Jakarta. Indonesia memiliki sejarah panjang dalam menumbuhkan potensi keuangan mikro dan inklusi yang sekarang menjadi fundamental ekonomi nasional. Keuangan mikro ke depan, diharapkan mampu mendorong pemerataan kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

“Karena kita menyadari, lembaga keuangan adalah motor dari gerakan ekonomi yang lebih baik, maka lembaga keuangan, haruslah berdasarkan pemahaman pemerataan, atau yang kita sebut inklusif. Di samping seperti gerakan mikro itu,” pesan Wakil Presiden  (Wapres) Jusuf Kalla dalam Peluncuran Pusat Pengembangan Keuangan Mikro dan Inklusi OJK (OJK PROKSI) yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Selasa, (15/3/2016).

Wapres mengapresiasi OJK yang telah menginisiasi pengembangan keuangan mikro dan inklusif secara massif, bahkan sampai ke tingkat internasional. Indonesia dalam sejarahnya, lanjut Wapres, memang memiliki akar keuangan mikro yang kuat untuk menjangkau pedesaan dan daerah terpencil.

“Kita punya candak kulak pada zaman dahulu. Kita punya Kupedes [Kredit Usaha Pedesaan] yang memberikan kredit-kredit desa yang lebih mudah. Kemudian ada BPR [Bank Perkreditan Rakyat] yang tumbuh dimana-mana. Ada juga bank pasar yang tumbuh,” jelas Wapres.

Namun, Wapres menyayangkan masih tingginya bunga kredit yang diberikan lembaga keuangan mikro kepada usaha kecil, yang disebabkan pemahaman sempit, yakni nilai bunga yang lebih kompetitif bila dibandingkan dengan sektor keuangan mikro yang tidak resmi, seperti rentenir atau lintah darat.

“Dasar berpikirnya keliru. Dasar berpikirnya selalu mengambil dasar rentenir. Kalau tidak dikasih nanti ke rentenir. Rentenir 30-40 persen [bunganya], kita kasih 20 persen sudah bagus,” kritik Wapres.

Akibat bunga tinggi, kata Wapres, usaha kecil yang dibangun masyarakat menjadi kurang berkembang, sehingga harapan untuk untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik juga terkendala.

“Tidak melihat sebaliknya. Sekiranya dikasih [bunga] 10 persen, maka dia bisa membeli kios. Tapi karena dikasih mahal, maka dia tidak pernah punya kios. Bisa dagang, tapi tidak punya aset,” seru Wapres.

Melihat kondisi tersebut, lanjut Wapres, Pemerintah akan mengubah keberpihakan akses ekonomi kepada usaha kecil dengan merevolusi sistem yang ada saat ini, selain memberikan subsidi yang telah disiapkan.

“Inilah sebabnya, maka Pemerintah harus merevolusi, mengubah sistem itu menjadi jauh lebih adil. Bahwa justru yang lemah harus mendapatkan yang lebih baik daripada yang kuat. Yang lemah harus mendapat layanan lebih efisien dan murah dibanding yang kuat. Yang kuat tidak perlu dibantu, harusnya yang lemah yang dibantu, sehingga harus ada subsidi,” tutur Wapres menjelaskan kepada hadirin.

Sebelum mengakhiri sambutannya, Wapres mengungkapkan keunggulan usaha kecil atau mikro dibandingkan dengan industri besar, yakni dengan modal yang relatif kecil, namun mampu membuka lapangan kerja baru, sehingga akan tercipta pemerataan dan keadilan ekonomi secara luas.

“Untuk usaha mikro, kecil dengan investasi 10 juta, bisa menimbulkan satu lapangan kerja. Artinya dengan memberikan kredit 20 juta, bisa tumbuh dua lapangan kerja. Walaupun tentu output dua lapangan kerja ini, tidak sebesar industri. Tetapi negara membutuhkan pertumbuhan sekaligus lapangan kerja dan pemerataan,” pungkas Wapres.

Sebelumnya, Ketua OJK Muliaman D Hadad melaporkan OJK PROKSI merupakan bukti komitmen OJK untuk mendukung perkembangan industri keuangan mikro yang memiliki peranan vital terhadap perkembangan ekonomi masyarakat dan perekonomian nasional.

“Industri keuangan mikro memiliki peranan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan keuangan mikro dan peningkatan literasi. Keberadaan lembaga keuangan mikro juga mendukung peningkatan akses keuangan bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap industri keuangan,” ujar Muliaman Hadad.

Menurutnya, OJK PROKSI ini akan mengembangkan pengetahuan dan menyediakan terobosan-terobosan model bisnis di bidang keuangan mikro dan inklusi keuangan yang tidak hanya di tataran konsep tetapi benar-benar implementatif yang dapat digunakan, baik oleh para pelaku industri, ahli keuangan, akademisi dan komunitas global. (Taufik Abdullah)