NEW YORK, 29 SEPTEMBER 2015

Yang terhormat, Presiden Barack Obama,

Yang mulia para hadirin,

Para delegasi yang terhormat,

Saya ingin mengawali pidato saya dengan menyampaikan apresiasi saya kepada Anda, Presiden Obama, atas inisiatif Anda mengadakan pertemuan penting ini.

Ekstremisme garis keras dalam segala bentuknya, termasuk terorisme, sungguh telah menjadi ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional.

Ideologi dan agama yang radikal serta gerakan politik yang keras seringkali berawal dari negara-negara yang kebebasan sipil dan politiknya dibatasi, serta ruang untuk menyampaikan perbedaan pendapat secara damai sangat kecil. Benih terorisme juga menemukan lahan suburnya ketika terjadi ketidakadilan sosial, marjinalisasi, kemiskinan yang merajalela, konflik jangka panjang dan perasaan tidak aman. Disini ideologi radikal sering menawarkan sarana perlindungan dan kepemimpinan alternatif.  Melalui penyalahgunaan konsep jihad, ideologi seperti ini sering menjual mimpi akan hidup yang lebih baik di surga karena hidup di dunia penuh keputusasaan dan suram.

Namun, penting untuk diingat bahwa ISIL, yang membawa paham ekstremis garis keras ke tingkatan barbarisme yang sama sekali baru, pertama kali tumbuh di Irak yang kemudian menjadi rapuh karena pengaruh lanjutan intervensi asing yang bertujuan untuk membawa demokrasi ke wilayah tersebut.   Penggulingan para penguasa otoriter secara paksa di beberapa negara sayangnya sering mengakibatkan hilangnya legitimasi politik dan kosongnya kekuasaan di banyak negara yang kemudian dieksploitasi oleh kelompok ekstremis.  Para pemimpin yang baru terpilih sering kali gagal mewujudkan stabilitas karena mereka tidak mendapat dukungan politik secara luas, sementara struktur pemerintah yang lemah tidak dapat berfungsi secara efektif.

Seperti yang disampaikan secara tepat oleh Presiden Obama dalam sambutannya saat membuka Sidang Umum ini, ekstremisme garis keras tidak dapat dikalahkan dengan kekuatan militer semata, karena para ekstremis garis keras tidak takut mati. Oleh karena itu, kita perlu mengembangkan strategi yang lebih komprehensif yang membahas masalah-masalah negara yang gagal, termasuk bagaimana mendukung ideologi, agama, dan politik yang moderat.

Terlebih lagi, dalam memerangi terorisme, kita juga harus menegakkan nilai-nilai hak asasi manusia dan mempertimbangkan pentingnya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.

Namun, pengalaman menunjukkan bahwa intervensi militer dari luar untuk membantu menyelesaikan masalah di suatu negara harus dipertimbangkan secara hati-hati, karena cukup sering upaya penyembuhan itu bisa jadi lebih berbahaya daripada penyakitnya.  Sementara negara-negara yang berada dalam masa transisi memerlukan banyak bantuan internasional untuk menyuburkan demokrasi, penerapan demokrasi melalui campur tangan dengan kekerasan sesungguhnya dapat menghadirkan hasil yang berlawanan.

Yang mulia para hadirin,

Para delegasi yang terhormat,

Karena radikalisme dan ekstremisme garis keras telah menjadi ancaman transnasional global, dan tidak satupun negara yang aman darinya, kita harus meningkatkan baik upaya pribadi maupun bersama untuk mengatasi kedua hal tersebut.  Menurut pengalaman Indonesia, upaya-upaya ini harus melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil dan masyarakat pada setiap tingkatan.

Pelibatan masyarakat sipil menjadi penting guna mendukung upaya pemerintah untuk memperkuat suara kelompok moderat. Hal ini juga akan menggaungkan pesan melawan ideologi teroris.

Dukungan terhadap toleransi dan sikap moderat menjadi penting, terutama bagi generasi muda kita guna mencegah mereka agar tidak teradikalisasi.

Yang mulia para hadirin,

Para delegasi yang terhormat,

Izinkan saya untuk berbagi dengan Anda secara ringkas beberapa hal terkait agenda kita hari ini.

Pertama, dengan mengingat bahwa terorisme dan ekstremisme garis keras kebanyakan tumbuh subur di negara-negara yang gagal yang kondisinya kian diperburuk dengan konflik berkepanjangan dan intervensi militer, masyarakat internasional semestinya mengkontribusikan dana yang besar untuk membantu negara-negara tersebut guna memperbaiki kesejahteraan dan keadilan sosial mereka daripada menginvestasikan lebih banyak anggaran untuk intervensi militer.

Kedua, Indonesia menggarisbawahi pentingnya upaya memperkuat kerangka hukum dan kerjasama internasional untuk menangani isu terorisme, terutama dengan munculnya Pejuang Teroris Asing.

Dan ketiga, Indonesia mendukung pandangan bahwa legislasi dan kerjasama internasional yang kuat harus dilengkapi dengan pendekatan yang lunak melalui program-program deradikalisasi dan kontra-radikalisasi. Penting juga untuk mencermati akar penyebab ketidakadilan dan ketimpangan yang sering melahirkan gerakan radikal dan ekstremis.  Indonesia telah secara konsisten berusaha untuk memperbaiki kesejahteraan dan keadilan sosial.

Sebagai bagian dari program tersebut, kami terus mendukung semangat toleransi dengan memperkuat sikap moderat melalui dialog dan secara aktif melibatkan masyarakat sipil, pemimpin masyarakat dan agama, termasuk dua organisasi Islam terbesar, Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah, untuk menyampaikan pesan kontra ideologi teroris.

Hadirin yang terhormat, izinkan saya menutup pidato saya dengan menyampaikan harapan kuat kami bahwa “Agenda Aksi Tindak Lanjut” dapat melengkapi upaya yang dilakukan Perserikatan Bangsa-bangsa dalam menangkal ekstremisme garis keras serta strategi Perserikatan Bangsa-bangsa melawan terorisme global.

Dan dalam upaya ini, Indonesia siap dan berkomitmen untuk bergabung dalam upaya bersama ini dalam menangkal terorisme dan ekstremisme garis keras dalam semua bentuk dan manifestasinya.

Terima kasih.