Jakarta, wapresri.go.id – Di tengah tantangan global dewasa ini, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menyerukan dan menjelaskan ajaran Islam adalah rahmatan lill ‘alamin, yaitu Islam yang wasatiyah dan Islam yang ahlusunnah wal Jamaah. Untuk itu, setidaknya ada tiga peran santri yang bisa dilakukan dalam menghadapi tantangan global saat ini.

Demikian disampaikan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin di hadapan peserta Webinar Internasional Antar Rois Syuriah Pengurus Cabang Internasional Nahdlatul Ulama (PCINU) di Berbagai Negara, Selasa (15/09/2020).

“Pertama, santri harus terus berperan untuk menjelaskan Islam yang rahmatan lil ‘alamiin. Dalam menjawab tantangan global dan kontemporer (al qodhoya al muashirah), santri harus mampu menjelaskan dan menjadi pembeda. Menanamkan pemikiran yang moderat (tawasuth) dan melawan pemikiran yang ekstrim, dan mampu menjelaskan karakter-karakter Islam yang selalu berimbang (tawazun) dan toleran (tasamuh),” papar Wapres.

Lebih lanjut, Wapres mengingatkan kembali, bahwa NU adalah organisasi perubahan dan perbaikan (jam’iyatul ishlahi). Paradigma NU selain menjaga tradisi (al-muhafadhah ‘alal khadimushalih) dan melakukan transformasi (al-ahdu bil-jadidil ashlah) tapi juga harus melakukan perubahan dan inovasi secara berkelanjutan (al-ishlah ilaa mahuwal ashlah tsummal ashlah fal ashlah). Untuk itu, Wapres mengajak seluruh warga NU untuk terus mengusung semangat ini.

“Saya berharap agar kita semua selaku warga NU senantiasa melakukan gerakan perubahan dan inovasi untuk kemaslahatan umat dan membangun pusat-pusat perubahan dan inovasi (marakizul ishlah atau innovation hubs) di manapun kita berada,” pintanya.

Lalu yang kedua, pesan Wapres, santri dapat dan perlu berperan aktif berkontribusi pada perdamaian dunia. Peran ini dibutuhkan untuk memperkuat inisiatif-inisiatif yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia yang selama ini sangat aktif dalam berkontribusi kepada upaya perdamaian dunia.

“Kita sering mendengar bagaimana Indonesia selalu bersuara lantang untuk terus membela Palestina. Kerja pemerintah di bidang diplomasi perlu didukung dan dilengkapi dengan apa yang disebut second track diplomacy,” terangnya.

Terkait hal ini, Wapres mencontohkan tentang peran Indonesia dalam mendorong tercapainya perdamaian di Afghanistan, yang perundingannya saat ini sedang berlangsung di Doha, Qatar.

“Saat saya masih aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI), kita menjadi tuan rumah Pertemuan Trilateral Ulama di Bogor (yang diikuti para ulama Indonesia, Afghanistan, dan Pakistan), yang menghasilkan Deklarasi Ulama untuk Perdamaian di Afghanistan (Bogor Declaration). Hasil pertemuan itu telah turut menyumbang terhadap proses rekonsiliasi nasional menuju perdamaian di Afghanistan,” kisahnya.

Selain itu, Wapres juga menyebut bahwa ulama dan pesantren, khususnya Nahdlatul Ulama juga telah dan dapat terus turut berperan dalam membantu menyelesaikan krisis kemanusiaan di Rakhine State dan Filipina Selatan.

“Dalam konteks inilah PCINU Luar Negeri saya yakin dapat melaksanakan diplomasi ‘jalur kedua’ melalui penyelenggaraan dialog-dialog antaragama, antarbudaya, dan antarperadaban, yang menampilkan Islam yang moderat dan toleran, serta kebijakan negara yang mendukung demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia, termasuk bagi kelompok minoritas,” papar Wapres.

“Di era digital ini diplomasi yang dimaksud tidak hanya berbentuk komunikasi langsung, tetapi juga bisa melalui media elektronik dan cetak,” tambahnya.

Yang ketiga, kata Wapres, santri harus mampu menjadi perekat persatuan bangsa. Karena menurutnya, persatuan adalah kunci bangsa untuk maju.

“Mentalitas dan semangat untuk bersatu ini harus terus diperkokoh di tengah-tengah adanya perbedaan antarkelompok yang semakin tajam. Persatuan dan kerukunan tidak hanya dalam hubungan antarumat atau organisasi Islam, tetapi juga dengan umat agama lain,” tandasnya. (RN, KIP-Setwapres)