Jakarta, wapresri.go.id – Sebagai anggota negara G20 dan berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia berpotensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi dan keuangan syariah terbesar di dunia. Bahkan Indonesia diprediksi akan masuk kelompok lima negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2045. Untuk itu, pemerintah mendorong dikembangkannya potensi keuangan syariah serta industri produk halal di Indonesia.

“Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin memberikan kesempatan dan dukungan yang seluas-luasnya agar ekonomi dan keuangan syariah dapat berkembang dengan pesat,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin pada program “Satukan Shaf Indonesia: Prospek Ekonomi Syariah di Indonesia” yang tayang di TVRI, pada Minggu (17/05/2020).

Merujuk data statistik, Wapres mengatakan, masyarakat Indonesia menjadi konsumen makanan dan minuman halal terbesar di dunia, juga menempati urutan ke-5 dalam pengeluaran untuk pariwisata halal, urutan ke-3 dalam pengeluaran untuk busana muslim, serta urutan ke-6 dalam pengeluaran berkaitan dengan kesehatan dan farmasi halal.

Selaku Wakil Ketua dan Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KONEKS), ia pun menilai fakta tersebut bukan hanya sebagai peluang namun juga tantangan.

“Target ke depannya kita harus dapat menjadi produsen untuk pasar domestik, dan sekaligus eksportir produk-produk halal untuk pasar halal dunia,” tegas Wapres.

Indonesia, lanjutnya, dapat memanfaatkan potensi pasar halal dunia dengan meningkatkan ekspor yang saat ini baru berkisar 3,8% dari total pasar halal dunia. Selain di bidang pangan, potensi lainnya di bidang modest fashion seperti hijab dan pakaian muslim lainnya.

“The State of Global Islamic Economy Report 2018/2019 mencatat bahwa hingga 270 milyar US Dollar dibelanjakan oleh muslim di seluruh dunia untuk modest fashion pada tahun 2017. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 361 miliar US Dollar pada tahun 2023. Hal ini tentu merupakan peluang bagi Indonesia baik untuk pasar domestik maupun ekspor,” ujar Wapres.

Dalam pengembangan produk halal, Wapres berpesan, agar pelaku usaha dapat menyediakan produk halal berkualitas dan bermanfaat (halalan thayyiban). Hal ini mengingat adanya kasus investasi bodong ataupun produk halal berkualitas rendah serta jasa pelayanan travel yang cenderung mengeksploitasi umat Islam, sehingga dapat memberikan dampak buruk bagi perkembangan industri halal di Indonesia.

“Hikmah dari adanya pandemi COVID-19 ini adalah umat Islam akan semakin peduli pada aspek kesehatan produk termasuk higienitas dan manfaatnya. Hal ini tentu akan berdampak baik pada pengembangan produk halal di masa yang akan datang,” imbuhnya.

Terkait pengembangan keuangan syariah di Indonesia, Wapres mengingatkan, menjadi tantangan yang harus dihadapi. Patut diketahui, dalam hal keuangan syariah, pada 2019 peringkat Indonesia mengalami peningkatan, yaitu peringkat 4 dari 131 negara menurut Islamic Finance Development Indicator (IFDI) dan peringkat pertama menurut Islamic Finance Country Index (IFCI). Namun, di tahun yang sama, market share keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 8,6%, bahkan perbankan syariah baru mencapai 5,6%. Angka ini masih jauh dibandingkan dengan potensi yang ada.

”Saat ini kita memiliki momentum yang baik dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Oleh karena itu, kita tentu perlu terus mendorong agar keuangan syariah dapat terus berkembang dan mencapai potensinya,” imbaunya.

Menurut Wapres, Indonesia harus berpegang pada visi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sebagai pilihan yang rasional bagi masyarakat yang memberikan manfaat dan nilai tambah dalam menjalankan aktivitas ekonomi.

“Aktivitas ekonomi dan produk keuangan syariah dapat menjadi gaya hidup semua orang. Sehingga ekonomi dan keuangan syariah bukan merupakan hal yang eksklusif, tapi menjadikannya inklusif dan bersifat universal sesuai dengan prinsip rahmatan lil ‘alamiin (rahmat bagi semesta),” urainya.

Di akhir sesi, Wapres menekankan bahwa selain komitmen pemerintah dan semua pihak yang terkait, ekonomi dan keuangan syariah harus dapat berjalan beriringan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan konvensial di Indonesia.

“Sebagai negara yang menganut dual economy system, ekonomi syariah dan konvensional harus saling bersinergi dan tidak dibenturkan satu dengan yang lain,” pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat K.H. Hamdan Rasyid juga menyatakan optimismenya terhadap perkembangan ekonomi syariah di Indonesia karena potensi besar yang dimilikinya.

“Kita sebagai muslim terbesar, memiliki pengusaha muslim cukup besar, kesadaran umat semakin tinggi. In Syaa Allah kita lebih tenang mempraktikkan ekonomi syariah,” ungkapnya.

Di sisi lain, K.H. Hamdan melihat, pengembangan fitur perbankan syariah masih menjadi tantangan yang perlu dihadapi. Namun, dengan kerjasama antara pemerintah, para ulama dan masyarakat diharapkan mampu menjawab tantangan keterbatasan tersebut.

“Pengembangaan fitur perbankan syariah yang saat ini masih terbatas dapat dilakukan bersama oleh pemerintah, para ulama dan masyarakat dengan melakukan sosialisasi yang intensif bahwa ekonomi syariah adalah ekonomi yang sesuai hadits, ekonomi yang adil serta ekonomi yang memberi keberkahan dan kemudahan. Juga, dukungan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI kepada perbankan syariah dengan menghasilkan fatwa yang modern,” tandasnya. (RMS/AF/SK-KIP, Setwapres)