Jakarta. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertujuan memperkuat dan memajukan desa, mendorong desa menjadi mandiri, serta menerapkan demokratisasi di pedesaan berjalan dengan baik. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah menyalurkan dana desa. Dalam pelaksanaannya, secara administratif penyerapan dana desa dapat direalisasikan, namun dari segi manfaat belum dapat diwujudkan, karena belum ada standarisasi yang jelas. Hal ini menyebabkan pemborosan yang luar biasa.

“Jadi masalahnya bukan saja tentang besaran [dana] desa, bukan hanya bagaimana menyalurkannya, sekarang yang sangat penting bagaimana melaksanakan hal ini dengan standar-standar yang baik dengan penuh manfaat,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menghadiri Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, dengan tema “Evaluasi Penggunaan Dana Desa Tahun 2015, Persiapan Penyaluran dan Penggunaan Dana Desa Tahun 2016”, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, Senin (22/2/2016).

Menurut Wapres, pembangunan desa saat ini berbeda dengan sebelumnya. Tahun 70-an ada dana Inpres (Intruksi Presiden), dimana dana tersebut diberikan pemerintah untuk pembangunan di desa, seperti sekolah, jalan, ataupun puskesmas, namun desa tidak diberikan pilihan bagaimana membangunnya. Berbeda dengan dana desa, dana diberikan oleh pemerintah, dan perangkat desa secara mandiri dapat menggunakan sesuai dengan kebutuhan desa tersebut.

Namun, Wapres mencermati, pembangunan desa yang menggunakan dana Inpres kualitasnya sangat baik, karena menggunakan standar yang jelas.

“Kenapa jaman Inpres sampai sekarang sekolah Inpres masih ada, memberikan bekas yang dalam dari pembangunan masa lalu. Pertama ialah adanya standarisasi dan quality control yang baik. Artinya setiap pembangunan harus dibuat standar-standarnya,” jelas Wapres.

Untuk itu  Wapres meminta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (DPDTT) untuk membuat suatu standar, baik standar operasional, standar mutu, maupun standar apa yang dibangun di desa.

“Jadi desa nanti kayak menu restoran saja, ini menunya, silahkan pilih mau makan apa, standarnya apa, saya mau ini berapa, silakan makan, tapi anda punya uang sekian. Baru kita bisa mempunyai asas manfaat. Jadi bukan hanya asas demokratis yang dijalankan, asas manfaat yang paling penting itu,” tegas Wapres.

Wapres menjelaskan, pengalokasian dana desa berasal dari APBN dan APBD yang diambil 10%. Untuk itu dalam penggunaannya harus berdasarkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

Menurut Wapres, 97% dana desa telah disalurkan, dan masyarakat berhak mengetahui serta merasakan asas manfaat dari dana tersebut, bukan hanya asas administratif dan formalistis.

“Karena asas manfaatnyalah sebenarnya yang penting untuk pedesaan, bukan asas persentase jumlah serapan dan sebagainya,” tegas Wapres kembali.

Untuk itu, Wapres mengimbau kepada kepala daerah untuk senantiasa mengawasi, agar penggunaan dana desa menghasilkan manfaat.

“Karena itulah maka tugas gubernur, bupati yang semua sama untuk mengawasi itu [dana desa] agar dikelola dengan baik, disamping musyawarah desa dan para pendamping,” imbau Wapres.

Terkait pendamping penggunaan dana desa, Wapres meminta agar pendamping tersebut lebih pintar dari orang-orang desa, dan juga memiliki pengalaman sesuai dengan yang dibutuhkan.

“Kita sudah pengalaman dengan PNPM [Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat], karena itu kita minta pendamping yang berpengalaman itu dipakai semuanya agar jangan mulai dari nol,” kata Wapres menekankan.

Lebih jauh Wapres mencontohkan bagaimana Nusa Tenggara Barat telah menyajikan laporan anggaran dana desa secara online. Hal ini, menurut Wapres, memudahkan pemerintah pusat mengetahui penggunaan dana desa secara transparan.

“Semua sekarang gampang, dan dengan cara itu kementerian dapat mengontrolnya,” ungkap Wapres.

Wapres mengharapkan, standarisasi dan inovasi-inovasi yang baik yang dilakukan suatu desa, dapat menjadi contoh bagi desa-desa yang lain, bahkan bila perlu dilakukan ajang persaingan pembangunan desa.

“Selalu juga pasti di daerah bikin suatu kompetisi tahunan, hari ini kabupaten apa yang baik, desa apa yang bisa dicontoh semua itu,” saran Wapres.

Di akhir sambutan Wapres menyampaikan, bahwa pembangunan desa adalah suatu hakekat dan tujuan untuk mencapai pemerataan dan keadilan bangsa.

“Pembangunan desa bukan hanya kewajiban kita karena ada undang-undangnya, tapi memang esensi daripada bangsa ini harus mempunyai pembangunan yang adil,” pungkas Wapres.

Sebelumnya Menteri DPDTT Marwan Jafar menyampaikan penyaluran dana desa merupakan amanah Undang Undang Desa. Dana Desa digunakan untuk perbaikan infrastruktur, sarana dan prasarana dasar, pendidikan, dan pelayanan kesehatan.

“Dana desa lebih banyak digunakan pembangunan desa sebesar 89%, untuk belanja pemerintah desa 6%, pembinaan masyarakat desa 3%, dan belanja pemberdayaan masyarakat sebesar 2%,” jelas Marwan.

Marwan mengungkapkan, dana desa masih disibukkan dengan tantangan kelembagaan (institutional constraint) dan banyaknya regulasi yang menyebabkan kebingungan.

“Kami berharap Kementerian Desa, Pembangunan Derah Tertinggal, dan Transmigrasi menjadi vocal point untuk konsolidasi dan sinergi pembangunan desa dan kawasan perdesaan di antara kementerian maupun  lembaga terkait dengan payung langsung dari Presiden maupun Wakil Presiden,” ucap Marwan.

Hadir dalam acara tersebut para Gubernur, Walikota, Bupati dari seluruh Indonesia. (Siti)