Jakarta. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang dasar 1945 menyebutkan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, oleh karena itu kebijakan dan tindakan yang diambil harus berdasarkan hukum. Hukum, baik dari prosesnya dan administrasinya harus berjalan dengan baik, terbuka, dan diketahui semua pihak. “Keterbukaan itu penting untuk mencegah hukum itu dipermainkan, tidak diketahui, ataupun menjadi lambat,” tegas Wapres dalam sambutannya pada acara Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi dan Peresmian Pembukaan Penyuluhan Hukum Serentak (Luhkumtak) Tahun 2016, di Istana Negara, Kamis, (28/1).

Keterbukaan tersebut, lanjut Wapres, didukung oleh teknologi informasi yang saat ini biasa digunakan dalam praktik kenegaraan. Proses hukum, mulai dari kepolisian yang menyidik, kejaksaan yang menuntut, dan pengadilan yang mengadili harus dilaksanakan dengan baik. “Pada akhirnya, pemerintah, hakim, Kementerian Hukum dan HAM yang melaksanakan keputusan-keputusan pengadilan itu juga harus transparan dan diketahui oleh kita semua, sehingga terjadilah proses hukum yang baik dan adil bagi kita semuanya,” ungkap Wapres.

Dari pengalaman masa lalu, Wapres mencermati, proses hukum yang tidak transparan menimbulkan permainan hukum, seperti pencaloan, pemalsuan dokumen, terlambatnya pembebasan narapidana, dan sebagainya. “Dengan kesepakatan ini, kita bisa menghindar dari praktik-praktik itu untuk mengetahui semua proses berjalan dengan baik dan diketahui semua pihak,” ujar Wapres.

Selanjutnya Wapres menegaskan, sebagai “Negara Hukum”, masyarakat harus dilayani dan dilindungi. Oleh karena itu, Pemerintah harus bertanggung jawab memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu, sama halnya bantuan kesehatan dan pendidikan. Kebijakan ini harus didukung dengan anggaran yang sesuai, untuk itu, Bappenas turut dilibatkan.

Dalam kesempatan itu Wapres mengapresiasi program Luhkumtak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), sebagai upaya memberikan kesadaran hukum bagi masyarakat. “Karena apabila masyarakat tidak mengetahui hak-hak hukumnya dan juga kewajibannya sekaligus, tentu sulitlah ditegakkan hak dan kewajiban itu,” tutur Wapres.

Terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Wapres menyarankan agar masyarakat juga diberikan penyuluhan tentang sistem hukum di negara-negara ASEAN. Wapres mencontohkan, di Thailand harus berhati-hati mengkritik Raja karena dapat dipenjara. “Khususnya bagi masyarakat, pedagang, pengusaha yang ingin memanfaatkan Masyarakat Ekonomi ASEAN itu,” ucap Wapres.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Pandjaitan melaporkan, terselenggaranya Penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MOU) ini merupakan suatu bukti keseriusan bangsa Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja aparat penegak hukum melalui penanganan berbasis teknologi informasi. Sementara, program strategis Menkumham Luhkumtak dalam upaya membuat masyarakat Indonesia sadar hukum terutama menghadapi MEA, mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai penyuluhan hukum serentak di lokasi dan jumlah peserta terbanyak.

Dalam laporannya, Luhut menekankan agar jajaran penegak hukum saling bersinergi sehingga asas kepastian hukum dapat tercapai dengan baik. “Saya mengimbau agar setiap instansi menghilangkan fanatisme atau ego sektoral yang dapat menghambat penyelesaian perkara yang berkeadilan dan berkepastian hukum,” tegas Luhut.

Dalam acara tersebut, dilakukan penandatanganan MoU tentang:

  1. Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali, Menkopolhukam Luhut Pandjaitan, Menkumham Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Badrodin Haiti, dan Kepala Lembaga Sandi Negara Djoko Setiadi;
  2. Pemberian Akses Bantuan Hukum Terhadap Orang Miskin atau Kelompok Orang Miskin oleh Menkumham dan Kapolri;
  3. Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dalam rangka Mewujudkan Desa Sadar Hukum dan Akses Pemberian Bantuan Hukum kepada Orang Miskin atau Kelompok Orang Miskin oleh Organisasi Bantuan Hukum Terakreditasi oleh Menkumham dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar;
  4. Pemberian Akses Bantuan Hukum Terhadap Orang Miskin atau Kelompok Orang Miskin yang berhadapan dengan hukum oleh Menkumham dan Jaksa Agung;
  5. Pelayanan dan Pembinaan Masyarakat Sadar Hukum dalam rangka Mendukung Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Baik dan Bersih oleh Menkumham dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Acara Penandatanganan MoU ini mengambil tema “Cerdas Hukum dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN”. Dasar MoU ini adalah Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Inpres Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Melalui tekonologi informasi yang berbasis pada pendekatan penanganan perkara (business process) diharapkan dapat memudahkan komunikasi dan koordinasi antar instansi penegak hukum sekaligus mempercepat dan mempermudah proses penanganan perkara. (Siti)