Jakarta-www.wapresri.go.id. Jika menengok kembali kepada tujuan berbangsa dan bernegara di Indonesia, adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Dalam arti kita bekerja secara bersama-sama, untuk kemajuan di semua sektor, agar kemakmuran bangsa bisa dicapai, demikian kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan sambutan pada acara Pembukaan International Business Integrity Conference (IBIC) 2016 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Sahid Jaya, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, pada Rabu (16/11/2016).

Untuk itu lanjut Wapres, tentu semua memiliki prinsip pokok, yang di dalam prinsip pokok tersebut terdapat unsur-unsur yang dapat bekerja dalam suatu sistem dan langkah-langkah yang sama dan teratur.

Jika dilihat dari segi aturan dan langkah-langkah yang dijalankan, sesungguhnya sebagai bangsa, Indonesia telah banyak membuat aturan dan langkah-langkah yang telah diterapkan diberbagai sistem. “Bahkan, hampir semua sistem yang ada di dunia ini telah kita coba jalankan di negeri ini”, tegas Wapres.

Namun demikian untuk suatu negara yang baik menurut Wapres, yaitu harus adanya check and balances, sehingga ada yang mengontrol. “Dari segi pemerintahan sebenarnya Indonesia telah memiliki hal tersebut, bahkan kemungkinan tidak banyak negara yang memiliki tiga lembaga legislasi seperti halnya Indonesia. Ada DPR, MPR, dan DPD, yang semuanya mengontrol pemerintah”, ungkap Wapres.

“Semua itu telah kita jalankan dalam prinsip-prinsip pemerintahan, karena korupsi tidak bisa lepas tanpa adanya kontrol, dari sisi pemerintahan”, terang Wapres.

Termasuk dalam penerapan APBN yang hanya bisa lolos jika telah mendapatkan persetujuan dari DPR. Hal ini menunjukkan bahwa setiap langkah yang dijalankan oleh pemerintah selalu mendapatkan sorotan dan pengawasan dari lembaga legislatif, baik di pusat maupun di daerah. “Kita punya tiga lembaga, tapi khususnya yang berjalan setiap saat ada dua lembaga, yang artinya kita sudah melakukan pengawasan”, ungkap Wapres.

Dari sisi pemerintahan tersebut menurut Wapres, bahwa banyaknya lembaga yang saling mengontrol satu sama lain adalah untuk mencapai bangsa yang bersih. “Kita punya KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan inspektur-inspektur di masing-masing kementerian/lembaga dan daerah yang jumlahnya tidak terhitung”, tegas Wapres.

Di samping adanya KPK, kata Wapres juga ada lembaga lain misalnya Ombudsman, dan berbagai macam lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Transparansi Internasional, yang semuanya adalah bertujuan untuk mengawasi jalannya pemerintahan sebagai langkah-langkah birokrasi.

Begitu juga dengan diselenggarakannya pertemuan seminar tentang birokrasi yang baik, yang bekerja sama dengan Australia, yang baru saja dihadiri, dengan tujuan agar birokrasi di Indonesia berjalan secara baik, bersih, efisien dan produktif. Namun yang menjadi pertanyaan menurut Wapres adalah, apakah langkah-langkah yang ditempuh telah mengarah pada tujuan semula untuk memajukan bangsa Indonesia, mengingat dari segi tindakan sebenarnya telah dijalankan secara maksimal.

Dari segi tindakan, kita juara dunia. Boleh dicari di negara lain kalau ada yang sama dengan kita, seloroh Wapres. Indonesia dalam waktu sekitar sepuluh tahun, telah memenjarakan 9 orang menteri/mantan menteri, 19 gubernur, 46 anggota DPR, 3 Ketua Partai Politik, dan sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara seperti Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang semuanya karena tersangkut kasus korupsi.

“Jadi semua langkah sudah kita ambil. Kalau ada negara lain mempertanyakan apa langkah Indonesia untuk memberantas korupsi, kasih saja data itu, dan tidak ada negara di dunia ini seperti kita”, ujar Wapres.

Di samping itu bahwa secara konstitusi, Undang-Undang Korupsi di Indonesia kemungkinan dianggap paling berat dibandingkan dengan negara lain. Wapres memberi contoh, jika ada orang berniat korupsi dan dapat merugikan negara, maka sudah bisa dikategorikan dalam hitungan korupsi yang bisa dipenjarakan meskipun baru niat.

Jadi sebenarnya menurut Wapres, secara hukum, pengkoordinasian, dan kelembagaan, Indonesia sudah melakukan tindakan-tindakan yang luar biasa besarnya. Oleh karenanya harus dievaluasi. “Saya yakin betul, dengan begitu banyaknya tindakan dan pengorganisasian, maka pastilah korupsi di Indonesia menurun”, tegas Wapres.

Dalam berbagai kesempatan, Wapres sering mengingatkan agar masyarakat tidak salah dalam mengukur keberhasilan kinerja KPK. Hal ini disampaikan karena kinerja KPK sering diukur dengan banyaknya orang yang ditangkap. Jadi KPK dianggap gagal jika orang yang dihukum jumlahnya sedikit. Padahal justru semakin banyak orang yang dihukum, seharusnya menunjukkan kegagalan kinerja KPK, karena orang tidak takut berbuat korupsi. “Jadi jika semakin sedikit orang yang ditangkap, justru itu merupakan keberhasilan. Artinya, orang sudah takut melakukan korupsi. Maka semua harus diukur secara utuh”, tegas Wapres.

Saat ini diyakini bahwa efek samping dari kencangnya pemberantasan korupsi, menjadi kekhawatiran dari para pejabat yang berimbas pada masih lambatnya urusan bisnis di Indonesia. “Itu karena para pejabat takut sehingga birokrasi makin panjang, yang prosesnya bukan makin berkurang tapi makin bertambah, karena hampir semua pejabat tidak ingin bertindak memproses proyek kalau tidak ada payung hukum”, ungkap Wapres.

Karena itu para pejabat selalu meminta Keppres, Inpres, dan lain-lain yang menyebabkan proses birokrasi menjadi semakin panjang. Akibat dari itu semua pengusaha semakin perlu tertib agar tidak semakin panjang sistemnya, karena dunia usaha pasti tidak ingin tidak efisien.

Untuk itu Wapres meminta agar para pemangku kepentingan memikirkan tahap demi tahap untuk memperluas upaya agar proses bisnis di Indonesia berjalan efektif dan efisien. Memang bisnis sekarang berkurang, nanti akan makin berkurang kalau kita menanggapi segala upaya itu seakan-akan semua pengusaha korup. “Padahal tidak ada pengusaha yang ingin korup, tapi karena tidak ada jalan lain untuk mempercepat urusan, maka mereka membeli waktu”, kata Wapres.

Dalam persaingan, banyak juga pengusaha yang melakukan tersebut, karena itu di Indonesia tidak ada aturan yang menghukum pengusaha. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) didirikan untuk mencegah terjadinya monopolistik praktek yang menyebabkan terjadi masalah-masalah korupsi.

Dalam pandangan Wapres setelah reformasi, Indonesia banyak mengalami perubahan mendasar dari ketika Orde Baru. Ketika zaman Orde Baru, anak pejabat yang tidak berdagang di lingkungan jabatan ayahnya dianggap aneh. “Karena Presiden membiarkan anaknya mempunyai segala macam usaha yang berhubungan dengan pemerintah, termasuk monopoli dan pejabatnya”, kata Wapres. Namun sekarang, justru sebaliknya jika hal seperti tersebut dilakukan, maka akan menjadi berita yang besar di media.

Kemudian ada beberapa hal perbedaan dari luar negeri yang dapat menjadi contoh yakni, ketika di Indonesia haram namun di luar negeri halal. Misalnya saja di Amerika Serikat, adalah sah-sah saja jika seorang pengusaha mengadakan lobby kepada pejabat dan menceritakan usaha serta masalah-masalahnya.

Bahkan secara resmi pengusaha yang mendatangi pejabat membayar kepada perusahaan lobby dan itu diakui oleh UU di Amerika Serikat. “Namun di Indonesia, begitu ada pengusaha yang mendatangi pejabat untuk mempengaruhinya menyampaikan usahanya dan dengan cara yang dianggap memperkaya, maka bisa langsung masuk penjara”, ujar Wapres.

Jadi dalam pandangan Wapres, kalau Indonesia ingin memperkeras tindakan kepada pengusaha, maka yang pertama dilakukan adalah menyamakan Undang-Undangnya bahwa lobby itu bebas (sah). Karena berbahaya, jika negara ini ingin maju, maka pengusahanya juga harus maju. “Apabila kita berbicara tentang adil dan makmur, maka dibutuhkan pemerintah yang baik juga pengusaha yang baik untuk bisa menyediakan lapangan kerja dan produktivitas. Dengan begitu negara kita akan maju”, tegas Wapres.

Oleh karena banyaknya UU yang berbeda, kata Wapres, maka kita tidak bisa hanya melihat dari satu sisi saja. Pengusaha harus produktif dan berintegritas, tetapi kalau sepanjang urusan di pemerintahan sulit, maka terpaksa mereka berbuat untuk lebih pendek. Karena apabila semua diperlakukan dengan penuh kecurigaan, maka semua akan takut. Jika pengusaha takut, ini akan menjadi awal dari krisis pada suatu daerah. “Artinya adalah, kita harus menjalankan banyak sistem yang baik”, kata Wapres.

Yang jadi masalah, adalah bagaimana membuat sistem yang baik, yakni sistem yang bisa mengatur semua orang. Misalnya sistem yang bisa mengurus investasi di BPKM dengan cepat selesai dalam waktu 3 jam. “Itu pasti tidak ada korupsinya. Karena korupsi itu biasanya membeli waktu untuk mempercepat, yang tadinya dengan proses panjang menjadi pendek, atau ingin mendapat kemudahan”, tegas Wapres.

Diakhir sambutannya, Wapres berpesan kepara para pemangku kepentingan untuk mengurangi korupsi, maka diminta dapat menciptakan kemudahan, karena tidak ada orang yang ingin mengeluarkan biaya mahal kecuali terpaksa. Karena itu, pesan Wapres, Janganlah membikin keterpaksaan, buatlah sistem yang sederhana yang dapat mengurangi tindak korupsi. Bukan hanya tindakan hukum yang keras, kata Wapres. “Tentu saya tidak membela pengusaha yang korupsi, tapi apabila kita memperlakukan mereka curiga sebagai koruptor, maka akan sulitlah masalah ekonomi kita”, ungkapnya.

“Apabila kita membuat kesulitan, maka pasti akan ada cara orang untuk memperoleh kemudahan. Jadi sistem itu tidak bisa berdiri sendiri, kita buat jangka waktu yang semakin pendek”, pungkas Wapres. (KIP-Setwapres).