Klaus Lesker

Jakarta. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia bukan hanya sekedar menyatukan berbagai industri di dalam suatu kawasan, tetapi untuk membangun daya saing Indonesia, mengurangi kesenjangan sosial ekonomi, memberikan nilai tambah dan menciptakan rantai nilai. Kondisi ini dirasakan oleh CEO Ferrostaal GmbH Klaus Lesker ketika bertemu dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Selasa 3 Maret 2015.

Meski masih menghadapi kendala, Lesker yang memulai kariernya di Jakarta sejak 1990, memuji KEK Teluk Bintuni. Kawasan ini merupakan kawasan industri untuk pupuk dan petrokimia yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia. Menurutnya kombinasi pembangunan antara pabrik pupuk dan petrokimia dalam satu kawasan industri sangat pas. “Saya sangat menyukai ide ini, kerjasama yang saling mendukung, satu membangun pabrik kimianya, sementara satu lagi membangun pabrik penyuburnya,” puji Lesker.

Lebih jauh Lesker memaparkan, proyek kompleks petrokimia ini nantinya dapat meningkatkan pengembangan industri hilir, yakni nilai tambah pada sumber daya gas alam domestik, serta produk-produk untuk distribusi regional, seperti elpiji dan BBM. Disamping itu, dengan menggunakan metanol dan polipropilena buatan sendiri, Indonesia akan mengurangi impor hingga USD 2 miliar per tahun dari produk-produk petrokimia seperti plastik dan industri otomotif.

Sementara, keuntungan dari sisi ekonomi maupun sosial diantaranya, usia keberadaan pabrik petrokimia 3 kali lebih lama, nilai komersil polipropilena 60% lebih tinggi, akumulasi penerimaan pajak terhadap Pendapatan operasional Bruto (Gross operating Income) 3 kali lebih banyak, serta lapangan pekerjaan baik langsung maupun tidak langsung yang tersedia di pabrik petrokimia 2 kali lebih luas.

Duta Besar Jerman untuk Indonesia Georg Witschel yang datang mendampingi Lesker menambahkan, kondisi Papua saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Untuk itu, dengan adanya proyek kompleks petrokimia di Teluk Bintuni diharapkan dapat memajukan wilayah yang berada di Indonesia bagian Timur ini. “Pabrik petrokimia ini satu kesempatan baik bagi berkembangnya Papua,” harap Witschel.

Dalam pertemuan ini, Lesker melaporkan kendala yang dihadapi proyek pembangunan pabrik petrokimia di Pulau Bintuni, Papua Barat. Awal Maret 2013, tambah Lesker, telah disepakati Letter of Intent (LoI) antara Ferrostaal dengan pemerintah Indonesia tentang proyek pembangunan pabrik petrokimia sebesar USD 2 miliar di kawasan Teluk Bintuni, Papua Barat.

Rencananya Ferrostaal akan mengoperasikan kompleks instalasi petrokimia untuk menghasilkan metanol, propilena, dan polipropilena dari gas bumi pada tahun 2019. Namun sampai saat ini proyek tersebut belum dapat dimulai, karena tidak adanya pasokan gas yang memadai. “Untuk itu, kami membutuhkan dukungan Bapak agar kami mendapat alokasi gas yang cukup, sekitar 2 pcf ,“ ucap Lesker.

Lesker juga menjelaskan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Pomala, Sulawesi Tenggara, bekerjasama dengan PT Aneka Tambang (Antam). “Proyek ini dibangun dua tahun lalu, dan berjalan sangat baik,” ungkap Lesker.

Wapres mengapreasi dan mendukung investasi Ferrostaal yang turut berkontribusi untuk pembangunan di bagian Timur Indonesia. “Saat ini perdagangan di Indonesia bagian timur bebas pajak, karena termasuk Free Trade Zone,” ucap Wapres.

Terkait kendala pasokan gas pembangunan kompleks petrokimia di Teluk Bintuni, Wapres menilai, nilai investasi petrokimia memang lebih rendah dibanding energi. Namun, Wapres akan mengupayakan solusi untuk menangani kurangnya pasokan gas ini. “Saya akan undang pihak-pihak terkait seperti Menteri ESDM dan Kepala SKK Migas untuk duduk bersama dengan anda,” ujar Wapres.

Dalam kesempatan itu, Wapres juga mempromosikan program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM. “Proses perizinan kini dapat dilakukan di satu tempat, berpusat di BKPM,” tutur Wapres yang juga didampingi Kepala BKPM Franky Sibarani.

Ferrostaal GmbH adalah perusahaan penyedia layanan terkemuka terkait dengan pembangunan dan pengembangan konstruksi pabrik di seluruh dunia. Perusahaan ini juga menawarkan pengembangan, pengelolaan proyek dan perencanaan keuangan di sektor petrokimia, listrik, minyak dan gas, serta industri metal. Ferrostaal mengoperasikan perdagangan di Indonesia lebih dari 50 tahun, dan membangun konstruksi pabrik selama 30 tahun. Saat ini Ferrostaal mengoperasikan dua anak usaha yakni PT Ferrostaal Indonesia dan PT Ferrostaal Equipment Solutions yang berkantor di Jakarta.

Selain Dubes Jerman, hadir mendampingi Lesker, Presiden Direktur Ferrostaal Germany Oliver Kleinhempel, Wakil Dubes Jerman Hutter, dan Kepala Ekonomi Kedubes Jerman Suebert. (Siti Khodijah)

****