya tidak menjadi sumber perpecahan dan permusuhan,” pesannya.

Dalam agama Islam pun, kata Wapres, sudah diajarkan bahwa untuk menanggapi perbedaan keyakinan cukup dengan mengucapkan “lakum dinukum waliyadin” yang berarti bagimu agamamu, bagiku agamaku.

“Nah, kalau berbeda partai (cukup katakan) lakum partaiyukum, walana partaiyuna (untukmu partaimu, untukku partaiku). Kalau capres, lakum capresukum, walana capresuna (untukmu capresmu, untukku capresku). Harusnya kita tenang-tenang saja dan (tetap) berjalan beriringan,” nasihatnya.

Kemudian, Wapres pun meminta masyarakat dalam memilih dan mendukung partai ataupun capres tidak perlu berlebihan.

“Emosional, keinginan berlebihan (untuk) memenangkan, atau kecintaan yang berlebihan, ini barangkali yang harus ditahan. Proporsional saja,” pintanya.

Terakhir, Wapres mengungkapkan bahwa dalam bidang keagamaan, di Indonesia telah dibentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Forum yang terdiri dari majelis-majelis agama yang berbeda ini berfungsi untuk mencegah terjadinya konflik dan mengatasi masalah-masalah antarumat beragama.

Oleh sebab itu, ia mengharapkan dalam bidang politik pun seharusnya dapat saling menjaga di tengah perbedaan, sebagaimana dicontohkan FKUB.

“Di bidang politik juga semestinya kita sama. Harusnya bisa menjaga (kerukunan),” pungkasnya.

Mendampingi Wapres dalam wawancara ini, Kepala Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Guntur Iman Nefianto, Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi, serta Tim Ahli Wapres Farhat Brachma. (EP/RJP, BPMI-Setwapres)