Jakarta-wapresri.go.id. Kapasitas wisata di Bali kini mulai mengalami kejenuhan, salah satunya disebabkan kondisi jalan yang penuh dengan kemacetan. Hal ini terlihat dari length of stay wisatawan di Bali yang semakin menurun. Toraja dapat menjadi alternatif wisatawan untuk berlibur. Namun, untuk menarik wisatawan harus mengikuti selera banyak orang. Misalnya ada fasilitas Muslim friendly, karena mayoritas wisatawan lokal beragama Islam.

“Di sini bukan masalah halal atau haramnya, akan tetapi harus ada fasilitas-fasilitas yang Muslim friendly, karena untuk makanan masih ada perasaan ragu dari wisatawan Muslim. Kalau bisa ada pusat kuliner yang menyajikan menu dengan selera banyak orang, jangan dipaksakan menu-menu dengan selera Toraja saja,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memimpin rapat tentang Pengembangan Pariwisata Toraja, di Kantor Wapres, Merdeka Utara, Senin (30/1/207).

Hadir dalam rapat Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, Menteri Koordinasi (Menko) Kamaritiman Luhut Pandjaitan, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf, Bupati Tana Toraja Nicodemus Biringkanae, Bupati Toraja Utara Kalatiku Paembonan, dan perwakilan dari Kementerian dan Lembaga terkait.

Lebih jauh Wapres mengungkapkan, sejak dulu ia sudah mengusulkan perubahan visi tentang wisata di Toraja yang tidak hanya mengandalkan sektor budaya, tetapi juga memanfaatkan sektor wisata lain yang mudah untuk dijual, yaitu wisata alam plus budaya. Namun, tetap harus memperhatikan minat dari wisatawan.

Selain itu, Wapres memandang pentingnya infrastruktur yang baik. Dalam kunjungan ke Toraja, Wapres melihat langsung bahwa kebutuhan akan infrastruktur sangat diperlukan.

“Ke puncak Lolai makan tempo satu jam, padahal bisa ditempuh hanya dalam tiga puluh menit saja kalau jalan baik,” ujarnya.

Wapres juga telah menyampaikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bahwa infrastruktur bukan hanya soal anggaran yang besar, tetapi juga percepatan penyelesaian infrastruktur dengan kualitas yang baik, karena kalau kualitas infrastruktur jelek, maka Toraja akan sulit bersaing dengan Bali.

Menpar Arief Yahya dalam paparannya menyatakan bahwa di Sulawesi Selatan ada dua Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan ada sembilan Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN). Wilayah Toraja merupakan salah satu dari KSPN tersebut.

“Produk unggulan dari Toraja adalah tradisi dan seni budaya. Sedangkan yang menjadi pasar utama wisata Toraja adalah negara-negara Eropa. Saat ini wisatawan Tiongkok juga sudah banyak yang datang ke Toraja,” ungkap Arief.

Arief menambahkan, kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) ke Sulawesi Selatan (Sulsel) pada tahun 2015 tercatat sebanyak 7.128.826 orang, sedangkan yang berkunjung ke Toraja tercatat 528.805 orang. Sementara, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Sulsel sebanyak 191.773 orang, dan yang berkunjung ke Toraja sebanyak 32.763 orang. Pada tahun 2019 proyeksi kunjungan wisnus ke Sulsel sebanyak 10 juta orang  dan ke Toraja sebanyak satu juta orang. Sedangkan proyeksi kunjungan wisman ke Sulsel sebanyak 500.000 orang dan ke Toraja sebanyak 200.000 orang.

Menurut Arief, strategi pariwisata Toraja yang pertama harus dilakukan adalah pengembangan destinasi melalui 3A (Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas). Dari segi atraksi dikembangkan wisata religi “Buntu Burake” dan wisata alam “Negeri di Atas Awan (Lolai)”. Dari segi aksesibilitas dilakukan pembangunan Bandara Buntu Kunik serta pengembangan Bandara Pongtiku dan peningkatan Bandara Bua. Sementara dari aspek amenitas yakni dengan penyediaan fasilitas penyediaan akomodasi homestay desa wisata yang bekerja sama dengan Bekraf.

Dalam kesempatan itu, Bupati Tana Toraja Nicodemus Biringkanae berharap strategi yang dilakukan dapat mendatangkan lebih banyak lagi wisatawan ke Toraja. Menurutnya, alternatif yang tepat adalah dengan mengembangkan potensi pariwisata sosial budaya ke arah agro wisata dan techno park (wisata alam). Untuk itu hal yang sangat dibutuhkan oleh Toraja saat ini adalah pembangunan bandara dan pengembangan wisata alam.

Sementara, Bupati Toraja Utara Kalatiku Paembonan mengatakan, untuk pengembangan wisata di Toraja diperlukan penyelesaian atas permasalahan yang ada. Untuk itu ia meminta dukungan pemerintah pusat untuk menyelesaikan pembangunan Bandara Buntu Kunyi,  menyetujui pendaratan pesawat Garuda di Bandara Pontingku setelah segala persyaratan dipenuhi, menyelesaikan, pembangunan jalan menuju objek wisata sekitar 106 km, serta membangun terminal bus Tipe A di Toraja Utara.

Menanggapi hal tersebut Menhub Budi Karya menyatakan, pada awalnya Kemenhub berkonsentrasi di pembangunan Bandara Buntu Kunyi, karena sudah ada dana yang diinvestasikan di sana. Namun, perlu studi yang lebih panjang karena di lokasi tersebut ada dua hal penting yang perlu diselesaikan, yaitu ada sungai di tengahnya yang secara ekologis harus diselesaikan dengan baik, serta retaining wall yang sangat tinggi yang akan menyebabkan masalah apabila pengerjaannya tidak baik. Untuk itu, sementara konsentrasi pengembangan dipindahkan ke Bandara Pongtiku dengan memanjangkan landasan menjadi 1.400 m yang akan dikerjakan pada tahun ini.

“Dengan konsentrasi pengembangan tersebut, maka anggaran pembangunan Bandara Buntu Kunyi akan dipindahkan ke Pongtiku. Disamping itu, akan dikembangkan Bandara Bua menjadi 1.800 m sambil membebaskan tanah dan menunggu hasil studi Buntu Kunyi,” jelas Budi Karya.

Sementara, Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan menyarankan, belajar dari Badan Otorita Danau Toba, bahwa apapun yang akan dilakukan untuk pengembangan pariwisata harus didasarkan pada studi yang terpadu, sehingga nantinya pekerjaan yang dilakukan betul-betul komprehensif.

“Seperti delapan kabupaten yang menangani Danau Toba saya minta agar RT/RW dibuat menjadi satu, sehingga dengan begitu jadi efisien penggunaannya, baik menyangkut infrastruktur, manusia, dan budaya,” ungkapnya.

Begitu juga dalam pengembangan wisata Toraja, Luhut berharap agar dibuat studi yang terpadu, bisa melibatkan berbagai pihak seperti BPPT juga melibatkan akademisi dari Universitas Hasanuddin.

Sementara, Kepala Bekraf Triawan Munaf mengemukakan, daerah wisata tanpa ekonomi kreatif di dalamnya akan kurang maksimal, baik dari sisi kuliner dan juga oleh-oleh.

“Untuk jangka panjang kita belum menguasai visual attraction expertise. Bekraf memiliki kerja sama dengan Inggris terkait visual attraction,” ungkapnya.

Ia menambahkan, visual attraction expertise dengan modal sebuah dongeng tentang alam yang indah bisa membuat rekomendasi yang luar biasa bagi wisatawan. Diharapkan, wisatawan akan tertarik terhadap objek wisata yang dipromosikan dan akan membelanjakan uangnya untuk membeli suvenir/oleh-oleh, menonton pertunjukan, dan juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang disediakan.  (KIP, Setwapres)