Tropical Landscapes Summit 2015

Pembukaan Tropical Landscapes Summit 2015: A Global investment opportunity

Jakarta. Ada empat isu penting yang menjadi perbincangan dunia saat ini. Apabila kita memperhatikan empat isu ini maka kita akan menjadi negara yang dihormati, yaitu demokrasi, hak asasi manusia (HAM), lingkungan, dan penanggulangan kemiskinan untuk mencapai kesetaraan. Ada keterkaitan antara isu lingkungan dengan HAM. “Karena kalau kita tidak menjaga lingkungan sama juga dengan mengabaikan HAM, hak untuk masa depan dunia dan hak untuk generasi kita,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Tropical Landscapes Summit 2015: A Global investment opportunity, di Hotel Shangri-la, Senin 27 April 2015.

Menurut hemat Wapres, sudah banyak sekali dilakukan forum diskusi dalam upaya melestarikan lingkungan dan hutan tropis, seperti di Rio de Janeiro, Kyoto, Bali, Copenhagen, Doha, dan forum yang akan datang di Paris, namun hasil diskusi belum dilaksanakan dengan baik. “Kita terlalu banyak konferensi, tetapi implementasi tidak begitu banyak,” singgung Wapres.

Dalam pandangan Wapres, Indonesia telah mengalami berbagai kerusakan hutan dan sumber daya alam, yang mengakibatkan masyarakatnya sangat menderita. Oleh karena itu, kata Wapres, Indonesia sering disalahkan oleh negara-negara lain. Bahkan ketika Wapres menjadi pembicara di forum dengan topik yang sama di Tokyo Jepang beberapa tahun yang lalu, dirinya diingatkan untuk memperhatikan kondisi hutan di negeri ini. “Indonesia, tolong jaga hutan tropis anda,” kata Wapres mencontohkan.

Namun, Wapres berargumen bahwa apa yang terjadi dengan hutan Indonesia saat ini tak lepas dari imbas datangnya perusahaan asing ke Indonesia. 50 tahun yang lalu, kata Wapres, Indonesia memiliki hutan yang sangat baik, sekitar 150 juta hektar. Orang-orang Indonesia tidak tahu bagaimana merusak hutan, sampai perusahaan-perusahaan asing seperti dari Amerika dan Jepang datang.

Perusahan-perusahaan ini mengajarkan orang Indonesia untuk membangun industri dengan penebangan kayu dan penggunaan lahan hutan yang harganya pada saat itu hanya 5 US dolar per kubik. Kursi, jendela, meja, dan furnitur di Tokyo berasal dari Indonesia. “Anda mendapatkan keuntungan, lalu sekarang anda meminta kami untuk menjaga hutan kami sendiri? Anda harus membayarnya kembali, dengan komitmen dan implementasi yang nyata,” kata Wapres pada saat itu.

Sama halnya, lanjut Wapres, ketika terjadi kebakaran hutan di Indonesia yang menyebabkan asap menimpa negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Masyarakat di kedua negara tersebut tidak senang dengan kondisi ini sehingga melakukan demonstrasi di KBRI Singapura dan Kuala Lumpur. Seseorang bertanya kepada saya, apakah Bapak akan meminta maaf kepada kedua negara ini? “Kita tidak perlu meminta maaf. Berbulan-bulan lamanya, tetangga kita ini menikmati kesegaran iklim yang berasal dari hutan kita, mereka tidak pernah mengucapkan terima kasih. Lalu ketika sekarang terjadi kebakaran hutan, mengapa sekarang harus marah? Kita harus bekerjasama menyelesaikannya,” tegas Wapres.

Kini, lanjut Wapres, setelah 50 tahun, hutan-hutan di Sumatera dan Kalimantan mengalami banjir dan juga panas. Banyak yang ingin berkontribusi untuk melindungi hutan-hutan ini termasuk melindungi orang hutan. “Bahkan mereka terkadang lupa untuk melindungi diri mereka sendiri,” gurau Wapres yang disambut tawa hadirin.

Untuk itu lah, Wapres berharap, ada implementasi yang jelas dari apa yang telah disepakati sebelumnya, misalnya bagaimana melaksanakan carbon trading. Wapres menyayangkan banyak negara yang tidak menandatangani Kyoto Protocol dan juga murahnya harga karbon. “Lalu bagaimana kami dapat melindungi hutan kami dengan harga karbon yang sangat murah? Jadi jangan hanya menyalahkan negara kami, ini masalah dunia. Mari kita bekerjasama dalam mengatasi perubahan lingkungan ini,” ajak Wapres.

Wapres mengakui memang telah ada kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Norwegia, namun belum ada tindak lanjut yang nyata setelah perjanjian disepakati. “Bukan hanya Indonesia dan Norwegia saja yang harus memulainya, tetapi seluruh dunia juga harus memulainya dari sekarang,” tegas Wapres.

Untuk merealisasikan implementasi ini, Wapres menjelaskan, pemerintah Indonesia sudah mulai melakukan langkah-langkah konkrit, diantaranya moratorium penebangan hutan. “Kita melakukan moratorium ini, karena memang sudah tidak ada lagi hutan yang dapat ditebang,” seloroh Wapres yang mengundang tawa hadirin.

Upaya lainnya, lanjut Wapres, pelarangan ekspor mineral mentah, dimana mineral ini harus sudah melalui pabrik pemurnian atau smelter. Menurut Wapres, banyak yang senang dan mendukung langkah pemerintah ini, namun tidak sedikit yang kecewa. “Apapun itu, yang ingin kita lakukan adalah untuk melindungi sumber daya alam kita,” kemuka Wapres.

Efisensi energi, lanjut Wapres, juga termasuk upaya pemerintah dalam menjaga lingkungan yakni dengan mengkombinasikan antara energi dan energi terbarukan. Pemerintah Indonesia berencana membangun pembangkit listrik dengan menggunakan batubara. “Batubara ini memang sangat murah, tapi juga sangat kotor, namun kita membutuhkannya. Untuk itu kebijakan kita menetapkan 50% batubara, 50% lainnya terdiri dari energi terbarukan seperti geothermal, hydro, dan solar,” papar Wapres.

Lebih spesifik Wapres menjanjikan insentif bagi perusahaan yang dapat mendukung investasi hijau. “Jika anda memiliki listrik yang dapat dijual ke PLN, jika batubara dihargai 7 sen US dolar per jam, maka kalau energi hijau 9 sen US dolar per jam. Ini yang kami berikan bagi investasi yang ramah lingkungan,” ujar Wapres.

Cara lain untuk menghemat energi adalah penggunaan batik. Menurut Wapres batik sangat cocok digunakan untuk udara di Indonesia yang sangat tropis, disamping mudah pemakaiannya dan murah harganya. Wapres menjelaskan, batik digunakan sebagai busana resmi pemerintah sejak 10 tahun lalu. Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah selalu menggunakan jas.

Namun sejak krisis energi terjadi di tahun 2005, Jusuf Kalla yang saat itu menjadi Wapres pada pemerintahan SBY-JK menyarankan untuk melakukan penghematan energi, salah satunya dengan menaikkan suhu air conditioner (ac). “Kita menggunakan ac yang dingin karena kita menggunakan jas. Sekarang mari kita gunakan batik dan turunkan suhu ac menjadi 25 derajat celcius. Energi dapat dihemat usaha batik juga meningkat,” kata Wapres.

Di akhir sambutan Wapres berharap pertemuan ini menghasilkan mekanisme untuk bekerjasama. “Kita sudah punya formulanya, tinggal bagaimana mengimplementasikan formula tersebut,” ungkap Wapres.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyampaikan tiga hal yang menjadi tantangan Indonesia dalam membangun investasi hijau yang menjadi tema forum akbar ini. Pertama, tidak adanya cukup dana bagi industri untuk memperbarui teknologi yang sudah tua dan belum cukupnya dukungan pertumbuhan industri hijau. Kedua, SDM yang kompeten masih terbatas. Dan ketiga, insentif yang mendukung pengembangan industri hijau masih belum memadai, mengingat investasi hijau ini membutuhkan biaya yang relatif mahal.

Selain tantangan yang dihadapi, Sibarani menyampaikan juga fasilitas yang disediakan pemerintah Indonesia untuk mendukung investasi hijau ini. Di bidang fiskal antara lain, tax holiday (pembebasan pajak) selama 5 sampai 10 tahun bagi 5 pelopor industri hijau, adanya Peraturan Pemerintah No 18/2015 terkait penambahan sektor usaha yang berhak mendapatkan tunjangan pajak, “Dari 129 menjadi 143 sektor usaha,” jelas Sibarani.

Selain itu, langkah fiskal lainnya adalah 2 tahun pembebasan pajak impor bahan, alat, dan mesin untuk tujuan produksi industr hijau, Roadmap pembiayaan berkelanjutan 2015–2019 untuk mendukung proyek-proyek hijau, serta penyederhanaan mekanisme untuk memproses insentif. “Investor hanya perlu pergi ke BKPM untuk mengirimkan aplikasi dan dibutuhkan maksimal 50 hari untuk persetujuan,” papar Sibarani.

Sementara di bidang non-fiscal, Sibarani menjelaskan, fasilitas yang disediakan meliputi One Stop Services untuk investasi lisensi dan non-lisensi, kemudahan izin imigrasi bagi pekerja asing, layanan langsung pembongkaran dan penyimpanan barang-barang import tertentu diluar daerah pabean, serta penambahan pembangunan Zona Ekonomi Khusus. “Sebelumnya sudah ada 8 lokasi dan akan dibangun di 11 lokasi baru,” jelas Sibarani.

Tropical Landscapes Summit 2015 merupakan forum internasional yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan menggandeng Kantor Staf Kepresidenan dan United Nations Office for REDD+ Coordination (UNORCID). Forum ini dikelompokkan menjadi tiga tema kunci yaitu kesadaran, keterlibatan, dan komitmen. Forum ini menghadirkan para pembicara dan pengambil keputusan dari dalam dan luar negeri, 12 menteri ekonomi, deputi gubernur Bank Indonesia, Komisioner OJK, Kadin Indonesia, 40 CEO industri dalam dan luar negeri, gubernur dan walikota serta 20 NGO. (Siti Khodijah)

****