Tahun 1950-an, listrik umumnya hanya dinikmati oleh masyarakat di perkotaan, untuk masyarakat di desa listrik merupakan hal mewah. Namun seiring perkembangan zaman dan kemajuan, saat ini listrik sudah menjadi kebutuhan dasar nomor 4 masyarakat di Indonesia.

“Karena listrik merupakan kebutuhan dasar maka harus kita penuhi dengan tanggungjawab yang besar. Apa yang disampaikan catur cita yang 4 ini, kecukupan, kompetitif, berkelanjutan, dan merata, tentulah secara konsekuen harus kita laksanakan sebaik-baiknya,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada acara Peresmian Seminar dan pameran Ketenagalistrikan, Hari Listrik Nasional ke-71 tahun 2016, di JCC, Jakarta, Rabu (28/9/2016).

Lebih lanjut Wapres mengungkapkan bahwa listrik sebagai prime energy harus menjadi perhatian, karena listrik merupakan infrastruktur yang tidak pernah berhenti untuk dibangun. Mengapa? Pertama, karena penduduk terus bertambah 1,5% pertahun, dan kedu,a industri makin berkembang. Industri merupakan alat untuk berkompetisi antar negara, antar daerah, dan antar industri itu sendiri. Salah satu komponen yang memenangkan kompetisi adalah harga listrik.

“Kalau harga listrik kita tinggi 11 sen, 12 sen dollar per KWH tentu tidak bisa bersaing dengan negara-negara yang lebih rendah seperti di Vietnam, Thailand dan sebagainya,” ungkap Wapres.

Wapres menuturkan, saat ini angka 35.000 dapat dikatakan angka keramat dan popular diucapkan oleh pejabat negara, karena memang angka itulah [35000 MW tenaga listrik] yang harus diselesaikan saat ini.

Wapres berharap dengan hal ini maka sejarah masa lalu tidak perlu kembali terulang, dimana ekonomi Indonesia tidak semaju negara lain disebabkan rendahnya kemampuan negara dalam membangun infrastruktur karena terlalu banyak memberikan subsidi.

Menurut Wapres, subsidi terbesar yang diberikan pemerintah kepada masyarakat adalah subsidi energi.

“Puncak itu adalah, tahun 2014 subsidi kita adalah 390 trilyun, bayangkan jumlahnya dan 330 trilyun adalah subsidi energy ibaik bahan bakar maupun listrik. Listrik memakan 100 trilyun pada waktu itu. Kenapa itu terjadi? Karena kelambatan membangun listrik,” jelas Wapres.

Lebih lanjut Wapres mengungkapkan bahwa ongkos keterlambatan turunnya ke subsidi dan hal ini tidak disadari oleh masyarakat industri oleh pembayar pajak. Secara bertahap perlu diingatkan agar rakyat tidak menghamburkan listrik. Belajar dari banyak negara memberikan subsidi besar terhadap energi saat ini menghadapi dilema yang menyulitkan.

“Kita tidak ingin menjual listrik mahal tetapi kita ingin rakyat semua menghemat, begitu keluar kamar matikan lampu, begitu keluar rumah matikan tv, hanya itu yang diharapkan. Kalau listrik dijual terlalu murah orang tidak peduli jadi kita ingin mendidik rakyat kita agar menghargai apa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat,” seru Wapres.

Wapres juga mengingatkan untuk bersyukur akan rahmat Tuhan, bahwa tidak banyak negara yang diberkati dengan sumber energi yang baik. Sementara Indonesia memiliki sumber batubara, sumber gas, matahari geothermal, sumber air, angin dan biodiesel yang cukup. Namun, pengelolaan semua itu tentu tergantung pada sistem yang ada, harga kompetisinya, dan keberlanjutannya. Untuk itu, semua harus dikembangkan.

“Karena itulah, maka pada waktunya kita harus bukan hanya memikirkan, menjalankan suatu kebijakan local content yang baik tapi yang kompetitif, dan local content yang kompetitif hanya bisa dijalankan apabila ada rencana jangka panjang yang jelas,” ungkap Wapres.

Menutup sambutan, Wapres berharap bahwa dalam rangka memperingati Hari Kelistrikan ke-71, negara dengan tekad yang sama dapat menjalankan, membangun kelistrikan yang cukup, handal, baik dan menggunakan kemampuan teknologi dalam negeri.

Sebelumnya Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Supangkat Iwan Santoso melaporkan, Tema hari listrik tahun ini adalah “Mewujudkan catur cita ketenagalistrikan, kecukupan, kompetitif, berkelanjutan, dan merata untuk menuju Indonesia terang”. Seminar dan pamerandiselenggarakan selama 3 hari, 28 s.d. 30 September 2016 dan diikuti 54 peserta. Sementara seminar yang dilaksanakan akan menghadirkan 27 pembicara dari dalam dan luar negeri dengan topik terkini yang selaras dengan program pembangunan ketenagalistrikan.

Ketua Umum MKI juga melaporkan bahwa pada saat ini untuk membangun pembangkit 100 MW kebawah ada 14 BUMN, 7 BUMN industri, dan 7 kontraktor BUMN serta kurang lebih 191 perusahaan swasta yang telah terlibat didalam pembangunan ketenagalistrikan. Berdasarkan data yang ada dari Kemeterian Perindustrian, PLN, maupun BPPT, hampir seluruh PLTU sekarang skala menengah dan kecil kapasitas 100 MW kebawah, komponen-komponennya dapat dibuat di dalam negeri.

Dalam kesempatan tersebut, Wapres juga mencanangkan Program PLTU nasional untuk skala kecil dan menengah yang merupakan sebuah upaya untuk menggunakan potensi kandungan dalam negeri dan bersinergi dengan BUMN-BUMN strategis.

Hadir dalam acara tersebut, Menteri BUMN Rini Soemarno, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman, Direktur Utama PT. PLN Persero Sofyan Basir, serta para Pimpinan BUMN.

Sementara Wakil Presiden didampingi oleh Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi, Infrastruktur, dan Kemaritiman Tirta Hidayat, dan Staf Khusus Wapres Bidang Infrastruktur dan Investasi M. Abduh. (KIP, Setwapres)