Jakarta–www.wapresri.go.id Masyarakat perlu mengembangkan kultur sadar bencana yang berperan penting dalam menekan dampak dan risiko bencana.

“Mengapa saat tsunami Aceh (pada 2004), Pulau Simeulue yang lebih dekat dengan pusat gempa korbannya jauh lebih sedikit dibanding Banda Aceh? Di Simeulue, (saat) gempa orang langsung lari ke gunung. Di Banda Aceh, orang (malah) makin dekat ke pantai hingga kemudian datang tsunami,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat membuka secara resmi Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan (PIT-RB) ke-4 dan Munas Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) 2017 di Balairung Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Senin pagi (8/5/2017).

Wapres pun menegaskan agar kultur masyarakat Simeulue ini diadopsi menjadi kultur di seluruh wilayah Indonesia, negara kepulauan yang dikelilingi oleh cincin api Pasifik dan memiliki banyak daerah rawan bencana.

Pada kesempatan itu, Wapres, yang berpengalaman dalam penanganan bencana selama 17 tahun sejak menjabat Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat pada masa Presiden Megawati Sukarnoputri, juga menekankan pentingnya riset untuk mencari cara terbaik dalam upaya tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca terjadinya bencana.

“Perlu adanya buku panduan (dalam menangani bencana) berdasarkan apa dan di mana bencana itu terjadi. Menangani bencana di Jawa tentu berbeda dengan di Sumatra,” ujarnya.

Selain itu, Wapres juga mendorong riset yang dapat memprediksi terjadinya bencana untuk menekan jumlah korban dan kerugian ekonomi akibat bencana.

“Topan Katarina di Amerika bisa diprediksi. …Banjir juga dapat diprediksi,” kata Wapres.

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Laksda (Purn) Willem Rampangilei dalam sambutannya mengatakan bahwa upaya mengurangi risiko bencana akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

“Dua hal yang kami pesankan kepada IABI untuk dikaji: bagaimana investasi dalam mengurangi risiko bencana dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui industri peralatan kebencanaan dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Willem.

Sementara itu, dalam laporannya Ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Prof. Dr. Sudibyakto, M.S. menyampaikan bahwa PIT-RB ke-4 dan Munas IABI 2017 ini ditargetkan mampu menghasilkan cetak biru riset kebencanaan sebagai acuan dalam penanggulangan bencana.

Tahun ini, PIT RB mengambil tema “Peran Masyarakat bagi Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs): Kontribusi Pemangku Kepentingan untuk Penurunan Risiko Bencana” dan diikuti oleh 341 orang anggota IABI yang merupakan peneliti, perekayasa, akademisi, dan praktisi di bidang kebencanaan.

Pada forum tersebut, Wapres juga meluncurkan buku bunga rampai khutbah tentang kebencanaan, hasil kerja sama antara Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan IABI.

Wapres, yang juga merupakan Ketua Umum DMI, mengapresiasi terbitnya buku ini dan mengatakan bahwa agama memiliki peran sentral dalam upaya penanggulangan bencana.

“Bencana apapun, pasti tempat mengungsi yang pertama selalu ke rumah ibadah. … (Terdapat) hampir sejuta bangunan rumah ibadah (di Indonesia) yang dapat bekerja sama untuk mengerjakan tanggap darurat di masyarakat sekitarnya,” cetus Wapres.

Turut hadir dalam acara tersebut Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met. dan Wali Kota Depok K.H. Dr. Mohammad Idris, M.A. (KIP, Setwapres)